"Ya. Apakah kau melihat Sydney?" tanya Paris dengan menyerngit dahi. Meski kepalanya penuh dengan gelembung pertanyaan, ia memilih untuk bertanya terlebih dahulu mengenai keberadaan Sydney.

Sebelum menjawab pertanyaan Paris, terlebih dahulu Moony mendekati dan berbisik pada wanita Bae tersebut. "Mari ikut denganku. Kau bisa bahaya jika keluar seorang diri seperti ini tanpa pengawasan."

Meski dirinya penuh dengan keraguan dan menimbang ucapan Moony yang ada betulnya, mau tidak mau Paris mengikuti pria tersebut yang sedang memimpin jalan. Pria itu membawanya ke dalam kamar hotel dan mempersilakannya untuk duduk disofa.

"Maaf, apakah kau bisa memberitahu namamu?" Paris mendongak menatap Moony yang sedang berdiri di hadapannya dengan berpangku tangan.

"Moony, Kim Moony," jawab Moony singkat lalu duduk pada sofa tepat di sisi kanan Paris.

Atensi Paris tercurahkan pada iras Moony yang sedang menatapnya. Mengedipkan kedua kelopak mata pelan dan menyerngitkan alis samar mencoba mengingat siapa pria tersebut karena di dalam benaknya nama pria itu tidak tersimpan dengan baik. Dengan usaha kecil itu tetap saja tak berhasil menangkap fragmen tersebut.

"Terima kasih telah menolongku." Hanya itu yang bisa Paris ucapkan. Tidak tahu harus berbicara seperti apa dan bagaimana bertindak di hadapan Moony yang mengeluarkan aura dominan seperti menunggu waktu untuk menerkamnya.

Seutas senyum simpul terlukis indah pada wajah tampan Moony sembari mengangguk pelan. "Tentu, Cantikku."

***

"Apa rencanamu?"

Seorang wanita berusia lima puluh tahun dengan wajah awet muda itu menatap Sydney yang sedang memotong daging sapi panggang di hadapannya. Fokusnya memperhatikan pria Yu yang sedang memandangnya terlebih dahulu sebelum menyantap sepotong daging yang telah tertancap tersempurna pada gigi garpu.

"Tunggu saja. Tidak baik terburu-buru dalam melakukan sesuatu, Nyoya Kim." Sydney menatap lekat wanita itu lalu mengambil potongan daging sapi tersebut dan mengunyahnya. "Lagi pula, bukan hanya kau yang membencinya, aku juga membencinya."

Nyonya Kim tersenyum samar mendengar ucapan Sydney. "Terkadang aku menganggap dirimu sebagai anakku. Karena kau lebih kompeten daripada Sagi."

"Aku meninggalkan Paris seorang diri di kamar hotelnya. Aku tidak peduli dia tersesat atau diculik. Kita cukup memastikan bahwa ia tewas dengan berbagai cara selain aku membunuh dan memenggal kepalanya. Itu saja," tegas Sydney pada Nyonya Kim yang terkesan tidak sabar untuk menghabisi nyawa Paris.

"Tak kusangka pertemuan malam itu membuat kita kerja sama seperti ini karena orang yang ingin kita bunuh ternyata orang yang sama. Aku tidak memanfaatkanmu, Sydney, kita saling membantu. Itulah yang disebut hubungan simbiosis mutualisme." Nyonya Kim menyesap anggur merah sejenak lalu menatap Sydney dengan lekat. "Apakah Harley tahu mengenai rencana kita?"

Enggan angkat suara, Sydney memilih untuk menggelengkan kepalanya mengisyaratkan bahwa pria bernama Harley itu tidak tahu mengenai rencananya dan Nyonya Kim. Terlebih dahulu Sydney meninggalkan Nyonya Kim yang masih setia menikmati setiap tetes anggur merah yang menyapa tenggorokkan sebelum ia kembali terbang menuju Korea.

Sydney mengetuk pintu kamar Paris berkali-kali. Namun, tak kunjung terbuka. Pintu yang terbuka adalah pintu kamar yang berada di belakangnya. Sydney melihat Paris dan Moony keluar dari kamar hotel tersebut secara bergantiannya.

"Kau sengaja memanfaatkan situasi ini, ya, Sydney?"

Lantas Sydney membolakan kedua matanya kala Moony memprovokasi dirinya tanpa alasannya yang jelas bahkan berusaha mengakrabkan diri padanya yang kenal dengan pria itu. Paris menatap Moony dan Sydney bergantian, tidak bisa menangkap alur perbincangan kedua pria yang saling melemparkan percikan api yang siap membakar diri dengan bara emosi.

