Part 3

22.3K 922 15
                                    

Hi guys, i'm back.. ahahahaha senang banget pas liat comment kalian. Itu buat aku makin antusias untuk ngelanjutin cerita ini. Ternyata ada juga yang mau luangin waktu buat baca cerita aku. Makasih banget buat para pembaca yang udah sukarela menyumbangkan bintang-bintang di cerita ini. Dan maaf juga baru bisa ngupdate, aku baru selesai ospek dan karena aku udah janji buat lanjutin secepatnya makanya aku usahain. Maaf ya yang udah nunggu -,-v
Cerita ini aku dedikasikan buat 3 orang nazifaamalia FAITH117 gracelarws yang comment cerita ini :*

Enjoy & Keep Reading
_________________________________________

Fey POV

"INI GAK ASIKKK! GAK BANGET! NGEBETEIN! DUHHHHH SEBELL BANGET!" batinku dari tadi ah percuma aja ngedumel, toh gak bisa ngerubah apa-apa.
Sekarang aku duduk di depan om-om rese si "Dimas" yang kata kim gantenglah, apalah. Emang ganteng sih, dia lebih terlihat santai malam ini dengan kemeja abu-abu yang pas badan dan bisa terlihat bentuk badannya yang menggoda mata cewe-cewe. Oh yaampun apa yang aku lakukan, aku bahkan tersedak saat dia mendapati diriku yang sedari tadi memandangnya.

Dan bukan cuman itu yang bikin aku bete lebih jelasnya gak percaya, ternyata Nico yang slalu tante Amel ceritain ke aku adalah Dimas yang beradu mulut dengan ku. Itu pertemuan pertama yang meninggalkan kesan buruk. Yap bahkan dari tadi aku diberikan pandangan mengintimidasi darinya yang sukses membuat aku merasa sangat kecil dan mudah untuk diinjak dan dihancurkan. Tidak heran dia seperti itu, orang aku ngatain dia om-om waktu pertemuan pertama. Tapi kok berasa kayak cuman aku aja yang meninggalkan kesan buruk ya. Padahal dia juga salahkan? Dia bahkan belum minta maaf dan ngatain aku anak kecil.
Dengan berani aku mencoba memandangnya dengan pandangan menantang, kurasakan dahiku berkerut dan sebelah keningku terangkat sebagai ganti dari pertanyaan "ada yang salah denganku?". Aku melihat dia menyandarkan tubuhnya di kursi dan melipat tangan di depan dada. Dan sekarang kita hanya saling beradu pandangan, namun tetap saja aku kalah, bahkan saat ini wajahku memerah karena dia melihatku dengan sangat intens serasa seperti ditelanjangi.

"Chacha udah kelas berapa nak?" tanya tante Amel yang membuat aku legah karena ada alasan aku untuk menyudahi adu pandang yang konyol dengan Dimas

"kelas 3 SMA tante" jawabku seadanya

"jangan panggil tante dong cha, panggil mama aja biar sekalian latihan" balas tante Amel

"iya mam" balasku dengan senyum, agak bingung dengan jawaban tante Amel "jangan panggil tante dong cha, panggil mama aja biar sekalian latihan" namun segera ku tepis pikiran-pikiran aneh yang mengisi kepala cantiku.
Seusai makan malam bersama sekarang kami berada di ruang tamu. Dimas duduk di sampingku dan aku merasa dia masih memandangku intens tanpa mempedulikan gerakan tubuhku yang menandakan aku resah dengan tingkahnya

"Cha kenapa nak?" kurasakan tangan mama menggengam tanganku menyalurkan ketenangan yang sangat membantu buatku. Aku hanya membalas dengan senyuman.
Oh yaampun, aku bahkan tidak bisa menjadi diriku, bukan karena tante Amel dan om Frans yang tidak lain adalah orang tua si Dimas. Aku sudah cukup dekat dengan mereka, dari kecil aku bahkan sangat manja. Itu karena mama dan tante Amel yang bersahabat dari muda. Namun tak kusangka Dimas adalah anak mereka. Yang aku tahu anak mereka namanya Nico. Aku mengagumi sosok Nico yang selalu diceritakan tante Amel. Nico yang aku kenal sangat dewasa walaupun masih muda. Selama ini aku tidak pernah bertemu dengannya karena dia sangat fokus dengan sekolahnya. Dan hari ini aku bertemu dengan sosok Nico yang ternyata adalah Dimas. Aku sangat mengetahui banyak tentang Nico, dia masih 20 tahun kalo gak salah dan dia sudah mendapatkan gelar masternya di oxford.

"chacha kok dari tadi cuma diam, kalo ditanyain cuma jawab seadanya. Chacha sakit?" tanya tante amel khwatir diikuti pandangan om frans, papa, mama dan dimas

Love or ObsessionWhere stories live. Discover now