BAB 16 : Intuisi Juni

7 1 0
                                    

Lampu dapur yang terang benderang membuat Juni terpaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lampu dapur yang terang benderang membuat Juni terpaku. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya, termasuk anak kecil yang selalu muncul tanpa diduga.

Juni mencuci piring bekas makan. Ia melihat nasi di penanak nasi masih banyak.

"Sayang! Mau makan apa? Nasinya masih banyak!" teriak Juni.

Untungnya, piring yang perlu dicuci tidak banyak. Juni membuka kulkas. Ia melihat sawi yang tersisa dan rak telur yang penuh. Menemukan sayur kol, ia memutuskan untuk membuat masakan favorit Abimanyu.

Dengan hati-hati, Juni mulai memotong bahan-bahan masakannya. Sebenarnya, ia mahir memasak. Namun, dengan adanya Mbok Rahma, pekerjaannya sedikit terbantu. Juni juga membutuhkan pekerjaan, karena ia sudah lama tidak bekerja setelah lulus kuliah.

Abimanyu melirik ke arah kekasihnya yang sibuk memasak. Tiba-tiba, ia melihat sebuah tangan kecil yang membuatnya salah fokus. Tangan itu begitu pucat, seperti tanpa darah.

"Tangan siapa itu?" tanya Abimanyu dengan suara gemetar, membuat Juni menoleh.

"Tangan apa maksud Mas?" balas Juni bingung. Ia mengangkat kedua tangannya. Tidak ada yang salah dengan tangannya.

Melihat Abimanyu mendekat dengan wajah pucat pasi, Juni sadar bahwa kekasihnya sedang ketakutan.

"Di sebelahmu, sayang." bisik Abimanyu.

"Mas! Jangan buat aku takut! Tidak ada apa-apa!" sahut Juni panik, berusaha fokus kembali ke pekerjaannya memotong sayuran.

Jujur, Juni juga merasakan hawa tidak nyaman setelah mendengar ucapan Abimanyu. Namun, ia berusaha untuk tidak menunjukkannya agar bisa fokus memasak. Dapur yang terang benderang membuatnya yakin bahwa tidak mungkin ada makhluk gaib di sana.

Tiba-tiba, tangan Juni berhenti memotong. Matanya beralih ke Abimanyu. Ada yang menyentuh apron yang dipakainya. Abimanyu tidak kalah paniknya, karena ia melihat jelas tangan pucat itu di depannya.

"Pergilah! Jangan ganggu!" perintah Abimanyu dengan tegas.

Tangan itu menghilang perlahan, seolah mematuhi perintah Abimanyu.

****

Kuntilanak, sundel bolong, pocong, boneka berhantu—semua hanyalah cerita rakyat yang diciptakan untuk hiburan dan menakut-nakuti. Juni tidak percaya dengan cerita-cerita itu. Ia menganggapnya sebagai rekayasa untuk mencari keuntungan dari rasa takut orang lain.

Namun, bukan berarti Juni selalu berani. Ia juga merasakan ketakutan, seperti orang lain. Ia membenci warna gelap karena membuatnya merasa tidak aman. Bahkan, ia tidak berani membeli boneka, termasuk boneka hewan yang lucu.

Suatu hari, saat menemani Abimanyu di ruang kerja, ponsel Juni berdering. Ia menelepon panggilan Bunda dari Jakarta. Abimanyu menoleh setelah mendengar Juni menyebut "Bunda".

Nirmala : Gamelan Ayu Banowati [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang