Mereka akhirnya bergabung merapat pertanda bahwa angpao akan segera dibagikan, anak anak antusias menunggu setiap orang tua memberikan kertas merah berisikan uang.

Dimulai dari ibu Jeremi,beliau dengan tas selempangnya mengeluarkan angpao bergambar ular menandakan tahun ini adalah tahun ular berunsur kayu.

"Ayo baris, Ama gamau ya kalau gak tertib nanti Akong marah loh," ucap ibu menunjuk foto dirinya dan sang suami disudut ruangan.

Membuat anak anak itu berbaris dengan tertib dari anak kecil hingga remaja, ibu memberikan satu persatu pada anak anak.

"Jangan lihat isinya ya. Yang penting doanya," ucap ibu.

Sesi ibu sudah selesai. Berarti Jeremi lagi yang akan memberikan angpao pada sepupu dan keponakannya ini tahun pertama ia memberikan angpao karna didalam tradisi China tidak boleh memberikan angpao saat masih lajang.

" Ayo baris, aku kasih tapi nanti harus rapih gitu ya!," ucap theora.

Setelah anak anak baris kembali dengan theora sebagai asisten memegang angpao Jeremi memberikan angpao pada sepupu sepupunya menunggu mereka memujinya.

"Ini buat Clara," ucap Jeremi pada anak perempuan berusia 13 tahun.

"Ko jer ganteng tapi ci ora cantik bangetttt," puji Clara lalu berlari menjauh.

"Iyalah istri siapa dulu?" sombong Jeremi.

Panjang antrian anak anak itu sampai di sesi terakhir pada keponakan Jeremi yang masih kecil kecil, theora gemas mengelus kaki bayi gembul bernama Alicia.

"Hallo cia... Ini buat cia ya bukan buat papinya,"ucap Jeremi sambil bergurau pada sepupunya.

"Kiong hie,kamsia asuk...," ucap roland sepupu Jeremi mewakili Alicia.

"Iya Kiong hie ko," ujar Jeremi pada roland.

"Makasih ya jer," roland pun menjauh.

Selesai dengan sesi berbagi angpao Jeremi memutuskan untuk masuk ke kamar membawa keponakannya Alicia yang rewel mengantuk dibantu theora mengendong Alicia.

"Ngantuk deh dia mas," ucap theora menimang nimbang cia.

"Iya itu matanya merah, bisa ga kamu tidurinya?," tanya Jeremi bermaksud tidak memberatkan istrinya.

"Bisa mas, mas gak ganti baju dulu? Keringetan itu," ucap theora menyapu peluh keringat Jeremi dengan tangannya.

"Bentar ya saya ganti baju dulu," pamit Jeremi.

Ia mencari bajunya didalam lemari yang dulu ia gunakan sampai sekarang masih ada bajunya tapi tidak terlalu banyak, awalnya ingin dibawa semua tapi dilarang oleh theora takut suaminya tiba tiba menginap disana dan tidak membawa baju.

"Kamu mau ganti juga, sayang?," tawar Jeremi masih sibuk mencari baju.

"Aku nanti aja mas.Gaenak sama keluarga kamu aku udah ganti baju aja," jawab theora terdengar segan.

"Loh ya gapapa kan ini dirumah ibu juga. Ganti aja sana biar cia sama mas," bujuk Jeremi.

"Gausah deh mas. Nanti aja," putus theora.

Jeremi yang mengerti hanya mengangguk dan membuka bajunya digantikan dengan kaos oblong berwarna putih, setelah itu. Jeremi mendekat pada theora mengelus lengan kecil cia yang sudah terlelap.

"Anak kayak gini bikinnya harus pake apa ya?. Liat tangannya gempal," kata Jeremi memperhatikan cia tidur.

"Ya dibuat kayak biasalah," ujar theora dengan nada aneh.

"Ah buatan kita pasti lebih bagus dari ini," sombong Jeremi menatap theora.

"Dih? Kayak yang masnya ganteng aja," kata theora terdengar mengejek.

"Eh jangan salah..., liat papinya cia sama mas? Gantengan mas lah. Jauh banget," ujar Jeremi.

"Papinya cia juga ganteng. Gak jelek jelek banget tuh," ucap theora mengingat wajah orang tua cia.

"Yang masih jelek aja anaknya gini apalagi kalo udah ga jelek lagi?," kekeh Jeremi sambil memberikan kecupan di pipi theora.

"Dasar...," sebal theora wajahnya memerah.

