Kasihan Atau .....?

Start from the beginning
                                    

Dilihatnya perempuan tadi duduk di pinggir dudukan yang menjadi batas antara salon kepunyaan Imung dengan rumah tetangganya. Biasanya dudukan jenis ini dibuat untuk sekedar duduk-duduk di pinggir jalan oleh si empunya rumah atau sekedar sarana bersosialisasi dengan tetangga di sore hari.

"Astaga....nek...kenapa yey nek...." Mey mempercepat langkahnya. Perempuan yang tadinya dalam posisi duduk itu tiba-tiba ambruk ke tanah. Mukanya rata dengan tanah.

"Mas Imel...." Teriak Mey. Suara hujan deras sepertinya masih kalah dengan suara teriakannya. Tetangga disebelah tampak menyingkapkan tirai jendela depan mereka, namun karena sulit melihat sesuatu karena terhalang mobil yang ada di garasi mereka urung keluar.

Mey sudah berada di samping perempuan itu. Berusaha mengangkat perempuan itu dengan menyanggakan tangan perempuan itu pada pundaknya. Namun usahanya kurang maksimal. Ketika ingin berteriak, dilihatnya sosok Imung sudah bergegas berjalan ke arahnya.

"Napa dia say?" tanya Imung.

"Nggak tau cin... pas eik datang sudah begindang, tadi sempat sih dia duduk di situ abis itu ambruka deh.." Mey mencoba menjelaskan. Imung mengambil posisi hendak membantu Mey. Dikalungkan Imung tangan kiri perempuan itu ke bahunya sementara Mey melakukan hal yang sama dengan tangan kanan perempuan itu. Kemudian secara bersamaan mereka berdiri. Perempuan itu tampak setengah sadar namun tubuhnya terlihat sangat lemah. Pelan-pelan mereka menggotongnya ke ruang tengah.

Di ruang tengah, Imung mengaitkan kakinya pada sebuah kursi rotan yang biasa digunakan sebagai tempat menunggu oleh pelanggan.

"Buatkan teh manis hangat cin... cepat..." perintah Imung pada Mey. Mey melepas rangkulan si perempuan dan bergegas menuju dapur. Imung berusaha merebahkan tubuh perempuan itu di kursi rotan tadi. Bentuk kursi rotan itu memungkinkan tubuh si perempuan tersangga dalam posisi setengah duduk.

"Sandra....Sandra... dimana Sandra?" perempuan itu terlihat berusaha memanggil-manggil sebuah nama. Imung berusaha mendekatkan kepalanya. Ingin mendengar lebih jelas apa yang ingin diucapkan perempuan itu. Wajah perempuan itu tampak sangat pucat. Rambutnya ikal namun tidak keriting. Berwarna hitam kepirangan jika terkena cahaya. Melihat dari dekat barulah Imung melihat kalau di bagian atas telinga kanan perempuan itu tampak ada luka tergores. Imung tampak kaget melihat bekas luka itu. Sebagai seorang agent Pancanaka, dia tahu kalau luka itu akibat terserempet peluru. Rupanya derasnya hujan dan luka yang hanya terserempet membuat bekas darahnya tidak lagi terlihat. Namun kalau diperhatikan dengan jelas, pada bagian leher dan bahu kanan si perempuan tampak kumpulan bentuk titik kecil berwarna kecoklatan. Pasti itu bekas tetesan darah dari luka itu, pikir Imung.

Mey datang membawa segelas teh panas. Dibawanya juga sebuah sedotan untuk mempermudah perempuan itu meminumnya. Imung mengambil gelas berisi teh panas itu dari tangan Mey. Dipegangnya sedotan dengan dengan tangan kanan dan gelas itu dengan tangan kirinya. Didekatkannya sedotan pada ujung bibir perempuan itu. Perlahan-lahan perempuan itu meminum teh panas itu. Karena menggunakan sedotan rasa panasnya tidak terlalu terasa bagi perempuan itu. Mungkin juga karena tubuhnya sudah terlalu dingin. Perlahan-lahan wajah yang tadinya pucat itu tampak mulai terlihat agak segar. Perempuan itu menyeka keningnya dan mengernyit kesakitan sesaat. Dipandangnya sosok lelaki yang memberikannya minuman hangat itu.

"Terimakasih...." kata perempuan itu lirih. Imung tersenyum. Matanya masih memandang perempuan itu. Perempuan itu tidak bisa dibilang sangat cantik tapi jelas kalau dia sangat merawat tubuhnya. Imung bisa melihat kalau bentuk tubuh perempuan itu sangat proporsional. Di bagian-bagian dimana biasanya terdapat lemak berlebih tak tampak di tubuh perempuan itu. Malah pada beberapa bagian tubuhnya terlihat cukup padat berisi.

Imung kemudian mempersilahkan perempuan itu untuk mandi dan berganti pakaian. Dimintanya Mey untuk membantu perempuan itu.

"Ini mbak... baju ala kadarnya ya... kalau untuk dalaman kebetulan saya masih punya stok yang baru silahkan lho mbak..." Mey rupanya sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum diminta oleh Imung. Kalau untuk urusan berbuat baik, memang Mey lah orang yang paling pas. Tak punya rasa curiga dan selalu tulus membantu. Bahkan berulang kali dia kena tipu. Tapi tak juga kapok dan tetap ikhlas membantu orang yang dia bisa bantu.

Bukan Banci BiasaWhere stories live. Discover now