Gue berdecak sebal, "Dalam sebulan ini kak Tyo sebagai mantan kapten masih ngawasin kok. Otomatis dia masih sedikit ada tanggung jawabnya lah."

Rizal terdiam, mungkin dia lagi mencerna omongan gue tadi.

"Alasan lo keluar apa? Apa karena –"

"Stop. Gue lagi males omongin dia. Dan dia menjadi alasan gue untuk keluar." Meskipun gue gak nyeritain msalahnya pun Rizal bakalan tahu, waktu gue lagi sempet ngehindari dia, Rizal lah yang pertama kali gue curhatin. Karena, yah, hanya Rizal yang tahu perasaan gue ke 'dia'.

"Wik, maafin gue ya, coba aja gue gak mencoba ngedeketin lo ke kak Rifki..." Rizal menunduk, wajahnya terlihat sangat menyesal. Melihat itu, gue jadi gak enak, karena selama ini gue sering nyusahin dia.

"Bukan salah lo kok Zal. Gue nya aja yang pengecut dan kurang beruntung."

Rizal tersenyum, lalu menepuk kedua bahu gue, "Tenang aja Wik, gue bakal bantu lo ngomong ke kak Tyo deh."

"Makasih. Lo emang sahabat terbaik gue –"

"Riz –"

Ucapan gue terpotong saat gue denger ada orang yang manggil Rizal dengan suara yang cukup keras. Dan betapa kagetnya gue saat yang gue lihat adalah kak Ana dan kak Rifki yang menyeret kak Ana dengan menarik rambutnya.

Kak Ana terlihat kaget waktu liat gue yang balik memandangnya, namun kak Rifki, tak melihat gue maupun Rizal karena ia terus saja berjalan lurus dengan wajah dinginnya dan berbelok ke gudang olahraga dengan masih menyeret kak Ana.

Ada apa dengan mereka? Kenapa kak Ana diseret kasar sama kak Rifki? Dan saat gue lihat ke sekeliling tempat gue berdiri, tampak siswa dan siswi terkikik geli setelah kak Ana dan kak Rifki melewati mereka.

"Ih, Ana seneng deh. dia kan cewek pertama yang dekat dengan si dingin Rifki."

"Iya... mereka tuh kayaknya bener-bener udah jadian deh, gue waktu itu lihat mereka jalan bareng di alun-alun."

"Tapi kenapa Rifki kasar gitu ke ana?"

"Ah, kayak gak tahu aja. Mungkin Rifki lagi gak dapet jatah dari Ana jadi –yah... gitu deh! hihihi~"

Beberapa siswi yang bergerombol sambil membicarakan kak Ana dan kak Rifki membuat semua sistem syaraf yang ada di tubuh gue seakan putus. Gue merasa kaki gue gak napak lagi di lantai ini.

"Wik, lo nangis?"

Seakan tersadar akan sesuatu, gue merasakan ada sesuatu yang turun melewati pipi gue. Dan saat pipi gue tersentuh, jari-jari gue basah.

Gue nangis? Sejak kapan? Gue gak ngerasa saat penglihatan gue memburam dengan adanya air mata.

"Wik, sudahlah, sia-sia lo nangisin cowok yang gak peka sama lo."

Iya, gue emang bego! Nangisin cowok yang memang gak peduli ke gue. Gue emang tolol karena masih ngarepin dia buat gue. Dan gue lebih idiot lagi, karena ternyata kak Ana yang juga deket dengan gue bisa menjadi senjata terampuh buat gue agar hancur.

Gue gak lagi denger omongan Rizal karena saat itu juga gue lari ninggalin dia. Dan gue udah gak ada niat untuk masuk ke kelas.

.

.

.

.

(Rifki's POV)

"Ada orang yang suka sama lo."

"Siapa?"

"Wika."

Girlfriend Or Boyfriend? (Love You More book II)Where stories live. Discover now