Chapter 24 - Untouched wounds

19 0 0
                                        


Happy reading

××××

Pukul 14.15.

Langit New York mendung, seolah turut menanggung berat di pundak Evelyn saat langkah kakinya menuntun ke arah yang tak pasti.

Ia menyusuri jalanan kota seperti hantu masa lalu yang kembali mencari tubuhnya. Tak ada tujuan jelas, hanya satu yang ia tahu—ia tak bisa tinggal diam. Bukan setelah tahu kenyataan bahwa hidupnya selama ini dibangun di atas kebohongan dan dosa yang tak pernah dimintanya.

Tangannya menggenggam slip kertas kecil—alamat yang sempat ia temukan di salah satu halaman dokumen Matteo. Nama di atasnya tertulis samar: Elena Moore, mantan perawat panti rehabilitasi tempat ibunya dulu pernah dirawat. Satu-satunya saksi hidup yang mungkin bisa memberi Evelyn kepingan terakhir dari puzzle hidupnya.

---

Bangunan itu terletak di ujung Queens. Tua dan nyaris runtuh. Langkah Evelyn terhenti di depan pintu kayu yang catnya mulai mengelupas.

Ia mengetuk perlahan. Sekali. Dua kali.

Beberapa detik kemudian, seorang wanita tua membuka pintu. Rambutnya beruban, matanya tajam namun lelah.

“Elena Moore?” tanya Evelyn pelan.

Wanita itu mengamati wajah Evelyn lama sekali, sebelum akhirnya membuka pintu sedikit lebih lebar.

“Kau mirip ibumu.”

Kalimat itu seperti hantaman tak terlihat.

---

Mereka duduk berhadapan di ruang tamu yang sederhana. Aroma kayu tua dan teh melati memenuhi ruangan.

“Aku perawat yang terakhir merawat ibumu sebelum... kejadian itu,” kata Elena pelan. “Dia wanita kuat. Tapi sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan.”

“Takut pada siapa?” desak Evelyn.

Elena menunduk. Lama. Seolah ragu untuk menyingkapkan kembali luka lama yang telah ia kubur.

“Ayah dari pria yang sekarang bersamamu. Marco De Luca. Dia pemilik semua fasilitas rehab di kota ini. Tapi bukan untuk menyembuhkan—melainkan untuk mengendalikan.”

Evelyn menahan napas.

“Ibumu dijebak. Diberi dosis berlebih. Mereka... ingin membungkamnya karena tahu terlalu banyak. Dia dulu pacar dari salah satu kaki tangan De Luca—dan saat dia mencoba kabur, mereka membuatnya terlihat seperti overdosis bunuh diri.”

“Jadi... kematiannya memang disengaja?” suara Evelyn gemetar.

“Ya,” kata Elena pelan. “Dan itu bukan kecelakaan.”

Air mata mengalir di pipi Evelyn tanpa izin.

Ia tak tahu berapa lama ia duduk diam. Dunia rasanya mati rasa.

“Kenapa kau cerita padaku sekarang?” tanyanya akhirnya.

“Karena kau putrinya,” jawab Elena, menyentuh tangan Evelyn. “Dan karena luka itu takkan pernah sembuh kalau terus disembunyikan.”

---

Malam mulai merangkak turun saat Evelyn keluar dari rumah itu. Angin dingin menyentuh pipinya yang basah.

Ia tidak menangis karena lemah. Ia menangis karena kenyataan tak memberi pilihan.

Ibunya adalah korban. Dan Matteo...

Matteo adalah bagian dari warisan dosa itu, meski bukan dia pelakunya.

Lalu kenapa hatinya tetap memanggil nama Matteo?

Ia tahu ia seharusnya membenci pria itu. Tapi bayangannya terus mengejarnya, seperti napas di tengkuk, seperti bisikan dalam gelap.

---

Dari jauh, di balik mobil hitam yang berhenti di seberang jalan, Matteo mengawasi dalam diam.

Ia tahu di mana Evelyn berada. Ia tahu ke mana ia akan pergi sebelum Evelyn sendiri menyadarinya.

Dan meski hatinya ingin menghampiri, tubuhnya tetap diam.

Ia melihat Evelyn berdiri di pinggir trotoar, wajahnya sayu tapi teguh.

Dia sedang mencari kebenaran, pikir Matteo. Dan aku... mungkin adalah bagian yang ingin dia lupakan.

Tangannya mengepal. Dilema itu menghancurkannya dari dalam.

Ia bisa menjemputnya saat itu juga. Memeluknya. Memohon lagi.

Tapi untuk pertama kalinya, Matteo tahu... cintanya tidak cukup untuk menyelamatkan Evelyn dari luka yang keluarganya sendiri ciptakan.

Dan yang paling menyakitkan bukan saat dia ditinggalkan.

Tapi saat dia harus membiarkan Evelyn berjalan sendiri ke dalam gelap—karena kali ini, itu satu-satunya cara untuk menyelamatkannya.

#To be continued

KIS OF THE KILLER [END]Where stories live. Discover now