►9

2.7K 294 23
                                    

Sebenarnya pagi ini Wika sangat malas untuk memulai harinya dengan bangun pagi dan berangkat sekolah. Ada satu alasan yang membuat dirinya hari ini malas untuk berangkat sekolah setelah kejadian kemarin di beranda rumahnya.

Rifki dan Ana...

Entah kenapa Wika mengingat kedua nama tersebut membut hatinya nyeri bukan main. Ia seperti terkhianati namun disisi lain, dikhianati dalam bentuk apa? Ariana adalah gadis yang Wika kenal dulu ketika dia masih kecil karena dulu rumah mereka berdekatan, dan bukan salah Ariana sekarang jadi dekat dengan laki-laki yang sedang ia sukai –Rifki. Toh, Ariana dulu yang mengenal Rifki daripadanya. Tapi .... entah kenapa, Wika sekarang terlihat kesal jika melihat Ana yang sedang berdekatan dengan Rifki. Terutama Rifki, Wika ingin sekali berteriak pada pemuda yang dicintainya itu bahwa ia mencintainya dan ingin terus bersamanya. Tapi apa daya, Wika tak seberani itu. Ia tak bisa menaikkan keberaniannya untuk mengungkapkan isi hatinya pada Rifki –anggap saja dirinya pengecut, tapi Wika telah memunculkan tanda-tanda rasa sayang pada Rifki sebagai gantinya –berharap Rifki menyadari perasaannya dan menyambut hatinya –sayang sekali, pemuda itu sampai sekarang seperti tidak mengetahuinya, ia mungkin menganggapnya hanya sebagai adik yang harus dilindungi.

"Gue lelah..." desis Wika saat ia berjalan memasuki gerbang sekolah. Sungguh, ia tidak berniat berangkat sekolah hari ini –terutama jika ia bertemu dan bertatap muka dengan Rifki atau Ariana. Tapi ada sesuatu yang harus ia selesaikan –urusan ekskul. Yah... Wika akan keluar sebagai manajer di ekskul sepak bola. Tak ada gunanya lagi ia disana. Semua yang ia lakukan semuanya sia-sia karena sekarang ia merasa hatinya retak –oh! Bahkan mungkin sebentar lagi hatinya patah atau hancur jika hari ini ia mendengar kabar kalau Rifki-Ana sudah menjadi sepasang kekasih.

(Wika's POV)

Rasanya gue emang udah gak niat berangkat sekolah hari ini. Lihat gue udah di depan kelas, bikin mood gue langsung drop. Entahlah. Bila kata pepatah si sekarang gue lagi ngerasain 'Hidup susah, Mati pun segan.' Tapi hari ini gue niat ngundurin diri jadi manajer di klub sepak bola dengan meminta bantuan Rizal yang nanti akan ngasih tahu ke kak Tyo. Sebenarnya gue gak enak, masuk dan keluar seenaknya saja. Tapi mau gimana lagi coba? Gue masuk ke klub kan emang ada tujuannya. Plis, jangan bikin aku buat cerita alasan kenapa gue ada di klub sepak bola, gue lagi sensitif dengan nama seseorang –oh! Atau mungkin dua.

"Yan, Rizal mana?" ngelihat tas Rizal di kelas tetapi orangnya gak ada, gue tanya ke salah satu temen gue di kelas.

"Tadi disuruh pak Bowo buat ambi bola voli di gudang olahraga."

Oh iya, sekarang kelas gue ada jam olahraga –dan gue lupa bawa baju olahraga. Ya gak papa sih, toh, entar gue mau ijin aja gak ikut dan mungkin UKS menjadi alternatif mudah buat gue nenangin diri.

"Kira-kira Rizal masih disana gak?"

"Ya gue kagak tahu juga, Wik. Lo cek aja kesana."

Tanpa Rian kasih tahu juga gue bakal nyusul Rizal kesana kok. Tanpa menaruh tas terebih dulu, gue langsung aja pergi menuju gudang penyimpanan alat olahraga. Gak terlalu jauh jaraknya dari kelas gue. Dan benar, saat gue mau belok, gue pas-pasan ma Rizal.

"Zal, gue mau ngomong!"

Rizal yang masih kaget dengan kehadiran gue yang tiba-tiba, diem aja waktu gue seret ia sampai di depan lab. komputer yang memang letaknya paling dekat engan gudang olahraga.

"Zal, gue mau keluar dari klub sepak bola."

Sejenak, Rizal hanya mengedipkan kedua matanya bingung, "Loh? Kok ngomongnya ke gue sih?"

"Kan lo sodaraan sama kak Tyo, bantu gue bilang ke dia."

"Eh, tunggu Wik. Bukannya minggu kemaren kak Tyo pensiun jadi kapten dan di gantiin sama anak kelas 11?"

Girlfriend Or Boyfriend? (Love You More book II)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora