Gorden dijemur, lantai dipel, bahkan semprotan pengharum ruangan disemprot lebih banyak dari biasanya.
Harapannya sih, kamar itu bisa kasih kesan “cowok bersih dan bertanggung jawab”.
Di luar, suara langkah kaki dan percakapan kecil mulai terdengar di lorong apartemen.
TING TONG.
Bel pintu bunyi.
“Farrel, tolong bukain ya!” teriak Aran dari dapur.
“Siap!”
Farrel jalan ke pintu depan sambil narik napas. “Oke, saatnya jadi tuan rumah yang sopan dan ramah…”
Farrel ngebuka pintu, dan seperti yang ia duga, disana berdiri Indah, Farrel melakukan hal seperti yang dilakukan waktu di cermin tadi, senyum ramah yang sudah disiapin sejak tadi, dan ketika ingin mengatakan hal itu ia langsung membeku.
“Selamat sore—eh?!”
Di sana berdiri Indah—masih dengan wajah ceria khasnya, dua tangan penuh kantong belanja dari supermarket. Ada tumpukan tisu gulung, sabun, snack, sampai sikat gigi isi empat. Kayaknya kalau dirapel bisa buka warung.
“Eh… Tante, ini semua buat… kita?” tanya Farrel bingung.
“Iya dong! Kita kan mau tinggal bareng, jangan panggil Tante dong, panggil Mamah aja, kan aku udah resmi jadi ibu kamu.” ucap Indah
“Ahh, iya, M-mah. Tapi ini kayaknya kebanyakan barang belanjaan-nya, cukup buat dua bulan ke depan ini.”
Sebelum Farrel bisa ngomong lebih jauh, muncul sosok cewek dari balik punggung Indah, yaitu Marsha. Dengan ekspresi lelah dan dua kantong plastik besar di tangan.
“Maaf ya, Farrel. Mamaku emang nggak bisa nolak kalau ditawari promo di kasir.”
“Hey, kamu bikin Mamah kayak... korban diskon!” protes Indah.
“Lho, memangnya bukan?” jawab Marsha sambil nyengir kecil.
Farrel tersenyum kaku. Satu sisi dia pengen sopan sama Indah yang sudah jadi ibu tiri barunya, tapi disisi lain Marsha ngeliatin dia dengan tatapan seperti. “jangan manja-manjain Ibuku ya.”
Dilema. Bener-bener dilema.
“Udah yuk masuk. Aku bantu bawa barangnya,” kata Farrel akhirnya, mencoba netral.
Farrel memutuskan untuk mengabaikannya. Kata orang bijak, kalau mau hidup tenang sebagai jomblo, kadang-kadang kita harus punya skill buat cuek terhadap hal-hal kecil.
Lagipula, Indah sama sekali nggak kelihatan terganggu. Dia cuma tersenyum waktu nyodorin kantong plastik belanjaan ke Farrel.
“Terima kasih ya. Kamu cowok yang bisa diandalin banget.”
“Ahaha.” Farrel cuma kasih senyuman kecil mendengar pujiannya, lalu berbalik masuk.
Dia udah nyiapin dua pasang sandal baru yang dibelinya dari toko perabot dekat kos, dan langsung nawarin ke Indah dan Marsha.
“Silakan, pakai dulu. Biar kaki nggak dingin kena lantai keramik.”
Begitu mereka masuk ke ruang tamu, Indah menghirup udara dalam-dalam, lalu bersuara pelan tapi jelas, “Hmmm, wangi jeruk ya... enak banget.”
Marsha juga ngelirik sekeliling, pandangannya berhenti di lantai yang mengkilap dan sofa yang kelihatan bersih.
“Kamu beneran jaga kebersihan ya. Aku kira bakal berantakan.”
“Yah, tadi pagi sempat beberes dadakan sih,” kata Farrel sambil garuk-garuk tengkuk. “Biasanya sih nggak segini rapi”
“Ini persis kayak yang Aran bilang ke aku. Katanya kamu suka banget bersih-bersih rumah.”
YOU ARE READING
Not 'Really' Siblings
RomanceHari pertama tinggal seatap dengan orang asing. Lebih tepatnya, dengan seorang gadis yang... terlalu serius, terlalu pintar, dan terlalu cantik untuk jadi adik tiri. Namanya Farrel, Mahasiswa biasa yang mendadak punya keluarga baru karena ayahnya me...
Chapter 2
Start from the beginning
