22. Rose of Hope

6 3 1
                                        

「 𝙣𝙤𝙬 𝙥𝙡𝙖𝙮𝙞𝙣𝙜 」
0:00 ─〇───── 3:12
⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻
Amy Search & Inka Christie - Cinta Kita

꒰ ・ 。゚ ✦ ・ 。゚ ꒱

Aku menahan napas, netraku fokus menatap permukaan air di depanku. Cat merah yang kuteteskan perlahan mengembang, membentuk lingkaran-lingkaran yang berpendar di atas larutan kental. Dengan hati-hati, tanganku mengambil batang kayu tipis dan mulai menggores permukaannya, menciptakan pola-pola yang menyerupai kelopak bunga. Merah tua pekat, merah muda, serta sedikit sentuhan kuning muda pada pinggiran kelopak untuk menciptakan efek cahaya pada bunga mawar, bunga yang melambangkan kasih sayang. Dalam tiap goresannya aku menyimpan bisikan hatiku.

Setelah melengkapinya dengan batang dan daun, di sekeliling mawar, tanganku mulai bergerak dengan teknik ombak menggunakan cat warna biru safir dan sedikit percikan emas hingga serupa langit malam di Istanbul. Kemudian, dengan perlahan aku meletakkan secarik kertas di atas lukisanku. Setelah berhasil menyerap pola-pola yang kubentuk, kuangkat kertas dan kukeringkan.

Aku bergerak mundur, meregangkan tubuhku setelah entah berapa lama mengerahkan seluruh tenagaku untuk ebru tersebut. Aku memandangi lukisan mawar tersebut, lantas menghela napas lega, senyum lebar tersungging di bibirku. Kuharap, dia akan tersenyum lebih lebar dariku tatkala melihat hasil jerih payahku ini.

Ebru ini kubuat untuk Ayşe, anak dari seorang petinggi militer yang telah menjadi langganan pamanku. Saat utusan ayahnya datang mengambil pesanan di bengkel, gadis itu kerap kali ikut. Sayup-sayup kudengar dari pembicaraannya bahwa ia juga memiliki ketertarikan dengan dunia seni.

Setelah bekerja keras, aku langsung bersiap-siap mengenakan pakaian terbaikku dan memakai minyak wangi yang banyak. Ketika ia datang hari ini, aku telah siap dengan mahakarya yang telah kubingkai.

Meski sudah menyiapkan segenap nyaliku untuk jadi sok berwibawa di hadapannya, tentu saja aku langsung tertegun begitu netraku menangkap irisnya yang berwarna cokelat muda sebening madu. Kulitnya putih bersih, pipinya merona alami. Rambutnya panjang, tebal, ikal, dan berwarna cokelat, membingkai wajah ovalnya dengan tepat. Bibir tipisnya seolah selalu melekuk, membuatnya tampak selalu tersenyum. Perpaduan estetika yang ia pancarkan mampu membuat aliran darahku berdesir. Mungkin kini rona kemerahan itu juga tampak pada kulitku yang jelas lebih gelap.

"Wah, yang ini indah sekali, kau yang membuatnya?" Suara halus itu membuyarkan lamunanku.

"Ah, i- iya," ucapku gelagapan sambil mengusap tengkuk.

"Apakah sudah dipesan? Kalau belum bisakah aku membelinya?" Gadis yang mengenakan gaun panjang dari kain sutra itu hendak mengambil dompetnya.

"Eh, tidak usah, ini untuk Nona Ayşe," cegahku.

Cewek itu memandangku heran, matanya membesar.

"Untukmu." Aku menyerahkannya.

"Namaku Selim, keponakan Tuan Emir. Saya senang Anda menyukainya." Aku menundukkan kepala.

Jemari lentiknya menerima ebru yang kubuat. "T- terima kasih banyak, Selim." Senyumnya melebar, membuat rasa hangat kembali menjalar di sekujur tubuhku.

Sejak dulu aku memang sering membantu pamanku di bengkelnya. Namun, semenjak mataku menjamah keindahan parasnya, kian giat aku mempelajari teknik-teknik membuat ebru hingga semalam suntuk. Aku tahu aku tak punya kesempatan untuk mendekatinya jika aku tetap berada di pinggiran Kota Istanbul sedang dia berada di Distrik Üsküdar--distrik pusat spiritual dan sejarah. Aku bertekad menjadi seniman ebru terkenal yang diakui oleh seluruh negeri. Akan kutembus Gerbang Kebahagiaan itu agar kelak aku bisa bersanding dengannya.

꒰ ・ 。゚ ✦ ・ 。゚ ꒱

DAY 22
Buatlah cerita dengan setting Kesultanan Utsmaniyah/Ottoman Empire

꒰ ・ 。゚ ✦ ・ 。゚ ꒱

Akhirnya tema gong itu keluar juga. Risetnya cukup membuat ndas ngelu. Semoga tema2 selanjutnya waras.

[22/02/25]

Days of the AdolescentsWhere stories live. Discover now