Pagi itu masih terasa dingin. Sinar matahari baru menembus tirai ruang makan saat keluarga baru itu menyantap sarapan bersama. Meskipun di meja makan hanya ada tawa kecil dari Sangho dan Sunhee, dua remaja yang duduk di seberangnya tampak seperti duduk di atas ranjau darurat.
Wooyoung makan terburu-buru, seragamnya sudah kusut padahal belum dipakai seharian. Rambutnya acak-acakan, dasinya menggantung sembarangan, dan wajahnya menunjukkan jelas bahwa ia tidak tidur cukup semalam.
Di sisi lain, San duduk rapi dengan wajah datar khasnya. Seragamnya sudah disetrika sempurna, rambutnya tersisir ke samping, dan bahkan sepatu sekolahnya mengilap seolah baru dibeli kemarin.
Sangho menyandarkan punggungnya ke kursi dan menatap dua anak itu dengan senyum kecil.
"Jadi, kalian mau diantar atau jalan sendiri ke sekolah hari ini?" tanyanya santai, menyeruput teh.
San membuka mulut, hendak menjawab, tetapi seperti biasa Wooyoung tak sabaran.
"Enggak usah!" potong Wooyoung cepat. "Wooyoung bisa ke sekolah sendiri, gak butuh dianter."
San menutup mulutnya lagi, diam.
Sangho sedikit menaikkan alis, lalu mengangguk. "Oke, kalau begitu. Jaga diri baik-baik, ya."
Ia berdiri, mengambil jas kerjanya, mencium kening istrinya, dan berjalan ke luar rumah menuju mobilnya.
Begitu suara mesin mobil menjauh, Wooyoung langsung mengangkat tasnya yang gembung isinya tak jelas apa, karena ia jelas belum merapikan barang-barangnya.
Sementara itu, San sudah siap, mengambil helmnya dan berjalan keluar rumah tanpa berkata apa-apa.
Wooyoung sempat melirik, lalu mengikuti dari belakang.
Begitu sampai di halaman rumah, San membuka kunci motornya. Motor sport hitam miliknya berdiri gagah di sana. Bersih, kinclong, dan keren. Wooyoung terpaku sejenak.
Iri.
Ia bahkan belum bisa membeli motor sendiri. Ibunya bilang akan dibelikan kalau nilai sekolahnya naik dan lebih bertanggung jawab. Tapi sekarang? Mustahil.
San yang melihat Wooyoung melotot ke arah motornya, menepuk jok belakang.
"Naik. Bareng aja."
Wooyoung mencibir. "Gak usah. Gue nunggu temen."
San tidak membalas, hanya menaiki motornya dan mulai menyalakan mesin. Tapi saat Wooyoung melirik jam tangannya 08:10.
Matanya melebar.
"Gila! Gue bisa telat!"
Tanpa berpikir panjang, ia langsung lompat naik ke belakang motor San.
"WOI!" San hampir kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terhuyung ke kiri, tapi refleks cepatnya menahan motor agar tak jatuh.
"Gas! Gas buruan!" seru Wooyoung sambil mencengkeram pundaknya.
San menoleh sedikit ke belakang. "Lo tuh ngasih aba-aba dulu napa."
Tapi ia tetap mengendarai motornya keluar dari rumah dengan kecepatan sedang.
Beberapa menit berjalan, Wooyoung mulai gelisah.
"Lo ini nyetir atau manasin motor, sih?" Wooyoung mulai ngomel. "Kita bisa tua di jalan kalau kayak gini!"
"Yaudah nyetir aja sendiri" jawab San tanpa menoleh, datar.
"Gue gak punya motor!" Wooyoung menggerutu.
Tanpa pikir panjang, ia memukul helm San pelan.
Duk!
YOU ARE READING
We're Too Close || SANWOO / WOOSAN
RomanceWooyoung dan San dipertemukan karena pernikahan orang tua mereka. Tinggal serumah, seumuran, tapi dunia mereka begitu berbeda. Wooyoung ingin membenci San karena canggung, karena salah, karena perasaan itu tak seharusnya ada. Tapi semakin ia mencoba...
