Once in a Lifetime

932 6 0
                                        

Langit sore menggantung redup, dan di bawah sinar oranye yang pudar, wajah Bu Cynthia tetap saja sama. Cantik dan Menawan

Aku duduk di bangku paling depan ruang kuliah, seolah ingin mencuri perhatiannya dari balik meja dosen. Tak seorang pun di kelas sadar kalau aku tak mencatat apa pun, hanya memandangi guratan halus di sekitar matanya, kilau tipis di bibirnya, dan rambutnya yang selalu tertata sempurna, kontras dengan isi kepalaku yang makin berantakan.

Namaku Rangga. Mahasiswa semester akhir. Banyak yang bilang aku jenius dan ahli dalam berbagai hal, tapi aku tak peduli. Karena bagiku, hanya satu hal yang belum bisa kutaklukkan. perempuan bernama Cynthia. Dosen sosiologi yang sepuluh tahun lebih tua, dengan suara selembut senja dan tatapan yang selalu terasa jauh. Terlalu jauh.

Aku menyukainya. Sudah lama. Tapi kata 'suka' terlalu remeh. Ini lebih. Obsesi? Mungkin. Tapi apa salahnya jatuh terlalu dalam? Dari dulu, aku sudah sangat mengincarnya. Hampir semua hal kulakukan untuk mendapatkan perhatiannya, namun tak membuat hatinya luluh kepadaku.

Hingga pada hari ini, aku membulatkan tekad untuk berterus terang kepadanya.

"Bu Cynthia, boleh bicara sebentar? Saya tunggu di parkiran dosen. Hanya sebentar."

Tak kuberi waktu untuk ragu. Sudah cukup aku bersembunyi di balik tugas-tugas dan presentasi. Jika ini salah, biarlah jadi salah yang kunikmati.

Cynthia datang. Langkahnya lambat, tas kulit di tangannya seolah tahu bahwa sore ini akan terasa berat. Ia membuka pintu mobilku dan duduk tanpa suara.

"Ada apa, Rangga?" tanyanya pelan, suaranya tak berubah—tenang, tapi menjaga jarak.

Aku menatapnya. "Saya... suka sama Ibu."

Ia mengerjapkan mata sekali. Tidak kaget. Mungkin sudah menduganya.

"Saya tahu ini salah. Saya tahu batas. Tapi saya gak bisa tahan, Bu. Saya... mikirin Ibu tiap malam. Gak cuma soal tubuh Ibu—tapi semuanya. Cara Ibu bicara. Cara Ibu tersenyum waktu menjelaskan. Bahkan cara Ibu marah..."

"Rangga," potongnya, halus, "perasaanmu... tidak bisa saya balas. Saya dosenmu. Saya lebih tua. Ini tidak sehat."

Aku mengangguk. Tapi senyumku aneh. Seperti sedang kalah, tapi tetap ingin bermain.

"Kalau saya lulus, kita bisa bicara lagi?" tanyaku, setengah bercanda, setengah berdoa.

Cynthia menarik napas panjang. "Itu bukan soal status, Rangga. Saya tidak mencari hubungan seperti itu."

Aku diam. Lalu berkata dengan suara nyaris berbisik.

"Kalau saya nggak bisa lupakan Ibu, saya bakal... rusak."

Ia menoleh. Ada kilatan tajam di matanya, tapi juga iba. "Jangan ngomong kayak gitu."

"Apa Ibu yakin saya nggak akan melakukan sesuatu yang buruk? Bukan ke Ibu. Ke diri saya sendiri."

Hening. Burung-burung sore seperti ikut menggantung di udara yang makin tipis.

Aku menunduk. "Saya nggak akan maksa. Tapi... saya cuma minta satu hal."

"Rangga..."

"Temui saya. Sekali saja. Gak di kampus, gak di rumah Ibu. Saya janji gak bakal macem-macem. Saya cuma pengen ngobrol. Tutup cerita ini baik-baik."

~

~

~

Kelanjutannya ada di Karyakarsa.

Link di bio profile :p

Not For Child Area(from KK)Where stories live. Discover now