Bab 4 - Mantan Kekasih

8 2 0
                                    

Maka, dengan penampilan penyamaran sebagai warga sipil biasa, bersama Lancelot yang juga memakai jubah panjang menutupi pedang di pinggangnya, mereka berjalan-jalan di pasar ibu kota yang ramai orang.

Sekelompok kerumunan di depan sana cukup menarik perhatian Rhea, ditambah mendengar orang-orang di sekitar berbicara tentang kompetisi catur, membuat langkah Rhea mendekati pusat keramaian di sana dengan ketertarikan terhadap catur.

Dia menyelinap di antara para orang dewasa yang didominasi pria, mendesak maju dan sedikit berjuang untuk sampai pada barisan terdepan dari penonton yang berdiri mengelilingi sesuatu.

Rhea dapat melihat terdapat sepasang peserta sedang duduk berhadapan menatap catur di tengah mereka. Kedua peserta itu adalah pria dengan penampilan biasa.

Namun salah satunya menjadi magnet tatapan iris merah Rhea yang menajam, memerhatikan seorang pria betopi jerami. Wajahnya tidak dapat terlihat jelas karena terhalau topi, memberikan kesan misterius yang menarik rasa penasaran Rhea.

"Dia tidak terkalahkan."

"Aku yakin tidak ada yang mengalahkan permainannya yang cerdas."

"Semua orang yang berpengalaman dalam catur langsung kalah dalam beberapa menit saja."

Suara-suara orang di sekitar terdengar di pendengaran Rhea. Mereka mulai berbicara dengan sarat penuh kekaguman serta pujian yang merujuk pada satu orang di sana. Kemudian, kemenangan diumumkan dan juara pertama jatuh pada pria bertopi jerami.

"Juara bertahan dipegang pada tuan Topi!" teriak seorang MC penuh semangat yang bertindak sebagai juri. "Nah, apakah ada lagi yang ingin menantang tuan Topi? Hadiahnya seratus keping emas!"

Sang MC melihat ke kerumunan orang yang mengelilingi. Dia menatap wajah-wajah mereka yang tidak menunjukkan minat dengan tawarannya. Hingga tiba-tiba seseorang melangkah maju dan mengejutkan sang MC.

"Oh, nona! Apakah anda ingin menantang sang juara bertahan?" kaget MC itu menatap pada Rhea yang mendekat.

Rhea dengan kepercayaan dirinya langsung duduk di hadapan pria bertopi misterius itu. Senyum tipis terukir di bibir Rhea saat menatap tajam pada pria bertopi di depannya.

"Aku akan memenangkan pertarungan ini," ucap Rhea, suaranya penuh tekad, percaya diri dengan kemampuannya untuk mengalahkan sang juara bertahan catur.

Pengajuan dirinya membuat suasana menjadi riuh. Sebab yang menjadi lawan main catur adalah seorang wanita. Ini pertama kalinya bagi mereka melihat peserta wanita melawan pria dalam kompetisi. Mereka pun memilih menahan napas dan menahan diri untuk bubar. Penasaran dengan keberanian wanita yang dianggap rendah di kalangan masyarakat monarki.

Detik demi detik berlalu, Rhea dan pria bertopi terlihat sangat serius menatap bidak catur di papan. Kemudian Rhea memajukan Menteri ke depan. "Aku tidak butuh uang itu asal kau tahu," gumam Rhea pada pria bertopi misterius.

"Apa yang kau inginkan?" sahut pria misterius itu.

"Dirimu," ucap Rhea lugas.

Pria itu tampak terkejut namun tetap terlihat tenang. Dia mendengus untuk menetralkan perasaannya yang bingung. "Apa maksudmu?"

"Kau akan tahu setelah kuselesaikan ini," pungkas Rhea.

"Apa kita perlu membuat kesepakatan?" tawar pria itu.

"Jika aku menang, kau harus mengikuti perkataanku. Jika aku kalah, aku takkan mengganggumu," ujar Rhea menyebutkan syarat.

"Kalau begitu kau harus mengalahkanku jika ingin aku melakukan kemauanmu. Tapi kau harus berusaha ekstra untuk mengalahkan juara bertahan catur di ibu kota ini," kata pria itu sambil menggerakkan bidak caturnya dengan santai.

Rhea tersenyum miring. "Lawan yang sepadan dalam permainan caturmu adalah hanya aku. Aku akan menang dan itu mutlak."

Rhea terdiam sejenak, merenungkan strategi terbaik untuk mengalahkan juara bertahan. Dia mulai bergerak dengan cermat, membuat langkah-langkah yang cepat dan berpikir keras untuk setiap langkahnya. Pria bertopi jerami tersebut terlihat sedikit terkejut dengan kecerdasan dan kecepatan Rhea dalam bermain.

Setelah beberapa langkah, Rhea berhasil mengepung raja sang juara bertahan. Dengan gerakan tiba-tiba, Rhea mengumumkan "Checkmate!" yang membuat seluruh kerumunan terdiam syok. Pria bertopi jerami itu terkejut, tetapi kemudian tersenyum mengakui kekalahan.