Jeremi tertawa pelan ntah keberanian dari mana ia bisa berbicara seluas itu pada theora, pekerjaannya sebagai dosen membuatnya kadang terbatas untuk berkomunikasi secara ringan.

Theora memaklumi kondisi Jeremi yang masih kaku pada dirinya, diingat kembali Jeremi bukan orang yang banyak bicara ia hanya berbicara pada intinya saja.

Tapi setelah pernikahan mereka sepertinya Jeremi sedikit berubah ada rasa lain yang ada di diri Jeremi saat berdekatan dengan theora.

Rasa yang selalu ingin tersenyum, tertawa, menyenangkan hati dan perasaan lain yang mendukung dirinya agar dalam posisi yang hangat.

.
.
.

Hari semakin sore membuat saudara Jeremi berangsur angsur pulang menyisakan dirinya, sang istri dan ibu berbincang diruang keluarga.

"Tadinya ibu mau ajak Theo bikin kue. Tapi ngeliat emi udah nemplok kayak tokek gitu maleslah ibu," ujar ibu menyindir Jeremi.

Jeremi menaruh kepalanya dipaha theora tangannya sibuk mengelus perut theora, tangan theora menepuk pelan punggung Jeremi agar memberhentikan kerjanya.

"Kenapa sih sayang?. Ibu juga rajin banget bikin bikin kue gausah Bu nanti emi beliin aja," ucap Jeremi sedikit sebal.

Wajah itu sudah tertekuk bibirnya maju 5cm ibu yang melihat kelakuan Jeremi jadi gemas ingin mencubitnya.

"Kamu gaada papa makin jadi ya .Mi?," hardik ibu.

"Apa sih Bu. Emi cuma mau manja sama istrinya kenapa dimarahi?," gerutu Jeremi.

"Jawab terus ini mulutnya," kata theora mencubit pelan bibir Jeremi.

"Iya. Kurang ajar sama ibu itu," ucap ibu berbicara pada theora.

Tak berselang lama dari perbincangan itu bunyi ketukan pintu menginstruksi mereka, ibu berdiri membuka pintu.

"Syalom," ucap seseorang dari balik pintu.

Jeremy yang hafal betul dengan suara itu sontak melanting berdiri tegap menghampiri seseorang yang sudah masuk kedalam, terlihat seorang laki laki paruh baya mendorong kopernya masuk kerumah.

"Syalom pa," sapa mama memberikan kecupan hangat di pipi sang suami.

"Ada Emy?dengan theora?," ujar papa melihat anak menantunya.

"Iya pa...mereka disini, aku pikir kamu gak pulang," ucap ibu membantu papa mendorong koper ke sudut.

Jeremy lantas mendekat diikuti theora mendekat ke papa menyalami pria paruh baya yang tetap gagah itu, papa tersenyum mengelus kepala anak anaknya.

"Semoga jadi keluarga yang bahagia ya," doa papa.

Jeremy dan theora mengaminkan doa papa bukan tanpa sebab kenapa Jeremy sangat hormat pada papanya, papa adalah orang yang sangat berperan penting selain ibu. Papa juga yang meyakinkan Jeremy untuk menikahi theora dan banyak lainnya yang Jeremy adukan pada sang ayah.

"Ayo makan pa. Ibu masak SOP kimlo ," ajak ibu.

Mereka berlalu ke arah dapur, ibu menghidupkan kompor memanaskan sop-nya di bantu theora menyiapkan piring dimeja makan. Para suami hanya duduk memperhatikan.

"Gimana my rasanya Menikah," tanya papa terdengar bercanda.

"Enak pa...diurusin," jawab Jeremy dengan terkekeh.

"Kan sudah papa bilang. Menikah lah my menikah tapi kamu masih bilang nanti nanti," ucap papa.

"Sekarang kan sudah nikah pa. Sudah aman," ujar Jeremy.

Theora yang mendenga percakapan suami dan mertuanya hanya tersenyum, melihat kedekatan anak dan ayah itu mengingatkan theora pada calon anaknya nanti.

'mungkin mas Jeremy kalo udah punya anak bakal Deket juga sama anaknya,'
Pikir theora.

Perbincangan hangat itu larut hingga tak terasa hari sudah malam mengharuskan setiap manusia beristirahat begitu pun juga mereka yang ada dirumah ini.

Sampai jumpa besok, kehidupan ini masih panjang.

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Nov 01 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

move to jakarta (jaeyong)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora