Bukan mencengkram pipinya melainkan mata kiri Anton yang Tara cengkraman. Mencoloknya dengan jemari dan mencabut bola mata Anton seperti mencabut kentang di kebun. "Cantik," puji Tara sembari memperhatikan bola mata kiri Anton yang baru saja ia cabut.

Tak seperti Tara, ketahan Anton sangatlah lemah. Tubuh Anton langsung terjatuh dan sekarat karena banyaknya darah yang keluar dari matanya yang baru saja hilang.

"Ga perlu telpon polisi, pasti anakmu udah melakukannya," monolog Tara seraya memasukkan bola mata yang ada ditangannya kedalam saku celana, "entah seperti apa didikan yang kamu beri, Ton, Anton. Anakmu bahkan lebih gila dari kami semua."

Tara beranjak pergi, meninggalkan tubuh sekarat Anton dilantai dapur menuju pintu belakang. Disana, ia bertemu dengan Chika yang baru saja tiba.

"Kamu ..., "

"Maaf, sayang. Lama banget, ya?" Tara tersenyum menatap Chika dengan mata kanannya.

Chika meringis, ikut ngilu melihat keadaan kekasihnya yang berantakan dan penuh darah begini. Lebih sakitnya lagi membayangkan bagaimana Tara kehilangan bola mata kirinya. "Siapa?"

"Kathrina."

Napas Chika terhembus dengan berat, membuat embun dingin keluar dari mulutnya diudara malam hari ini. "Kita benar-benar ga boleh berurusan sama Kathrina!"

Tara menggeleng pelan seraya mendekati Chika, merangkul pinggul kekasihnya dan mengajaknya pergi dari halaman belakang rumah Samuel. "Bukan Kathrina, tapi Gita."

"Gita? Dia 'kan ga bisa apa-apa?" Chika bingung. Kenapa Tara justru bilang kalau mereka tak boleh berurusan dengan Gita, padahal yang membuat Tara seperti ini adalah Kathrina.

Tara mengangguk setuju dengan pertanyaan Chika. Gita memang tak kuat, tak bisa bertarung. Bahkan, hanya dengan satu tusukan diperut menggunakan pisau lipat bisa membuat Gita pingsan seperti itu. Wanita itu lemah, tapi tidak dengan akalnya.

Akal Gita licik, lebih licik dari Indah dan Melody.

Tara yakin, Gita bisa merubah semua situasi yang buruk menjadi situasi yang menguntungkan bagi dirinya. Rencana anak perempuan kedua Samuel itu selalu spontan, tapi rapi.

Semua kegagalan bisa menjadi keberhasilan baginya.

"Untuk sekarang kita minta cuti dulu sama Bu Indah. Kamu mau liburan ke Bali, ga?" Tawar Tara sesaat lamunannya terhenti. Kepalanya menoleh, menatap kekasih cantiknya yang sedang berpikir.

"Boleh, deh!"

-

Pagi-pagi sekali, Frandika bergegas menuju ruang OSIS yang kini ramai dikerumuni oleh para murid. Mereka mengintip, menyaksikan dua perempuan yang sedang tertidur pulas disofa ruang OSIS yang pintunya terbuka lebar.

Sudah sekitar satu jam mereka semua menonton, tapi dua perempuan itu tak kunjung bangun meski sudah ratusan murid yang bergantian mengintip.

Dari ratusan orang itupun juga tak ada yang berniat untuk membangunkan mereka.

Frandika yang mendapatkan laporan dari seorang siswi tentang keadaan diruang OSIS langsung bergegas, membelah lautan manusia itu dan langsung masuk kedalam ruang OSIS.

Awalnya Frandika takut, kalau saja yang ia lihat ini adalah mayat, bagaimana? Ia benar-benar masih trauma dengan pemandangan mayat dirumah Ragustiro waktu itu.