"Dengan ini, juara baru kita adalah seorang nona!" seru sang MC, disambut dengan tepuk tangan meriah dari penonton. Rhea bangkit dengan bangga, menatap pria misterius itu dengan tatapan penuh makna, sedangkan kemenangannya menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki kemampuan yang luar biasa dalam catur.

Sebagin penonton terkesan pada gadis itu, meskipun ada beberapa yang masih meragukan kemampuan perempuan dalam permainan catur. Namun, setelah melihat sendiri bagaimana dua orang itu beradu, kemenangan Rhea telah membuktikan bahwa kecerdasan dan keterampilan tidak mengenal gender.

Padahal, Rhea tidak memiliki rencana untuk membuktikan sesuatu pada mereka semua di sini. Tidak terpikirkan malah. Tetapi semata karena keberadaan pria bertopi jerami yang misterius itu. "Aku menang seperti yang aku katakan," ucap Rhea menatap sombong pada lawannya.

"Mari kita bicara di tempat yang nyaman," ajak gadis itu. Dia pergi begitu saja saat MC hendak memberikan hadiah. Diikuti dengan pria bertopi misterius berjalan menuju jalan gang yang sepi. Sedangkan di belakangnya tampak mengekor Lancelot yang melangkah tenang sambil mengawasi punggung pria bertopi tersebut.

"Jadi, apa yang sedang princess lakukan di luar istana?" Nadanya menyindir saat bertanya. Dia tidak merasa terancam karena keberadaan Lancelot di belakang tubuhnya.

Rhea berbalik badan. Dia tatap lurus ke mata pria misterius itu dengan senyum miring. "Jangan terlalu kasar pada seorang perempuan, tuan," ujar Rhea sedikit bermain-main dengan pria itu. Pria itu lantas mendengus sabar. Kemudian Rhea menarik selangkah mendekat.

"Pertama-tama, sudah lama kita tidak bertemu sejak kau mencampakkan diriku, William." Rhea menegaskan kalimatnya, memperjelas hubungan yang pernah mereka jalin sebelumnya. "Aku tak ingin basa-basi. Karena aku menang dalam permainan catur itu, kau harus mengikuti kemauanku. Aku ingin kau membantuku, William." Keseriusan tercermin di mata ruby Rhea, membuat pria bertopi bernama William merasa terkesan sekaligus bingung.

"Kenapa aku harus membantumu?" tanya William, nadanya seakan meremehkan permintaan Rhea, tetapi dia sangat penasaran dengan alasannya.

"Jadilah menteri keuangan untuk istana dan kekaisaran Regaloria," pungkas Rhea tegas. Sontak membuat William tercengang dan hanya bisa terpaku kaget mendengarnya.

"Apa aku tidak salah dengar?" William merasa tidak percaya.

"Kau tidak bermimpi, kau tidak sedang mabuk, kau sepenuhnya sadar tuan William yang terhormat," tekan Rhea. Dia mengabaikan hubungan romantis di antara mereka dulu kala yang berakhir dengan perpisahan. Demi kepentingan politik maupun keberlangsungan hidup negara ini. Rhea menyingkirkan segala macam rasa sentimental yang mengikat gengsi.

"Bagaimana jika aku menolak?" tanya William lagi.

"Kau sudah berjanji untuk mengikuti kemauanku jika aku menang," desak Rhea. Dia menatap William dan menunggu pria itu yang terlihat sedang merenung.

"Maaf, tetapi aku tidak bisa mengemban tugas seberat itu. Carilah orang yang lebih kompeten di bidangnya. Ada banyak bangsawan lain yang lebih pantas menduduki posisi tersebut." William menolak dengan halus.

Rhea kecewa tetapi dia tidak ingin menyerah. Rhea bujuk pria itu sekali lagi. "Kau tidak punya alasan untuk menolak jika pamanmu yang tidak bersalah ingin bebas dari penjara," ujar Rhea, sengaja mengungkit hal tersebut sebagai senjata negosiasi.

William tertegun. Dia mempunyai seorang paman yang telah membesarkannya dengan baik. Namun paman itu dipenjara karena tuduhan dari lawan bisnisnya hingga perusahaannya bangkrut. William sadar meskipun dirinya memiliki gelar bangsawan sebagai Baron, tetap saja tidak bisa menyelamatkan pamannya.

"Apa kau akan membebaskan pamanku jika aku memenuhi keinginanmu?" William menyimpulkan.

"Sesuai yang kau harapkan," ucap Rhea.

William terlihat bingung. Ekspresi wajahnya menunjukkan dia sedang merenung keras. Setelah memutuskan pilihan, William mengangkat wajahnya dan menatap lurus ke ruby Rhea. "Baiklah, aku bersedia."

Rhea sambut kalimat itu dengan senyuman tipis. Seolah-olah kemenangan dalam genggamannya.

***

The Royalty - New Empress Holy WarOnde as histórias ganham vida. Descobre agora