IV : Kahiyang Kenapa?

68 8 9
                                    

...

"Shoot lagi, Ji-aih meleset!"

Malam di mana Panji berkumpul bersama teman - temannya, tentunya dengan Adhista di sana. Berkumpul di tempat billiard milik keluarga konglomerat salah satu teman Panji yang kini hanya duduk di sofa bersama pacarnya menyaksikan Panji bermain billiard, dan sudah sangat diizinkan untuk menjadi tempat tongkrongan teman - teman Panji-hasil rengekan sang pemilik.

Panji lihai dalam permainan bola kecil ini, dan kini ia tengah melawan teman perempuannya yang dikenal juga lihai dalam permainan itu. Dari permainan Panji yang meleset itu, sungguh sial teman perempuannya memenangkan permainan dan menyeringai kecil ke arah Panji dengan wajah menyebalkannya, sungguh Panji benci melihatnya.

"Hebat katanya," Perempuan dengan rambut pendek itu lantas kembali duduk di sofa seraya tertawa puas atas kemenangannya.

"Ck, ini cuma keberuntunganmu ae, Ren, biasanya juga aku toh yang menang," Panji menjawab seraya berdecak, lantas menyulut rokoknya yang berada di mulutnya sejak mereka selesai bermain.

"Bagi!" Renata-perempuan dengan rambut pendek itu mengambil sekotak rokok milik Panji yang ada di meja tempat minuman dan barang mereka berada, dengan sigap Panji ambil bungkus rokoknya lantas menyimpannya di kantung jaket.

"Gak, rokok mahal ini, lagian pernah digebukin bapaknya perkara ngerokok masih gak kapok juga," Panji berkata sinis, sedang Renata hanya memutar malas bola matanya.

"Bacot, kelamaan," Renata menyahut rokok yang ada di tangan Panji lantas menghisapnya, membuat teman - teman Panji yang lain terkejut melihatnya.

Bukannya menghentikan, mereka malah terdiam, lantas memilih membiarkan Renata melakukan apa yang ia suka, masalah resiko biarlah. Panji hanya menggelengkan kepala, lantas mulai mematik batang kedua setelah rokoknya diambil oleh Renata, dan bergabung dengan teman yang lain.

Mereka mengobrol, disertai minuman soda yang ada ada di meja. Mereka bercanda ria dengan hebohnya, rasanya tak mempedulikan pengunjung lain yang rasanya ingin melempar mereka dengan kaleng minuman saking hebohnya.

Hingga di tengah percakapan seru mereka, raut wajah sang pemilik rumah berubah melihat seseorang datang. Panji sontak ikut mengalihkan atensi, darahnya terasa berdesir kencang melihat siapa yang datang.

Laskar bersama kekasihnya, si pendek sialan yang membuatnya hampir mati dalam cemburu.

"Lapo kon?" sang pemilik bertanya sinis pada si peserta yang baru datang, dengan bahasa yang sangat kasar. (ngapain kamu [ke sini, bahasa kasar]?)

"Berkunjung, San, sekalian mau ngenalin pacar," si pendek merengkuh pinggang Laskar yang menunjukkan wajah tak nyaman.

"Cok raimu ngisin ngisini tok, jek nduwe rai kon mrene? Kon yo iso isone nggowo pacarmu mrene, gawe opo? Ndelok kon dolanan karo wedok liyo ngunu ta?" Cassandra-selaku pemilik, dengan segala emosi berkata kasar pada pengunjung itu. (cok [umpatan kasar] wajahmu/tampangmu [merujuk pada kelakuan] malu maluin doang, masih punya muka kamu ke sini? Kamu juga bisa bisanya bawa pacarmu ke sini, buat apa? Lihat kamu main sama perempuan lain?)

Yang lain hanya duduk terdiam di sofa, menyaksikan orang yang katanya adik-kakak itu tengah beradu argumen, disertai pacar Cassandra yang berusaha menenangkan Cassandra. Panji tak memperhatikan pertengkaran, ia memperhatikan Laskar yang tampak ingin keluar dari rengkuhan si pendek yang ia dengar - dengar bernama Kahvian, tapi Kahvian masih terus merengkuh pinggang Laskar.

Ada banyak rencana jahat dalam otak Panji, seperti tiba - tiba menyeret Laskar dari sana lantas membawa Laskar pergi bak pahlawan. Tapi, ia mencoba menggunakan logikanya, kemungkinan besar seorang Kahvian akan memukul Panji habis - habisan, terlihat dari tampangnya yang berandalan.

Locked Out Of Heaven | JongsangKde žijí příběhy. Začni objevovat