"Gita, Gita bangun, Gita." Frandika menggoyang kaki anak muridnya yang tertidur sambil memeluk Kathrina. Bersembunyi dibalik dada Kathrina dengan nyaman hingga tak menyadari kalau dirinya sedang ditonton oleh satu sekolahan.

Frandika kembali menggoyangkan kaki Gita, berharap kali ini perempuan itu akan bangun. Bukannya Gita tapi Kathrina. Bodyguard sekaligus kekasih Gita itu terbangun dan reflek menendang wajah Frandika dengan kuat. Membuat laki-laki yang mirip dengan Ashelina Ragustiro itu terpelanting mundur. Hidungnya berdarah, mengingatkannya tentang lautan darah dirumah pamannya hari itu.

"Ah! Maaf!" Seru Kathrina yang langsung bangkit dari tidurnya membuat Gita jadi ikut terbangun.

Baru hendak membantu Frandika, Kathrina tersadar sesuatu. Ada banyak mata yang memandang mereka berdua diluar sambil berbisik-bisik.

Ah, bagaimana ini? Pikir Kathrina dalam benaknya. Ia khawatir nama Gita akan tercoreng. Kepalanya menoleh ke arah Gita lalu kearah tubuhnya. Syukurlah mereka tak telanjang.

"Agh!" Rintih Frandika sambil terus menekan hidungnya yang tak henti mengeluarkan darah.

Kathrina kebingungan, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia bolak-balik menatap Gita lalu ke Frandika. Kendati merasa pusing harus melakukan apa, Gita justru langsung menarik tangan Kathrina.

Gita membawa Kathrina lari, keluar menerobos kerumunan siswa-siswi yang ada didepan pintu ruang OSIS.

"MINGGIR!" Seru Gita dengan senyum yang lebar diwajahnya.

Melihat Gita yang kegirangan membawanya kabur dari sana, Kathrina jadi terbawa suasana.

"AWASS! AIR PANAS, AIR PANAS!" Teriak Kathrina menyuruh orang-orang yang menghalangi jalur mereka untuk minggir. Kini tangan Kathrina dan Gita saling menggenggam, berlari sejajar menuju parkiran mobil.

Seakan lupa dengan luka yang belum sembuh, Gita terus berlari sambil tertawa. Kathrina pun demikian.

Mungkin diantara semua hari yang pernah ada, inilah satu-satunya hari dimana Gita tertawa dengan lepas.

Menawan, itu yang Kathrina lihat dari garis lengkung yang tercetak dibibir dan mata Gita.

Melihat Gita tertawa saja sudah membuat Kathrina senang. Bahagianya Gita adalah bahagianya Kathrina.

Sudah sampai didepan mobil, Kathrina bergegas membukakan pintu untuk Gita dan langsung berpindah ke seberang dan ikut masuk ke dalam mobil. Dengan cepat Kathrina melajukan mobilnya, meninggalkan parkiran dan masuk ke jalan raya.

Mereka berdua menetralkan napas bersama-sama dimobil, masih tertawa kecil mengingat cara kabur mereka barusan.

Tangan mereka masih bertaut, saling bergenggam dan enggan untuk lepas. Rasanya ingin sekali Kathrina menghentikan waktu. Ia ingin terus mengabadikan momen ini di ingatkannya. Bahkan, jika semesta berkenan, Kathrina bersedia mengulangi kejadian barusan sebanyak seribu kali.

Bahagia. Itulah yang mereka rasakan pagi hari ini.

"Aku cinta kamu, Git." Kathrina tiba-tiba menyatakan perasaannya pada Gita, kekasihnya.

Ya, Brigitta Samuel adalah kekasih Kathrina. Bukan pacar yang didasari oleh ambisi untuk perintah, tapi kekasih yang benar-benar saling mencintai.

"Aku lebih cinta sama kamu."

.
.
.
.
.

Bapak mati, anaknya nangis❎
Bapak mati, anaknya pacaran✅

PENGASUHWhere stories live. Discover now