Bagian 18 : Abu-abu

67 40 3
                                    

Jangan lupa vote komen yawww. 🌟🗨️(⁠┛⁠◉⁠Д⁠◉⁠)⁠┛⁠彡⁠┻⁠━⁠┻

 🌟🗨️(⁠┛⁠◉⁠Д⁠◉⁠)⁠┛⁠彡⁠┻⁠━⁠┻

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***

"Lavanya, Sion bilang gak ke kamu kalau hari ini izin?" tanya buk Deti selaku guru IPA.

Lavanya menggelengkan kepalanya, "maaf, nggak Buk, ini saya juga baru tahu dia gak sekolah."

"Hadeh, padahal kalian deket, masak gitu aja gak tahu," ucap Deti lalu kembali ke tempat duduknya.

'Sabar Lavanya, dia guru, udah tua, jadi gitu, sabar,' batin Lavanya mencoba bersabar.

"Ya sudah, sekarang bagi kelompok, kalian yang tentuin," ucap Deti membuat para murid bersorak gembira.

Lavanya menghela napas, ia tidak suka berkelompok jika murid yang menentukan. Entah mengapa, mereka tidak ingin sekelompok dengan Lavanya.

Bukankah ini cukup aneh? Lavanya pintar dalam semua mata pelajaran, tapi para murid kelas tidak suka jika satu kelompok dengan Lavanya.

Beberapa menit berlalu, tidak ada satu pun di antara mereka ingin mengajak Lavanya satu kelompok.

'Apa karena masa pubertas? Jadi gak suka kalau ada yang pinter?' batin Lavanya dengan jengah. Ia teringat perilaku mereka di kehidupan sebelumnya, dirinya pernah mengalami ini.

"Lavanya, kamu kenapa belum ada kelompok?" tanya Deti menatap heran pada Lavanya.

"Ini yang lain gak ada yang mau ajak Lavanya?" Deti menatap seluruh murid kelas.

Mereka semua terdiam, hingga salah satu murid angkat bicara, "lagian dia pinter, untuk apa berkelompok."

'Nah.' Lavanya mengangguk dan sengaja diam, ia ingin mengetahui apa kelanjutannya.

"Bener tuh Buk, aku gak suka kalau sekelompok sama dia, gak pernah ngebiarin ngejawab, selalu jawab sendiri, egois!" Salah satu murid cewek menimpali.

'Monyet ngelawak,' batin Lavanya menahan tawanya.

Padahal saat itu, teman kelompoknya banyak diam dan tidak ada yang bergerak untuk menjawab soal, alhasil Lavanya dan Sion sendiri yang harus menjawab.

Di kehidupan sebelumnya, Lavanya juga sering sendiri dan tidak mendapatkan kelompok, hal itu ketika murid yang tentukan. Namun, karena sekarang ada Sion, ia tak pernah sendiri.

Tapi sekarang, Sion tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Lavanya tidak kesal, ia mencoba memahami keadaannya. Apa lagi Sion sudah banyak sekali membantunya, terlalu bergantung pada seseorang itu tidak baik, bukan?

"Lavanya, kamu kelompok sendiri aja, ini hukuman karena kamu egois, padahal kelompok itu harusnya mengerjakan bareng-bareng, bukannya sendirian," ucap Deti dengan kesal kembali ke tempat duduknya.

'Nah ni guru juga, dulu mau sekarang gak pernah mau denger keluhan aku,' batin Lavanya menatap malas guru di depannya.

'Au ah, mending sendiri aja.' Lavanya tanpa protes duduk di tempatnya dan mengerjakan soal di papan tulis sendirian.

BACK TO THE PAST (TAMAT)Where stories live. Discover now