Tanpa sebab, Sunghoon terusir dari rumahnya. Dia benar-benar terusir, sedangkan diluar sedang hujan. Tak ada belas kasihan, ia meninggalkan rumah itu sembari membawa barang-barangnya yang ia rasa penting. Tak peduli dengan hujan yang terus turun membasahi dirinya, ia tidak berniat menepi sama sekali.
Entahlah ia harus pergi kemana, sepertinya harus tidur di halte atau mungkin depan toko yang tutup. Mobil terus berlalu lalang, beberapa kali ia terkena cipratan. Namun, tiba-iba sebuah mobil berhenti didepannya. Keluarlah sosok dengan kemeja hitam membawa payung hitam.
"Sedang apa kau di sini?"
"Mereka mengusirku."
"Kau tahu mau pergi kemana?"
Ia menggeleng. Tidak mungki ke apartemen Gaeul dan dia tidak mau merepotkan Sunoo lagi. Dia tidak ada uang untuk menyewa apartemen atau rumah, bahkan untuk hotelpun. Kartunya sudah diambil.
"Ikutlah denganku."
"Aku tidak mau merepotkanmu, dokter."
Yang lebih tua menghela napas berat. "Tidak ada yang merepotkan, ayo!"
Sunghoon mengikuti laki-laki tersebut, duduk di kursi penumpang depan dan kopernya di taruh di kursi penumpang belakang. Tak lama si pemilik mobil masuk, keadaannya tetap basah meskipun menggunakan payung.
Mobil hitam tersebut kembali berjalan tanpa Sunghoon ketahui tujuannya, dia hanya tahu akhirnya sampai di sebuah rumah besar yang bahkan lebih besar dari milik keluarganya. Para penjaga datang dengan payung untuk keduanya.
"Bawa masuk koper di dalam dan taruh di kamar tamu yang disiapkan," titah Jake sebelum masuk, ia sempat mengajak Sunghoon yang tampak ragu. Keduanya memasuki rumah besar tersebut dan mendapat sambutan dari seorang wanita paruh baya.
"Sayang, kau benar-benar basah. Mandilah dengan air hangat, lalu turun ya?" Sojung datang dengan panik, memberikan Sunghoon handuk dan mengusap wajahnya dengan handuk kecil. "Tolong antarkan ke kamarnya."
Seorang pelayan menghampiri mereka dan langsung menunjukkan jalan ke kamar tamu yang telah disiapkan untuk Sunghoon. Di jalan, Jake sempat mengabari bibinya maka dari itu semuanya sudah siap saat mereka baru datang.
"Anak itu belum pulang lagi?"
"Iya, tuan," jawab kepala pelayan.
"Beritahu padanya untuk tidak pulang ke sini, suruh dia pulang ke apartemen. Selalu beri kabar jika akan datang ke rumah atau kantor." Perintahnya sebelum ia pergi ke kamarnya yang berada dilantai dua.
"Anak itu seperti tidak pernah muda saja," ujar Sojung dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tuan seorang mahasiswa kedokteran."
Sojung menepuk jidatnya, ia lupa keponakannya itu seorang dokter. Dulu dia sangat sibuk dan tidak sebebas orang-orang. "Dia harus segera menikah, usinya sebentar lagi 40 tahun."
"Tuan masih 32 tahun."
"8 tahun lagi kan 40 tahun."
Kepala pelayan hanya mengangguk saja, mau bagaimana lagi daripada ia dipecat dengan alasan tidak sepemikiran dengan salah satu bosnya.
Tak lama Sunghoon turun, disusul oleh Jake. Mereka pergi ke ruang makan, Sojung sudah meminta pelayan menyiapkan teh hangat dengan soup untuk keduanya yang baru saja kehujanan. "Tinggallah disini." Sojung mengusap kepala Sunghoon dengan penuh sayang.
"Aku tidak mau merepotkan dokter."
"Hey, ini rumahku juga. Meskipun atas namanya dan uangnya." Sojung tertawa diikuti Sunghoon yang tertawa kecil. "Kau tidak masalahkan, Jake?"
YOU ARE READING
CASA VACÍA
Fanfiction[BL | JAKE & SUNGHOON / JAKEHOON] Tempat ia dibesarkan tak pernah mengajarkannya cara merasa aman. Namun dalam pelukan asing, dengan seikat krisan di tangan, ia mulai percaya bahwa rumah bisa dibangun dari hati, bukan darah. [31-07-25]