Satu langkah Sydney ambil dan mendekati Moony yang menatapnya dengan wajah datar. "Siapa kau?"

"Pengawal seperti apa yang meninggalkan majikannya seorang diri terlebih ia bersama dengan orang lain. Kau ingin melindunginya atau mencelakainya dengan tindakan cerobohmu itu?"

Wajah datar Moony sukses membuat Sydney naik pitam. Ia mengepal kuat tangan kanannya. Ingin rasanya melayangkan satu tinjunya untuk menghajar Moony yang terkesan angkuh.

"Itu bukan urusanmu, penguntit," tegas Sydney dengan penekanan lalu menarik pergelangan Paris agar berdiri di balik tubuhnya.

Penguntit.

Mendengar kata itu membuat Moony menyunggingkan senyumannya yang selama ini hanya untuk Paris seorang. "Hei, aku tahu kau menyelidikiku pun begitu juga aku. Kau membuat permainan ini semakin seru, Sydney."

Paris yang membatu di balik tubuh kekar Sydney itu mencoba menerka apa yang sedang terjadi. Bertanya-tanya apakah Sydney dan Moony saling kenal?

Sydney berbalik menatap Paris dengan air wajah tegas. "Istirahatlah, nanti sore acara busana akan berlangsung."

Tak ada kalimat yang terlontarkan akan tetapi pernyataan pria Kim itu menyita perhatian Sydney. Mengapa Moony bisa tahu bahwa ia sedang menyelidikinya. Siapa orang yang berhasil melihat dirinya bersama dengan Nyonya Kim?

Bahu Moony terangkat seraya mencebikkan bibirnya melihat tingkah Sydney yang menatap dirinya dengan lekat. Ponsel yang tersimpan di balik jaketnya itu bergetar singkat menandakannya adanya pesan masuk.

Sebuah foto terlampir dalam pesan tersebut.

"Apakah daging yang kau nikmati itu enak?" tanya Moony seorang diri menatap layar ponselnya dan mengetik kalimat 'terima kasih' sebagai balasan pada orang itu.

***

Acara busana berlangsung tanpa hambatan. Paris mendapatkan tempat duduk yang telah disediakan secara eksklusif di barisan depan, di tengah-tengah jajaran orang penting dalam industri mode yang hadir untuk menikmati momen tersebut. Mengenakan gaun yang elegen nan memukai, bak bintang Sirius Paris memancarkan pesonanya yang tak tertandingi. Hal tersebut membuatnya menjadi pusat perhatian di antara kerumunan.

Paris memperhatikan setiap gerakan model yang berjalan di atas landasan catwalk, memamerkan koleksi terbaru dari perancangan busana tersohor. Senyum tipis terukir di bibirnya kala melihat desain yang mencuri perhatian dan kedua netranya yang berbinar menangkap setiap detail dari pakaian tersebut. Ia menikmati momen tersebut dengan penuh kekaguman, merasakan getaran inspirasi yang mengalir di dekatnya.

Foto bersama menjadi sesi terakhir acara busana. Paris bersama dengan orang-orang penting melakukan sesi foto di luar gedung sebagai kenang-kenangan dan bukti menghadiri acara tersebut. Sydney yang siap siaga itu menghampiri Paris yang mulai terlihat bingung untuk mengambil jalan keluar di tengah kerumunan tamu dan penggemar yang menyodorkannya beberapa kado.

"Apakah kau bersenang-senang dengan acara busana tadi?" tanya Sydney untuk menetralisir rasa cemas yang Paris alami karena takut kehilangan arah.

"Ya. Pakaian yang dipamerkan sangat bagus." Paris menatap sekilas wajah tampan Sydney yang datar itu lalu kembali fokus dengan langkah yang ia ambil.

Paris dan Sydney tidak sadar ada sepasang mata yang mengintai. Ditengah kerumuman orang berlalu lalang, Moony berdiri tegap menitikberatkan ketertarikannya pada Paris yang sedang didampingi oleh Sydney menuju mobil yang akan membawa mereka kembali ke hotel.

Moony menyeringai diiringi dengan menyibak surainya ke belakang. Obsesinya pada Paris kian menggunung, membuatnya ingin lebih dekat dengan wanita populer itu hingga terlintas sebuah ide di dalam kepalanya.

"Benar. Jika Sydney bisa menjadi pengawal, kenapa aku tidak bisa?" 



---------

Hayoooo siapa yang penasaran bagaimana dan apa yang terjadi jika Moony dan Sydney saling bersaing menjadi pengawal pribadi Paris?

Yuks ikutin terus 'Obsessed: Recall' agar tahu jawabannya!

Obsessed: RecallWhere stories live. Discover now