Bintang - Dr. Alianka Bintang Soebanadja , Sp.A

300 16 0
                                    

Aku merasakan sinar terang mengganggu tidur nyenyakku. Aku menggeram pelan dan menarik selimut lebih tinggi ke dadaku.
Tak sampai disitu , nampaknya ada seseorang yang duduk di ujung kasurku. Aku menggeser dudukku menjauhinya.

Tunggu dulu. Duduk ? Perlahan aku membuka mataku dan tampaklah senyum mami di hadapanku. Aku mengerjap -ngerjap dan terbelalak kaget. Aku baru sadar , bahwa aku tidur semalaman sambil duduk , membaca buku Excitotoxins karya Russel.L. Blaylock. M.D.

Aku segera melepas kacamataku dan menatap mami dengan tak enak.

" sudah berapa kali sih mami bilang , bintang. Jangan sampe kalau kamu keasikan baca dan sampai ketiduran. Nggak baik , bi. " ucap mami sambil mengambil buku ku dan kacamataku dan menaruhnya di meja kecil disebelah ranjangku.

" maaf , mi. Kemarin bintang keasyikan baca. Lupa lepas kacamata." Ucapku apa adanya.

" lihat tuh mata kamu. Kantong nya makin besar , bi. Kamu itu wanita dewasa lho. Bagaimana bisa ada laki-laki yang melirik mu kalau kamu nggak jaga badan dan wajahmu. Jangan terlalu memforsir pikiran dan tubuhmu." Nasihat mami.

Oh , god. Aku paling tidak suka saat mama mulai membicarakan hal seperti ini.

" mi , bintang nggak memforsir. Bintang cuma mau nambah wawasan." Kilah ku.

Mami menatap ku prihatin dan menggenggam tanganku.

" sudah. Ini sudah jam setengah 9.Kamu mandi dan sarapan di bawah. Mami sudah masak sayur lodeh kesukaan kamu. " ucap mami seraya bangkit berdiri.

Aku tersenyum dan mengangguk. Mami berjalan keluar dan menutup pintu.
Aku bangkit berdiri dan menata kasurku hingga rapi kembali. Lalu , aku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan badan.

Sebelum itu , aku mengecek apa yang dikatakan mami tadi. Aku berdiri di depan kaca wastafel dan memang benar , menjalani studi kedokteran selama 9 tahun ini membuat kantong mataku membesar dan menghitam. Aku mendesah lelah dan menanggalkan pakaianku untuk membersihkan diri.

Tak sampai 15 menit bebersih , aku keluar dari kamar mandi dan mengambil blouse tipis berkerah yang kupadu dengan rok sepan selutut. Dan tak lupa aku memakai jas putih kebesaranku dan menenteng tas hitam besarku berisi buku-buku dan dokumen para pasien.

Aku mengambil kacamata yang tergeletak di meja nakas dan memakainya, lalu dengan cepat aku melangkah keluar dari kamarku.

Saat aku melangkah kebawah , bau-bau masakan menyergap hidungku dan membuatku tergiur untuk memakan hidangan yang ada.

" pagi , ma , pa. Pagi , lan. " panggil ku pada orangtua ku dan adikku yang masih duduk di bangku SMA , Ellianka Bulan Soebanadja.

" pagi , kak. Tumben telat bangun nya? " tanya bulan sambil memakan sarapannya. Aku segera mengambil piring dan mengisinya dengan sayur lodeh dan sambal buatan mami.

" paling kakakmu lagi pacaran sama buku semalam , jadi kesiangan deh bangunnya. " ejek papi. Aku mencibir menghadap papi.

" bintang kan menambah ilmu , pi. " dumelku.

" alah kak bintang ini. Perasaan otak nya kakak udah full dan nggak muat buat nampung lagi. " timpal Bintang dengan mulut penuh makanan.

" Lan , kakak kan sudah bilang , jangan suka makan sambil bicara. Itu nggak baik , lan. karena-"

" -karena saat katub menutupi jalur udara sewaktu kita menelan makanan, tiba-tiba katub tersebut membuka karena kita bicara. Akibatnya, bisa jadi secuil makanan menyelinap masuk ke saluran udara. Ini bisa berakibat fatal. Blah. Aku hafal , kak " ucap bulan tanpa terbata. Aku terpana. Bagaimana dia bisa lancar mengatakannya?

Fozen HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang