“Maaf mommy, Rafa enggak bakal ngulangin lagi,” ucap Rafa mengakui kesalahannya. Bukan maksud Rafa mencari gara-gara dengan mommy nya. Tadi ia benar-benar ingin sekali memotong rumput berhubung rumput-rumput itu belum dipotong sepertinya. Padahal itu asik, bukan beban sama sekali.

“Kenapa kamu melakukan itu? Di antara banyak aktivitas, kenapa harus melakukan itu?’ tanya Dirga lebih dalam lagi. Tidak mungkin Rafa tiba-tiba ingin melakukan itu.

“Apa kamu disuruh sama pekerja di sini untuk melakukan pekerjaan itu?” tanya Dirga kali ini dengan suara dinginnya. Ketika pemikiran itu melintas di otaknya, Dirga langsung melontarkannya ke Rafa.

“Tidak, bukan seperti itu,” sanggah Rafa dengan panik. Jika ia telat merespon dugaan daddynya, ia pasti akan membuat para pekerja mendapat masalah. Dan rasa bersalahnya akan bertambah berkali-kali lipat.

Para pekerja yang lain sudah was-was, untung Rafa dengan cepat menyanggahnya. Ternyata Rafa  bukan anak yang memiliki tipe egois dan semena-mena ketika diperlakukan khusus oleh keluarga ini.

“Benar?” tanya Dirga lebih memastikan.

“Beneran. Serius,” balas Rafa tak kalah yakin. Kali ini wajahnya berubah menjadi serius. Serius-serius gini di raut mukanya tetap terlihat lucu. Bahkan Vania yang tadinya sedang dalam mood buruk, kini tersenyum Kembali. Melihat Rafa mengeluarkan beribu-ribu ekspresinya, itu sudah menjadi hiburan tersendiri bagi yang melihatnya.

“Kalian bisa bubar,” perintah Dirga pada para pekerja. Selama tidak ada sangkut pautnya dengan pekerja, bearti tidak ada yang perlu dicurigai dari mereka. Melihat mereka juga memperlakukan Rafa seperti tuan mudanya sendiri, membuat Dirga langsung mempercayai apa yang diucapkan Rafa.

Vania tidak berkomentar lebih. Tadi ia memanggil yang lain karena terlampau panik dan marah.

Para pekerja membungkukkan badanya lalu perlahan meninggalkan ruang utama. Terimakasih kepada Rafa karena tidak membalikkan keadaan.

“Lalu sekarang apa alasanmu melakukan itu?” tanya Vania.

Ini adalah waktu yang pas untuk Rafa mengadu pada Vania perihal ia ditinggal oleh abang-abangnya. Tadi ia mencari Vania untuk mengadukan ini, tapi tidak jadi karena ia sibuk sendiri. Kini ia akan menggunakan kesempatan ini untuk menyelamatkan dirinya. Maaf ya abang-abang, kalian sih enggak ngajak Rafa, Rafa kan ingin ikut main juga. Padahal abang-abangnya pergi tidak untuk bermain, melainkan untuk membalas perbuatan teman Rafa.

“Tadi Rafa bosan. Enggak tau mau ngapain. Rafa turun lah ke lantai satu. Terus liat abang-abang pergi keluar. Rafa ditinggal. Padahal Rafa mau ikut juga. Yaudah Rafa main sendiri di taman, hehe,” balas Rafa seraya tersenyum kecil. Akhirnya ia mengadu juga hahaha.

“Memotong rumput bukan suatu permainan,” sindir Vania pada Rafa.

“Hehehe,” ringis Rafa ketika disindir oleh Vania.

Setelah Rafa berucap, suara tapakan kaki terdengar terburu-buru memasuki mansion. Tidak salah lagi, itu adalah Dean dan adik-adiknya. Oh tidak itu saja, ternyata Cakra beserta adik-adiknya juga ikut ke mansion Alarick untuk melihat keadaan Rafa yang terluka.

















…….















Sepertinya acara pembalasan ini harus tertunda lagi. Rafa lebih penting dari segalanya. Tanpa banyak basa-basi, Vano langsung keluar dari gedung tua itu lalu diikuti oleh yang lain. Tak tertinggal keturunan Ganendra pun ikut serta.

Jangan khawatir jika empat orang itu kabur. Itu mustahil dengan keadaan mereka yang sudah parah, ditambah dengan penjagaan ketat oleh bodyguard dari Alarick dan Ganendra. Atas kekuasaan sang sulung dari dua keluarga, mereka bisa mengambil bodyguard sesuka mereka. Pembalasan ini tidak ada satu pun yang tau, seperti saat mereka yang membalas Toni. Tidak perlu yang lain tau, cukup membalas langsung perbuatan empat anak itu, itu sudh cukup bagi mereka (Abang-abangnya Rafa)

Rafa Where stories live. Discover now