3. Kebaikan Rendra

45.1K 2.2K 2
                                    

Rendra berkutat pada layar laptopnya di ruang kerja yang berada di sebelah kamar tidurnya di rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam namun kedua matanya masih begitu fokus dengan pekerjaannya di laptop. Saat sedang bekerja, Rendra tak suka diganggu maupun ada keberisikkan. Jika ada maka ia akan langsung murka. Tak suka waktu pribadinya diganggu. Namun hal itu tak digubris oleh adiknya, Arini.

Arini memasuki ruang kerja kakaknya tanpa mengetuk pintu maupun mengucapkan apapun. Emosi mulai mencuat dalam dada Rendra.

Arini duduk di sofa. "Jangan marah dulu, gue kesini cuma mau kasih tau. Kalo besok bakal ada reuni lagi. Bukan reuni keluarga besar Peterson, yah brother pasti tau kan."

Rendra menghela napas. "Gue sudah tau, sekarang keluar sana."

"Galak amat sih lo jadi brother!? Udah deh pokoknya gue disini."

Rendra berdecak kesal. "Lo keluar dengan tenang atau gue tendang lo keluar?"

Arini tak peduli, ia meraih majalah di meja kemudian membacanya dengan santai. Tak mempedulikan kakaknya yang sudah akan keluar tanduknya. Melihat hal itu, Rendra menarik napas dalam-dalam kemudian dihembuskan. Sedingin-dingin sikapnya, ia tak akan memukul adiknya sendiri maupun bertindak kasar.

Rendra kembali melanjutkan pekerjaannya dan mencoba tak mempedulikan Arini. Suasana begitu hening di antara mereka berdua. Hingga Arini angkat bicara.

"Bro, gue serius. Ayo baikan seperti waktu kita masih kecil." Celetuk Arini tanpa mengalihkan pandangannya dari majalah yang ia baca.

"Gue nggak bisa bermain-main seperti anak kecil lagi, sis. Mengertilah." Sahut Rendra yang juga fokus pada layar laptop.

Arini berdecak kesal. "Siapa yang minta kita bermain-main seperti dulu? Gue hanya bilang kita baikan dan berhenti bersikap dingin satu sama lain."

"Lalu apa untungnya? Sudahlah, lo sudah protes berjuta kali."

"Jahat amat lo. Gue bilang ke mommy Cia baru tau rasa lo!"

Rendra terkesiap. Seumur hidup perempuan yang paling ia takuti di dunia hanyalah ibunya seorang, Alicia. Jika sudah marah, Alicia nggak tanggung-tanggung untuk memarahi Rendra dengan kejamnya. Hal itu membuat Rendra menjadi paranoid jika menolak permintaan ibunya.

"Oke oke, gue bakal jadi brother lo yang dulu. Yang sering main sama lo, jadi tempat curhat lo, dan lain sebagainya. Asal lo jangan bilang ke ibu yang nggak-nggak !"

Arini tersenyum lebar. "Hehe, makasih brother. I love you!"

Rendra memutar bola matanya malas. Menghadapi Arini adalah salah satu dari sekian daftar hal yang paling ia benci.

***

Pagi hari Rendra tiba di kantor. Sapaan para karyawan kembali ia dengar. Dan seperti biasanya, hanya ia sahut dengan deheman bahkan ada yang tak disahut sama sekali. Para karyawati semakin gencar untuk mendapatkan hati sang wakil direktur tersebut. Sifat dinginnya seakan menjadi tantangan tersendiri untuk menaklukan hatinya.

Dari sekian banyaknya karyawati di Peterson Corporation, hanya Alya yang bersikap netral di hadapan Rendra. Alya sendiri merasa tak cukup senang dengan profesi baru yang ia miliki sekarang. Bahkan Alya akan dengan senang hati jika ia akan dipindahkan kembali ke manager keuangan.

"Selamat pagi, Pak Rendra." sapa Alya dari depan pintu ruang kerja miliknya.

"Pagi." Balas Rendra kemudian memasuki ruangannya sendiri tanpa menoleh maupun berkata apapun lagi.

Alya menghela napas panjang untuk menahan emosinya. Ini pertama kali dalam hidupnya, ia mempunyai atasan yang sangat dingin dan irit bicara sekali.

A Lies in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang