PoV Toro
Jadi, dari mana mulainya?
Apakah dari awal-awal sekali? Dari momen ketika kami masih anak-anak yang nggak tahu apa-apa? Atau dari saat aku, Sho, (name), dan Amu mulai mengenal satu sama lain?
Ada banyak pilihan cerita.
Tapi, ayo kita mulai dari yang paling menarik.
Momen pertama kali kami bertemu dengan (name).
---
Waktu itu masih musim hujan. Aku, Sho, dan Amu sedang hujan-hujanan di luar. Dulu, kami sering main di tengah hujan tanpa peduli akan sakit atau demam setelahnya. Sensasi air dingin yang jatuh dari langit, tanah becek yang licin, dan aroma hujan yang khas-itu semua terasa seperti petualangan bagi kami.
Lalu, entah dari mana, datang seorang anak kecil dengan jas hujan kuning.
Dia nggak bilang apa-apa. Nggak nanya, nggak ragu, nggak minta izin. Dia cuma... langsung ikut main.
Kami bertiga refleks menoleh ke arahnya.
Aku yang pertama kali buka mulut. "Kamu siapa?"
Amu, dengan tingkah absurdnya, malah mengendus-ngendus tubuh anak itu.
"Hmm... aura orang kayanya terlihat."
Apa pun maksudnya, aku nggak tahu. Aku juga nggak mau tahu.
Tapi anak dengan jas hujan itu nggak menjawab pertanyaanku. Dia malah loncat-loncat kecil di genangan air sambil berseru, "Aku mau main!"
Aku masih berniat bertanya lebih lanjut, tapi dia memotong, "Ayo main!"
Singkat cerita, dia terlalu bersemangat untuk ditolak. Kami bertiga akhirnya membiarkannya ikut.
Dan sejak hari itu, setiap kali hujan turun, anak itu selalu muncul.
Anehnya, kami nggak pernah benar-benar melihat wajahnya. Jas hujan kuningnya selalu menutupi sebagian besar tubuhnya. Saat aku tanya di mana rumahnya, dia cuma bilang "Nggak tahu."
Ada beberapa kali kami mencoba mengikutinya pulang karena penasaran. Tapi entah kenapa, dia selalu lepas dari pandangan kami.
Lalu, musim kemarau tiba.
Dan dia... menghilang.
Amu adalah orang pertama yang panik.
"Tor, Toro!"
"Ha?"
"Jangan-jangan kita main sama setan!?"
Aku mendesah. "Amu, nggak boleh ngomong begitu."
"Tapi kan-"
"Halo! Ayo main!"
Suara familiar itu tiba-tiba muncul.
Untuk pertama kalinya, kami melihatnya tanpa jas hujan kuningnya.
Dan akhirnya, dia memperkenalkan dirinya.
Singkat cerita, setelah pertemuan itu, dia menghilang lagi.
Dan kami baru bertemu dengannya bertahun-tahun kemudian, di SMP.
---
PoV Amu
Halo semua, aku Amu, dan aku adalah ketua dari klub menggambar.
Sebagai ketua, tentu saja aku terus mendorong anggota dan diriku sendiri untuk mencari ide-ide baru. Tentunya klub ini juga memiliki wakil ketua untuk mendukung perkembangan klub.
Tanpa orang lain sangka, wakil ketua klub menggambar adalah (name). Ya, ini mengejutkan bagi orang lain.
Dulu, kami nggak tahu banyak tentang (name). Dia anak yang sering muncul kalau hujan, lalu menghilang tanpa jejak. Sampai akhirnya, kami bertemu lagi dengannya di SMP...
Tapi ada satu hal yang berbeda.
Dia kehilangan penglihatannya.
Saat pertama kali melihatnya lagi, aku kaget. Aku nggak tahu harus bereaksi bagaimana. Ingin bertanya, namun gak berani bertanya langsung.
Tapi yang lebih mengejutkan adalah (name) yang bisa melukis.
Bukan pakai kuas. Bukan pakai alat mahal.
Tapi pakai tangannya sendiri.
Aku nggak bohong. Hasilnya indah.
Warnanya nggak sembarangan. Bentuknya punya cerita. Sentuhannya punya kedalaman.
Saat pertama kali melihat lukisannya, aku cuma bisa terdiam. Apakah ini keadilan yang di berikan-Nya? Jika benar begitu, (name) berhasil bertahan atau bahkan melewatinya.
---
PoV Sho
Aku telah merasakannya secara langsung.
Hidup memiliki lebih banyak cobaan daripada hal yang menyenangkan. Masa laluku adalah bukti hidupnya. Isi kepalaku yang terlalu bising adalah pengingatnya.
Namun, ada satu hal yang bisa memberiku ketenangan.
Dia.
Memiliki rambut panjang berwarna putih yang elegan. Tubuhnya terlihat lemah, seolah angin saja bisa menyapunya. Ditambah lagi, dia cukup pendek dibandingkan denganku.
Selalu tersenyum dalam kondisi apa pun. Saat panik, marah, sedih, atau kesal-senyum itu tetap ada.
Satu-satunya momen di mana aku melihatnya tidak tersenyum adalah saat dia menangis.
Saat itu terjadi di SMP.
Ada banyak kejadian yang tidak mengenakkan. (Name) merasa putus asa, meskipun tidak ditampilkan di wajahnya.
Tapi dia tetap menjadi seseorang yang dibutuhkan orang lain.
Seperti saat dia bisa berbicara berdua dengan Amu setelah 'kejadian' itu terjadi.
Namun... sama seperti saat kejadian yang menimpa Amu, aku selalu saja telat.
---
Lorong sekolah mendadak menjadi sangat berisik, tidak seperti biasanya. Murid-murid menumpuk di satu titik, berbisik dan berkomentar.
Aku tidak tahu apa yang terjadi.
Tapi firasatku buruk.
Aku mempercepat langkah, lalu mendengar sesuatu yang membuat kepalaku otomatis menoleh.
"Eh, bukannya itu si (name)?"
Sekejap, tubuhku terasa dingin.
Tanpa pikir panjang, aku menerobos kerumunan. Beberapa murid protes, tapi aku tidak peduli. Aku harus melihatnya sendiri.
Dan begitu aku sampai di depan...
Pemandangan itu mengganggu.
(Name) terjatuh di dasar tangga. Beberapa orang sudah berusaha mengangkatnya untuk dibawa ke UKS.
Darah mengalir dari kepalanya. Tangannya bengkak-mungkin retak.
Aku tidak tahu bagaimana atau kenapa ini terjadi.
Yang aku tahu...
Aku telat lagi.
Tapi yang lebih buruk dari itu-
"Karma sih ini mah wkwkw. Jadi cewek genit banget."
Telingaku menangkap suara itu di antara kerumunan.
Gosip dan caci maki yang tidak pernah berhenti.
Tanganku mengepal. Ingin sekali aku menutup mulut mereka.
Tapi ini bukan saat yang tepat.
Tanpa berkata apa-apa, aku bergegas maju dan ikut mengangkatnya.
Aku harus membawa (name) ke UKS.
Entah siapa yang membuatnya seperti ini...
Tidak akan pernah kumaafkan.
---
Lalu, apa penyebab (name) buta? Mungkin itu adalah cerita untuk lain waktu.
YOU ARE READING
WEE!!! x Blind Reader
FanfictionSebagai seseorang yang memiliki salah satu kekurangan yang paling mengerikan. Tentu saja hidup otomatis jadi hard mode. Tapi meski udah hard mode, bukan berarti harus nyerah. Note: Ceritanya agak lebih fokus ke (name) dan Sho. Dan saya bakal terus r...
