05

173 21 1
                                    



05. Seorang lelaki








.
.
.
.





Pagi ini semua tengah berbondong-bondong ke balai desa. Mereka semua menyaksikan seseorang yang kini dipilih menjadi ketua agung. Sorak ramai terdengar di penjuru ruangan, Fourth harus menutup telinga rapat-rapat karena suara menyakitkan gendang telinga.

Di samping Fourth ada Gemini sang siluman rubah emas ikut menonton. Matanya bergerak ke sana ke sini melihat beberapa aktivitas warga yang asing baginya, mereka seperti melakukan ritual untuk menyembah ataupun menghormati. Gemini nampak tidak terlalu paham hanya dapat menggenggam lengan tangan Fourth dengan erat.

Suasana ramai itu kembali menyerukan satu nama menggema di penjuru seakan yang dipuja adalah seorang dewa. Kala kelopak kelopak bunga berjatuhan warga langsung berlari ke sembarang arah lalu berjongkok mengambil koin emas di lantai. Tentu saja Fourth tidak ikut-ikutan memilih untuk pergi meninggalkan tempat tersebut dengan menyeret rubah emas agar tidak terkena virus mereka.

"Mengapa kita tidak mengambil koinnya?" tanya Gemini menoleh ke arah sampingnya.

Fourth nampak terdiam sesaat memikirkan sesuatu sebelum akhirnya menjawab dengan suara mantap. "Untuk apa? Kau pikir aku terlalu miskin hingga harus memungut, begitu?"

"Mungkin. Kau memang miskin aku jauh lebih kaya darimu, kekayaan keluargaku sangat melimpah." balas sang rubah membanggakan kekayaan yang dimilikinya.

Percakapan mereka terhenti di sana. Di sepanjang perjalanan Fourth hanya menundukkan pandangan menatap kosong hamparan tanah yang ia pijak. Berencana akan langsung kembali ke gubuk untuk melanjutkan kegiatan yang sempat ditunda.

Fourth terlalu jatuh ke dalam lubang bawah sadar hingga tidak memperhatikan sekitar bahkan Gemini sekalipun. Tanpa sadar dirinya tidak sengaja menabrak seseorang yang berdiri di tengah jalan, tubuhnya besar berotot. Tangannya kuat dengan kepala tanpa rambut. Seseorang itu menoleh menghembuskan nafas kuat menatap marah ke arah Fourth yang kini tersadar.

Pandangan pria besar itu kemudian teralih kepada sang rubah emas. Gemini menatap marah sekaligus penasaran dalam waktu bersamaan, hendak melangkah maju tapi dihentikan oleh Fourth. Shaman tersebut menggenggam tangan jelmaan rubah emas dengan kuat.

"Diamlah," titah Fourth membuat Gemini seketika mengangguk patuh.

Fourth dengan ragu-ragu maju lalu membungkukkan badan meminta maaf. Matanya terpejam kuat tapi di dalam hatinya ia mengumpat tiada habis, ingin sekali meluapkan emosi. "Maaf, aku tidak sengaja."

"Bagaimana kau minta maaf? Hanya dengan itu?" Orang itu mencondongkan tubuh ke depan memutar mutar senjata di tangannya.

Mau tidak mau Fourth melangkah mundur menatap sengit tetapi di bibirnya muncul pelangi terbalik. Sekali lagi mengucapkan permintaan maaf. Suara tawa pria itu menggelegar membuat Fourth menyerit bingung menatap Gemini bergantian.

"Kau bukankah shaman termuda di desa ini?" tanyanya membawa tangan di depan dada lalu saling ditautkan.

Fourth mengangguk pelan sebagai jawaban. Di hatinya sudah ingin membuat kutukan agar pria di depannya itu segera menghilang. Namun, ia juga tau kekuatan pria tersebut cukup kuat atau lebih kuat darinya. Jadi Fourth diam tidak membalas agar tidak terkena masalah.

"Bagaimana jika kita adu saja?"

"Tidak, aku tidak mau. Aku tau kau lebih kuat dariku maka tidak perlu beradu kekuatan ataupun kutukan, itu akan sia-sia." kata Fourth menolak berusaha sehalus mungkin.

"Namun aku menginginkannya." Tanpa aba-aba pria itu mengayunkan senjata gada hingga mengenai betis Fourth.

Suara tawa itu mengalahkan Fourth yang kini mengerang kesakitan merasa betisnya nyeri tiada henti. Jelmaan rubah emas yang sedari tadi diam kini mendekati Fourth khawatir. Mengelus betis shaman muda yang kini sudah memerah sedikit bengkak.

