24

586 123 11
                                    

Happy Reading ^^
.

.

.

.

"Sakura, makan yang banyak. Jika Ibumu sadar, dia pasti akan marah melihatmu kurus."

"Iya, terimakasih Tuan Akasuna."

"Hey. Ayolah jangan canggung begitu! Dia akan menjadi ayahmu juga loh." Sasori ikut menimpali.

Sakura tersenyum canggung. Saat ini Sasori dan ayahnya berada di ruang rawat ibunya. Sama seperti hari sebelumnya, Mereka setia di samping ibunya, mereka menunggu ibunya untuk sadar.

Kehadiran mereka di tengah-tengah kondisi mengenaskan Mebuki membuat Sakura sadar jika ayah Sasori begitu tulus pada ibunya. Mereka bukanlah orang jahat.

Lagi-lagi Sakura semakin merasa bersalah sudah pernah menolak keberadaan mereka. Seharusnya saat itu, Sakura menerima mereka berdua dengan hangat. Seharusnya Sakura merestui ibunya dari awal. Ini salahnya. Sakura terlalu antisipasi terhadap sekitar.

Lalu bagaimana dengan ayahnya?

Sakura meremas erat ponselnya. Saat ini dia sudah menghubungi nomor ayahnya beberapa kali dan hasilnya sama sekali tak diangkat. Lebih tepatnya tidak aktif. Apa ayahnya juga menghawatirkan ibunya sama seperti kedua lelaki itu?

Tapi bagaimana jika ucapan Sasuke benar, bahwa ayahnya lah yang menabrak ibunya?

Tidak, tidak! Ayahnya adalah orang baik. Ayahnya tidak berada di negara ini. Mereka sudah lama bercerai. Ini semua tidak ada sangkut pautnya dengan ayahnya.

Sakura hanya berharap apa yang dikatakan Sasuke tidak benar. Kenapa dia harus percaya dengan orang itu?

"Sakura, kenapa melamun?"

Sakura menggeleng. "Tidak apa."

"Ibumu akan baik-baik saja."

"Iya. Aku tau." Sakura tersenyum palsu.
"Kenapa kalian tak pulang untuk beristirahat? Biar aku yang jaga ibu. Sekarang jadwalku kosong kok. "

Sasori dan ayahnya mengangguk.

"Kau benar. Aku juga harus mengurus beberapa berkas untuk mencari lowongan kerja." Ucap Sasori.

Ayah Sasori berdiri dari kursi dan menepuk kepala Sakura. "Kalau ada apa-apa hubungi kami yah!"

"Tentu saja. Terima kasih!"

Kedua orang itupun beranjak keluar dari ruangan rawat.

Sakura menghelah nafas saat pintu tertutup. Wajahnya kembali sendu. Sakura duduk di kursi samping ranjang pasien dan menggenggam tangan ibunya.

"Ibu, dia benar-benar menyayangimu." Bisik Sakura. "Cepatlah sadar, biar aku yang urus semua acara pernikahanmu. Biar aku yang memilih gaun pengantin terbaik dan menunjuk kartu undangan yang bagus untukmu. Sekarang aku sangat merestui hubungan kalian. Kalian sangat cocok. Maaf kemarin aku bersikap kekanakan."

"Ibu, aku merindukanmu. Maafkan aku."

.

.

.

.

"Akhirnya kita punya anak. Lihat. Dia sangat manis. Wajahnya persis denganmu Mebuki. Rambutnya berwarna merah muda. Sakura. Iya, kuberi nama Sakura Haruno."

"Kita tidak punya uang. Apa yang harus kita lakukan untuk hidup?"

"Seseorang menawariku pekerjaan yang bisa mendapat uang banyak dan menjanjikan."

Dokter Sakura [END]Where stories live. Discover now