Bagian 1

1.9K 65 1
                                    

Keringat dingin mengucur deras dari punggu Surya. Lelaki berumur 27 tahun itu nampak gugup dihadapan seorang lelaki tua yang sedang memandangi nya dengan wajah datar sambil mengisap cerutunya.

Surya menunduk menghindari tatapan mengintimidasi dari lelaki tua dihadapannya. Napasnya tak beraturan menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut lelaki itu.

"Jadi kamu yang namanya Surya?" Tanya Lelaki itu untuk pertama kalinya. Surya spontan mengangguk dengan semangat. Ia menelan ludah kasar ketika lelaki itu memajukan wajahnya hingga tersisa hanya beberapa jarak saja dengannya.

"Sudah berapa tahun kamu pacaran dengan anak saya?" Tanya lagi.

"Tu tujuh tahun om." Jawab Surya dengan gugup karena wajah lelaki itu berjarak sangat dekat dengan wajahnya.

"Wah. Kamu pacaran sama anak saya selama tujuh tahun!" Mata pak Junaedi melotot.

Surya kembali menelan ludah kasar sebelum mengangguk. Respon Surya membuat pak Junaedi mendengus dan melemparkan pandangannya pada Anjas yang berjalan dari dapur membawa kopi dan susu coklat.

"Kamu pacaran tujuh tahun, tapi baru berani ngenalin pacarmu sekarang?!." Mata pak Junaedi mengikuti pergerakan anak gadisnya, menunggu jawabannya. Namun, hanya anggukan santai yang diberikan oleh Anjas.

Anjas dengan senyuman lembut meletakkan kopi dan susu di meja.

"Ini siapa yang minum susu?" Tanya pak Junaedi ketika melihat segelas susu coklat terletak berdampingan dengan kopi kental hitam.

"Saya om." Dengan senyum canggung Surya menggeser gelasnya sambil mencoba menghindari tatapan bapaknya Anjas.

Anjas meletakkan nampang dibawah meja dan kemudian mengambil tempat duduk di dekat bapaknya. Mata Anjas menatap tajam seolah memberi kode pada Surya.

Surya berdehem mencoba menangani tenggorokan yang parau. Sementara itu pak Junaedi mengambil segelas kopi.

"Om, saya ingin menikahi Anjas," Seperti memikul sekeranjang batu dan bebannya menjadi ringan setelah sampai tujuan. Pengakuan tadi membuat Surya menjadi lega.

Pak Junaedi yang belum sempat menelan kopinya membuatnya tersedak hingga muncrat ke wajah Surya. Dengan wajah pias dia mengusap kopi yang mengenai wajahnya sambil menghela napas pasrah.

Mata pak Junaedi melotot disertai dengan kumisnya yang berkedut, membuat Surya bergidik ngeri. Sementara Anjas yang sudah bisa memprediksi respon sang bapak hanya bisa tersenyum dengan senyuman manis andalannya.

" Kamu mau nikah dengan Anjas?!" Pak Junaedi dengan mata melotot menatap Surya dari atas kebawah.

"Punya apa kamu sampai berani melamar anak saya?" Sambung pak Junaedi. Nada ketus Pak Junaedi membuat surya terdiam dan segera menatap mata Anjas.

"Anak perempuan saya satu-satunya ini saya besarkan dengan penuh kasih tanpa perna kekurangan sekalipun. Peringatan saja saya tidak mau anak saya setelah menikah harus hidup susah!" Sambung Pak Junaedi.

"Bapak jangan gitu ngomongnya." Bisik Anjas dengan nada penuh khawatir. Namun dengan pekanya memberikan gestur isyarat agar Anjas tidak perlu khawatir.

"Saya memang tidak kaya pak, namun insyaAllah saya tidak akan membuat Anjas Kekurangan...." Surya menatap dalam mata Anjas dengan penuh keyakinan ia pun melanjutkan kalimat nya. "Saya akan berusaha dan selalu mengedepankan Anjas lebih dari apapun." Lepas sudah keluh di lidah surya ketika berhasil menyelesaikan kalimatnya. Begitu juga dengan Anjas yang tersenyum tipis bangga dengan keberanian kekasih nya.

Pak Junaedi terdiam untuk beberapa saat, bagaimanapun dia juga pria yang pandai menilai, sikap dan kesungguhan Surya bukanlah main-main terbukti dengan tekad dan kesungguhannya, jauh dalam tatapan pemudah itu Junaedi tahu seberapa cinta nya dia terhadap putrinya.

Kehidupan setelah menikah. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang