Tangled Red Strings

126 12 0
                                        

Pernahkah kalian mendengar kisah tentang Kisah Benang Merah yang sering menjadi kisah romantis seseorang yang menemukan kekasih hati dan hidup bahagia selamanya? Bahkan benang merah itu tidak akan terputus di kehidupan selanjutnya dan akan mempertemukan mereka kembali menjadi sepasang kekasih. Kisah seperti ini memang romantis, siapa yang tidak senang dipertemukan dengan kekasih hati melalui benang merah yang saling tertaut di kelingking masing-masing. Awalnya, Mu Qing juga merasa ini adalah kisah yang romantis ketika mendengar dari ibunya dan Mu Qing juga merasa kedua orangtuanya sangat beruntung menemukan satu sama lain. Ia bisa melihat betapa indahnya benang merah yang menghubungkan jari kelingking sang ibu dengan ayahnya.

Jika kalian bertanya, apakah Mu Qing bisa melihat benang merah itu? Benar, semua orang bisa melihat benang merah orang lain, termasuk Mu Qing. Namun, ia belum bisa melihat benang merahnya sendiri sampai ia berumur tujuh belas tahun. Sejak dulu, ia menantikan umur tujuh belas, menunggu dengan tidak sabar untuk melihat benang itu. Ia menantikan untuk menemukan pasangan hidupnya, berharap mendapatkan kebahagiaan seperti kedua orang tuanya. Namun, ada dua hal yang membuat Mu Qing tidak ingin bisa melihat benang merah itu lagi. Ia berharap tidak pernah melihatnya lagi.

Saat itu hujan deras di kotanya, awan mendung menggelayut sepanjang hari Sabtu. Saat itu telepon rumah Mu Qing berdering, ibunya yang mengangkat. Cukup lama sang ibu terdiam setelah mengucap halo, selanjutnya yang terjadi telepon itu ditutup dan tubuh ibu merosot terduduk ke lantai. Mu Qing menghampiri ibunya dengan khawatir, "Ada apa ibu?" tanyanya.

Sang ibu menatap anak lelakinya, air matanya tertumpuk di mata wanita paruh baya itu. Siap jatuh kapan saja. "Mu Qing, ayah sudah tidak bersama kita lagi." Seperti terkena petir, tubuh Mu Qing membeku. Tubuhnya terduduk di samping ibunya, matanya perlahan menangkap benang merah di kelingking sang ibu berubah menjadi transparan kemudian menghilang. Saat itu umurnya hanya tiga belas tahun dan ia harus menemukan fakta baru kalau benang merah itu akan menghilang ketika salah satunya pergi lebih dahulu dan tidak akan muncul lagi sampai yang lainnya menyusul. Ia takut sekali, sampai-sampai setiap hari ia hanya memegang jari kelingking ibunya dengan erat. Berharap benang itu muncul kembali walau tidak mungkin.

Sebagaimana manusia yang ditinggalkan, keduanya harus kembali bangkit untuk menjalani hidup. Tabungan yang dikumpulkan sang ayah tidak akan cukup untuk biaya sekolah Mu Qing hingga sekolah menengah atas dan makan mereka sehari-hari, ini membuat ibunya mulai mencari pekerjaan. Apapun. Asal mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekolah Mu Qing. Sampai suatu hari sang ibu diterima bekerja sebagai asisten rumah tangga di sebuah rumah besar, pemiliknya sangat kaya, entah di mana sang ibu bisa mengenalnya. Namun semenjak bekerja di sana, sang ibu memutuskan untuk menjual rumah mereka dan menggunakan uang itu untuk tambahan kebutuhan sehari-hari mereka dan tabungan untuk sekolah Mu Qing. Setelahnya Mu Qing dan ibunya tinggal di rumah besar itu.

Sang pemilik rumah memiliki anak laki-laki seumuran dengan Mu Qing. Namanya Xie Lian. Wajahnya tampan dan sikapnya sangat sopan, semua orang yang bekerja di rumah itu sangat menyukai Xie Lian, pun dengan ibunya. Mu Qing yang sesekali membantu sang ibu mengerjakan pekerjaannya terkadang melihat Xie Lian bersama seorang anak laki-laki lain, badannya sedikit lebih tinggi dari Xie Lian—mungkin tidak berbeda jauh dari dirinya—yang kemudian ia ketahui namanya adalah Feng Xin dari panggilan-panggilan Xie Lian saat keduanya bermain. Wajah anak laki-laki itu cukup tampan, terkadang Mu Qing menatapnya sangat lama dan berharap bisa mengobrol dengannya seperti yang Xie Lian lakukan selama ini. Tapi, apa daya, Mu Qing tahu diri sebagai anak seorang pembantu, ia tidak mungkin memiliki kesempatan itu.

Ia terdengar begitu kecewa pada sesuatu yang ia bayangkan sendiri, namun ia hanya mencoba untuk tidak berharap pada sesuatu yang tidak mungkin. Selain membantu ibunya, Mu Qing sangat tekun belajar. Ia akan segera lulus dan sedang mencari beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya, sehingga waktunya banyak dihabiskan untuk belajar. Ia harus berjuang lebih ekstra sekarang, ia tidak mau terlalu membebani sang ibu. Setidaknya dengan mendapatkan beasiswa, ibunya tidak perlu terlalu memikirkan tentang uang. Sekolah di mana pun tidak masalah bagi Mu Qing.

Red String | Feng Xin & Mu QingWhere stories live. Discover now