4. Algoritma Takdir

12 2 0
                                        

Pagi itu, Nadia terbangun dengan malas, tangannya meraba ponsel di atas nakas. Matanya masih setengah tertutup saat ia mengusap layar, mengecek notifikasi yang masuk semalaman.

Lalu, di sana, di tengah deretan pesan dan surel kerja, satu notifikasi mencolok menarik perhatiannya.

"Kontrak SoulmateSync akan segera dimulai. Bersiaplah untuk pertemuan pertama dengan pasangan Anda."

Nadia mengernyit, tiba-tiba sepenuhnya sadar. Butuh beberapa detik sebelum ingatan semalam kembali: aplikasi misterius itu, nama "Raka Rahardian," dan tombol TERIMA KONTRAK yang akhirnya ia tekan.

Tapi... kontrak? Sejak kapan?

Ia buru-buru membuka aplikasinya lagi. Begitu masuk, layar langsung menampilkan pesan baru:

"Pertemuan pertama dijadwalkan hari ini pukul 10.00 WIB. Lokasi akan diberikan sebelum pertemuan. Bersiaplah untuk interaksi awal dengan pasangan Anda."

Nadia terduduk di kasur. Pukul 10? Itu berarti tinggal beberapa jam lagi!

Tanpa pikir panjang, ia melompat dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Ini bukan pertemuan yang ada di jadwalnya, tapi tetap saja, ini pertemuan dengan seseorang yang secara algoritma dianggap sebagai pasangan idealnya.

Dan siapa tahu? Kalau ternyata cocok, bisa jadi ini beneran jodoh.

Nadia mematut dirinya di depan cermin, memeriksa sekali lagi penampilannya. Rambut tertata sempurna, riasan wajah on point, outfit yang stylish tapi tetap terlihat effortless. Semuanya sudah sesuai standar... terlalu sesuai standar.

Tangannya yang sedang membetulkan jas semi formal tiba-tiba berhenti.

Tunggu. Ini kenapa gue malah terpengaruh aplikasi sih?

Dahinya berkerut, otaknya mulai memproses apa yang baru saja terjadi. Sejak kapan ia setergerak ini hanya karena satu notifikasi? Kenapa ia sampai buru-buru dandan pagi-pagi untuk seseorang yang bahkan belum pernah ia temui?

Gila, ini bodoh banget.

Nadia menatap pantulan dirinya di cermin dengan tatapan skeptis. Gue kayak desperate banget, nggak sih?

Pikirannya langsung berputar ke semalam. Perasaan frustrasi karena selalu gagal menemukan pasangan, perasaan ingin 'menang' setelah melihat Adnan melamar cewek lain, dan—yang paling berat—perasaan takut kalau ia memang ditakdirkan untuk sendirian. Semua itu bercampur jadi satu saat ia menekan tombol "TERIMA KONTRAK."

Tapi apakah ini langkah yang benar? Atau hanya reaksi spontan dari keinginannya untuk membuktikan sesuatu?

Nadia menghela napas dan menjatuhkan diri ke kasur. Di satu sisi, ia tahu ini konyol. Jatuh ke dalam jebakan algoritma? Seolah-olah AI tahu lebih baik soal jodohnya daripada dia sendiri?

Tapi di sisi lain... kalau ini memang bisa jadi jalan keluar?

Mia menyilangkan tangan di dada, berdiri di ambang pintu kamar Nadia dengan ekspresi yang sulit dibaca. Matanya menyapu dari kepala sampai kaki, menilai setiap detail dari penampilan sahabatnya yang sudah siap rapi.

"Apa gue ketinggalan sesuatu?" tanya Mia akhirnya. "Lo ada photoshoot hari ini?"

Nadia yang sedang mengecek tasnya melirik sekilas. "Nggak."

Mia mengernyit. "Meeting brand baru?"

"Nggak juga."

Mia menatapnya lebih tajam. "Terus kenapa lo siap-siap kayak mau kencan?"

Nadia terdiam sesaat sebelum menutup resleting tasnya dengan sedikit tenaga berlebihan. "Bukan kencan, kok. Cuma... ketemu orang."

Mata Mia menyipit. "Jangan bilang ini soal aplikasi semalem."

Soulmatesync: Married by AlgorithmWhere stories live. Discover now