"Maaf ya mas, Ziva ga bantu. Padahal Ziva niatnya mau bantu."

Lengkungan terlihat jelas di bibir Gus Agam. "Kenapa harus minta maaf hm? Kamu kan sedang hamil, ga baik harus bungkuk. Mas ga mau kamu kenapa-napa!!"

"Inget sayang, kamu lebih berharga dari sebuah berlian. Kamu adalah belahan jiwa mas," sambungnya.

"Mas gombal!"

"Mas serius," tatapan keseriusan terlihat di mata Gus Agam, yang berwarna coklat gelap itu.

"Mas ga sanggup jika kehilangan kamu. Sedetik pun itu, mas mungkin akan merasa hampa. Jikalau boleh jujur, mas lebih memilih kehilangan harta. Dari pada kehilangan kamu."

Nada bicara Gus Agam terkesan serius. Tidak hanya dari nada bicara nya. Dari matanya saja sudah terlihat tekad keseriusan nya.

Gus Agam kemudian mengarahkan tangannya menangkup wajah mungil sang istri. "Jangan pernah berfikir meninggalkan mamas, mari rawat bayi kita bersama sama," Gus Agam lekas memeluk tubuh sang istri.

Ziva membalas pelukan hangat itu. "Iya mas, Ziva ga akan pergi dari mas Agam."

Pelukan itu semakin hangat. Namun beberapa menit kemudian, perkataan dari Ziva membuat Gus Agam membekuk dengan wajah ketakutan.
"Namun, Ziva ga bisa janji. Masih ada ajal yang memisahkan kita. Jad-"

"Jangan katakan hal itu," kata Gus Agam dengan eskpresi dinginnya. "Jangan pernah, ajal hanya akan memisahkan raga, tidak dengan cinta Ziva kan!"

Ziva melarat pelukan dan menatap wajah tampan dari sang suami. "Maaf, Ziva ga akan pernah ngomong begitu lagi."

"Tidak apa-apa. Maaf juga mas bikin Ziva kaget. Mas ga suka Ziva ngomong seperti itu," telapak tangan itu terulur membelai punggung sang istri

"Mas Agam," panggilnya.

"Dalem zawjati, humairaku, manis ku, cantiku, sayangku, puja an ku, ratuku, princess ku, permaisuri ku, dunia ku, belahan jiwaku, kekasihku, ibu dari anak anakku. Kenapa hm?"

Perkataan manis yang terucap dibibir sang suami membuat raut wajah Ziva memerah.
"Mas nih, jangan gitu lah!"

"Dalem princess , nyapo to hm? Njaluk disayang tah?"

"Please mas-mas Jawa ini meresahkan," keluh Ziva dengan raut merona. Gus Agam hanya bisa terkekeh dengan perkataan dari sang istri.

"Princess nya mas, mau ngomong apa hm?"

"Ah Ziva baru inget, Ziva mau nanyak ini loh. Dijawab dengan jujur ya!!"

"Nggih princess ku."

"Cintanya mas Agam ke Ziva itu seperti apa sih? Seluas samudra. Atau bahkan seluas alam semesta?"

Mendengar pertanyaan itu membuat senyum manis terukir diwajah Gus Agam. Sebelum menjawab, Gus Agam menyempatkan diri untuk menarik nafas, meraih aba-aba. Setelah merasa cukup siap menjawab, akhirnya pun perkataan  manis itu keluar, bersamaan dengan belaian lembut di pipi Ziva.

"Jadi gini loh Humairaku, dengarkan mas ya. Cintanya mas tidak diibaratkan seperti dalam dan luas nya samudra,  luasnya alam semesta. Karena cinta nya itu sebesar lillahi ta'ala."

Wajah Ziva semakin memerah mendengar perkataan sang suami. "Mas bisa aja."

"Apa sih yang mas ga bisa, semua mas akan lakukan demi tanyang-tayangnya mas Agam."

"Aaaaakkhh, gombal muluk kayak buaya darat."

Tawa renyah dari Gus Agam keluar, ketika mendengar keluhan manis dari sang istri.

"Manis nya istri aku, jadi pengen maken deh. Errawwwr," goda Gus Agam

Ziva merasa kesal terus digoda oleh sang suami. Pada akhirnya, Ziva memilih mencubit lengannya.

"Aws....," Gus Agam meringis kesakitan seraya mengusap bekas cubitan Ziva di lengannya. "Sayang, kamu jahat banget. Tega yah kamu kdrt," alaynya.

"Ih jangan alay lagi!!"

Gus Agam terkekeh lali kembali memeluk sang istri. "Jangan pernah ragukan cinta nya mas. Karena cinta mas Agam didasari lilahi ta'ala. Bukan sekucup bunga."

"Iya mas, iya."

Gus Agam melarat pelukan menatap sang istri dengan tatapan lembutnya. Tatapan Gus Agam membuat seribu pertanyaan muncul di benak Ziva.

"Ngapa natap Ziva gitu!!"

Gus Agam tersentak kaget dengan nada yang Ziva ucapkan. Tak berniat marah dirinya malah membelai pucuk kepala sang istri.

"Mas sedang menatap kecantikan istri mas yang melebihi cantiknya bidadari surga,"gombalnya.

"Gombal teros!!"

"Enggak kok, mas serius,"

"Demi apa?"

Gus Agam terdiam menatap lekat kedua mata milik istrinya. "Demi Allah sayang, sungguh demi Tuhan ku(Allah) kecantikan mu melebihi siapa pun."

"Namun, kamu masih menjadi yang kedua. Dari dua wanita yang kucintai," sambungnya.

Dahi Ziva mengerut, rasa kesal tiba-tiba muncul dalam dirinya. Lekaslah Ziva memukul pelan lengan sang suami, dikarenakan kesal. "Mas jahat, tega-teganya mas jadi in Ziva yang kedua!!"

"Loh, loh. Sabar sayang, karena wanita pertama yang mas cintai itu umi."

Mendengar perkataan dari sang suami membuat wajah Ziva tersipu. Bisa-bisanya dirinya cemburu dengan mertuanya.

Melihat reaksi Ziva yang tersipu membuat Gus Agam terhibur. "Nyapo hm? Cemburu dek. Istriku cemburu?"

"Apa sih."

Gus Agam kemudian terkekeh dikuti dengan tawa Ziva. Keduanya terus bersenda gurau bersama, menikmati waktu berdua mereka.

***

"Cinta yang sederas hujan, seindah pelangi hanya bersifat sementara. Tapi cinta yang didasari lilahita'ala akan selamanya ada. Walau raganya terpisah"

—Agam Zulfikar Akbar

Akhiri membaca dengan
Alhamdulillah

Jangan lupa follow akun wattpad author ya
Gulajawa_1

istri mungil nya Gus Agam Where stories live. Discover now