Tangan lembut Gemini berusaha menenangkan diri Fourth dengan membelai punggung shaman tersebut. Fourth segera menghentikan aksi Gemini yang hendak menyerang balik pria besar di depannya itu. Lebih baik mereka pulang dan membawa Fourth istirahat.

"Hanya itu saja kau sudah menangis?"

Kini Fourth tidak menjawab. Memilih membiarkan Gemini membantunya berdiri lalu menuntun pergi dari sana. Sesekali ringisan tertahan keluar, Fourth merasa setiap kali ia berjalan kakinya akan menekan kuat ke tanah menimbulkan rasa nyeri yang kuat. Tidak tau apakah rubah emas mengetahui apa yang kini Fourth rasakan atau tidak namun lebih baik tidak perlu diberitahu.

Pintu segera dibuka. Gemini membantu Fourth duduk di kursi lalu menatap bingung menggigit bibir, tidak mengetahui apa yang harus dilakukan selanjutnya. Mengetahui isi hati rubah emas Fourth kemudian tersenyum tipis menepuk punggung tangan Gemini hingga sang empu menoleh kaget.

"Panggilkan peri, mereka akan membantu."

Gemini lantas mengangguk pergi menuju ruangan belakang memanggil peri rumah. Setelah berbincang sebentar memberitahu semua kejadian secara lengkap Gemini meminta pamit untuk pergi jalan-jalan.

Melewati pintu belakang ia keluar. Berjalan mengelilingi desa menatap hamparan tanaman di sekitarnya. Beberapa orang yang telah mengenalnya menyapa dan Gemini berusaha seramah mungkin untuk membalas. Tidak lupa menambahkan senyum agar terkesan seperti orang yang ramah tamah.

Dia berhenti tepat di sungai yang biasa ia gunakan mandi dengan Fourth. Melihat seseorang yang dikenalnya duduk di ujung sama dekat air terjun mengalir ke bawah, siluman rubah tersenyum kecil mendekat.

"Mengapa dia ada di sini?" tanyanya pada diri sendiri.

"Hei!"

Pria bertubuh besar itu menoleh penasaran dengan tangan membawa buah mangga segar. Melihat senyum manis dari Gemini tidak membuatnya curiga sama sekali hanya menatap malas. Kala hendak berbalik melihat deras aliran air terjun lengannya di tahan oleh tangan kiri Gemini.

"Hei, menga-

" Kau membuatku jengkel," ujar Gemini mengeluarkan cakarnya dan dengan cepat melukai wajah buruk rupa itu.

Teriakan memekik telinga terdengar. Tubuh pria besar itu terhuyung-huyung merasakan sakit luar biasa di wajahnya yang kini mengalir deras noda merah.

Tangan rubah emas tergerak mendorong orang bertubuh besar itu ke depan hingga kehilangan keseimbangan. Suara teriakan ketakutan menggema dan lama lama suara yang sama sudah tidak terdengar lagi. Hanya ada suara air mengalir ke bawah dengan derasnya melewati bebatuan yang besar dan keras.

Gemini bertepuk tangan lalu maju melihat air yang kini berebutan untuk bisa mengalir ke bawah. Di sana, bawah sana. Dapat dilihat ada seorang pria mengambang dengan mata tertutup mengikuti deras alur menuju tempat yang tidak diketahui.

Wajahnya yang rusak membuat Gemini tidak bisa berhenti tertawa untuk sesaat. Ia pergi ke sisi sungai yang lebih dangkal untuk membersihkan Kuku-kuku yang memiliki noda merah.

Setelah beberapa saat pria tersebut sudah tidak terlihat mata. Gemini akhirnya kembali ke gubuk dan menemukan Fourth yang kini duduk di kursi.

"Kau darimana?"

"Aku baru jalan-jalan, melihat hutan terlarang sebentar." Gemini membalas.

"Untuk apa?"

"Itu bukan urusanmu, shaman." Rubah emas berucap lalu pergi ke kamar melewati Fourth yang kini terdiam tidak percaya dengan kata-kata yang terlontar dari mulut Gemini.

Entah mengapa Fourth merasa sesak untuk mengetahui hal tersebut.

"Seharusnya tidak seperti ini, bukan?"






📌. Bab 5 akhirnya up setelah sekian lama hiatus
- Outline nya ilang jadi agak lupa alurnya 🤏

Okee begitulah kondisi Aya saat ini, terimakasih.
Sekian sampai jumpa di lain waktu! 💓🐍

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 09 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Little Fox || FourthGeminiWhere stories live. Discover now