Prolog ✨

5 1 0
                                        


        Haikal tersenyum senang. Binar pada kedua bola mata anak yang hampir memasuki bangku sekolah dasar itu tidak bisa berbohong memancarkan kebahagiaan ketika melihat Nada—teman sepermainannya mengemasi alat memasak mainan yang baru saja mereka mainkan.

        Akhirnya selesai—pekik riang Haikal dalam hati. Tentunya setelah kurang lebih satu jam setengah ber-akting sebagai juri master chef dari makanan hasil karya Nada yang terbuat dari tanah dan dedaunan.

        “Sekarang gantian,” ujar Haikal beranjak mengembalikan alat memasak mainan milik Nada dan membantu gadis itu untuk mengemasnya. “Kita mainan yang Aku suka.”

        Haikal tanpa ragu mengeluarkan sekantung kelereng dari tas mainan kecil yang sudah dirinya bawa. Diletakkannya benda itu tepat di tengah-tengah.

        “Ini namanya kelereng. Kamu pasti tahu. Bang Arkan aja sering mainin ini.”
Berbanding terbalik dengan Haikal yang antusias, Nada malah bersikap sebaliknya. Dengan acuh, gadis kecil itu menutup kotak mainan yang dirinya bawa.

         “Aku mau pulang aja.”

        Penjelasan singkat itu sama sekali tidak dipahami oleh Haikal.

       B“Hah?” Haikal membeo seolah meminta penjelasan dari Nada. “Kita ‘kan mainnya belum selesai. Kok Kamu udah mau pulang?”

        “Udah selesai Haikal,” tekan Nada sembari beranjak dari duduknya. “Aku udah selesai jadi chef-nya. Sekarang Aku harus belajar berhitung di rumah bareng Bunda.”

        Mendengar itu, tentunya Haikal tidak terima. “Tapi ‘kan mainan kelerengnya belum mulai. Tadi cuma Kamu aja yang main, Aku belum.”

        “Aku gak mau main kelereng,” terang Nada mengacuhkan Haikal yang mulai merasakan kekecewaan. “Aku gak suka. Aku mau pulang,” lanjut gadis itu sembari meniti langkah meninggalkan Haikal yang bahkan belum sempat mengeluarkan satu buah kelereng pun dari kantung kecilnya.

        “Licik,” gumam Haikal penuh penekanan. Berhasil membuat Nada menghentikan langkahnya dan berbalik untuk saling berhadapan dengan lawan bicaranya. “Kalo gitu Aku gak mau nemenin Kamu mainan master chef lagi.”

        Haikal berucap dengan lirihan kecewa. Oh, jangan lupakan tatapan benci yang entah dari mana lahir dari wajah yang biasanya menggemaskan itu.

        “Gak masalah Haikal. Besok kalo udah sekolah Aku cari temen baru yang mau mainan bareng Aku.”

what You Waiting ForWhere stories live. Discover now