Azizi merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah pisau lipat dan melemparnya ke arah Aldo. Aldo dengan panik menangkapnya, lalu menautkan kedua alisnya karena bingung kenapa Azizi memberikan pisau ini.

"Ayo," ajak Azizi seraya berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan.

"Kemana?" Tanya Aldo masih diam di tempat menatap Azizi yang sudah membuka pintu mobilnya dan berhenti sejenak untuk menatapnya dari sana.

"Nyelamatin Adel."

-

"Kamu tahu dari kapan kalau papa kamu jadi pengedar?" Kathrina menolehkan pandangannya ke atas, melihat wajah Gita dari bawah yang tetap terlihat cantik. Posisi seperti ini sangatlah nyaman, tidur di paha Gita membuat Kathrina tak ingin bangkit sedari tadi.

Gita menunduk sedikit, menatap netra Kathrina sekilas lalu kembali melihat ke depan. "Baru aja aku tahu," jawab Gita sembari mengelus kepala Kathrina dengan sayang, mengurai rambut panjangnya hingga sang empu merasa sangat nyaman.

Rasanya Kathrina ingin selamanya seperti ini.

"Jangan ikut campur sama hal begini," pesan Kathrina pada Gita. Ia tak ingin kekasih hatinya terlibat dalam hal kotor yang melibatkan barang berbahaya seperti narkoba itu. Cukup dirinya saja yang memiliki latar belakang gelap, Gita jangan.

Sayang, Kathrina tidak tahu kalau Gita ini lebih dari seorang gadis pewaris yang polos. Dua orang perempuan sudah menjadi korban dari Gita, tapi tak ada yang mengetahuinya.

Mereka berdua masing-masing tak mengetahui masa lalu dan latar mereka yang gelap satu sama lain. Yang Gita tahu, Kathrina adalah seorang bodyguard profesional yang memang sudah tekun pada bidangnya ini. Tak pernah sekalipun Gita terpikir kalau Kathrina adalah seorang pembunuh bayaran yang sedang beristirahat.

Sedangkan Kathrina, ia menganggap kalau Gita hanyalah seorang pewaris keluarga yang polos dan dingin. Oh, Gita juga pacar tercintanya Kathrina.

"Aku sayang sama kamu," imbuh Kathrina seraya menyembunyikan wajahnya pada perut Gita dan mengusap-usapnya hingga membuat Gita merasa geli.

Gita tersenyum gigi, tangan lentiknya kembali mengusap kepala Kathrina lalu mencubit pipinya sekilas.

"Aku juga sayang sama kamu."

-

"Aku benci banget sama kamu, Fen."

Gracia menghela napasnya seraya menempelkan lengannya pada mata, menutupi pandangannya dan mendengarkan ocehan Feni dari ponselnya.

"Yailah, percaya aja sama aku Gre. Aku yakin semua berjalan lancar, tanpa perlu mengotori tanganku sendiri, aku bisa bebasin Adel. Aku yakin Zee bakal ngeluarin Adel buat bantu dia ngebunuh aku."

"Itu dia, Feni! Aku benci banget sama kamu yang selalu bikin alur yang begini. Bukan ini yang aku mau," bentak Gracia kembali menaruh ponselnya di depan mulut, mengeluarkan unek-unek nya pada Feni karena telah melakukan hal yang tidak ia senangi.

Feni terkekeh lalu kembali menjawab Gracia dengan celotehannya yang panjang. "Gre, dengerin aku! Kamu yang minta aku buat ngurus Davidra, dan waktu itu aku hampir ketahuan sama polisi karena memodifikasi kasus. Jadi aku kubur kasus Davidra ini dengan kasus Ragustiro. Some how, aku ga tahu kalau Adel bakal terjerat juga di kasus ini. Makanya aku mancing Azizi untuk ngebunuh aku, Gre. Azizi tahu kalau dia ga bisa bunuh aku sendirian, dia butuh Adel—"

"TAPI TETAP AJA FENI!" Gracia berteriak, membentak penjelasan Feni yang semakin membuat amarahnya memuncak. Gracia benar-benar tak senang dengan keputusan Feni sekarang ini. Bagaimana kalau Azizi nantinya benar-benar akan membunuh Feni?

"Aku ga mau kalian saling bunuh," lirih Gracia menahan air matanya yang sudah menumpuk di ujung garis mata. "Kita bertiga udah sepakat 'kan untuk menjalankan organisasi kita seperti keluarga?"

Feni terdiam sesaat setelah Gracia menyelesaikan kalimatnya. Bibir Feni juga bergetar, menahan isak tangisan yang hendak keluar dari tenggorokan.

"Terkadang keluarga itu bisa rentak sediki, Gre."

"Azizi ngebawa Aldo," ungkap Gracia mengubah topik mereka kembali. Tangan Gracia terangkat, memijat batang hidung lalu perpindah pada dahi nya yang terasa panas.

"Akhirnya dia ngejalanin misi juga, ya," gelak Feni membayangkan Azizi yang membawa Aldo untuk menyelamatkan kakaknya, Adel.

Gracia mematikan panggilan telponnya sepihak kala tawa Feni berhenti. Ibu jari Gracia menari di atas layar, mengetik nama seseorang lalu menelponnya.

"Halo. Shan."

...

"Maaf, tapi ini penting banget."

...

"Ayo ketemu di gudang," akhir Gracia seraya mematikan sambungan telpon nya kembali. Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar menuju mobil miliknya yang terparkir di luar.

Baru saja ia hendak menyalakan mesin mobil, tiba-tiba suara dentungan besi terdengar dari arah belakang, membuat Gracia jadi harus kembali keluar dan mengeceknya.

Rahang Gracia mengeras, kendati melihat beberapa part mobil miliknya hilang dan rusak karena seseorang.

"Dasar Azizi!"

.
.
.
.
.

Maaf agak telat
Rumahku kedatangan banyak tamu sampe ga ada waktu buat nulis

PENGASUHWhere stories live. Discover now