1. Rumah Tanpa Atap

Beginne am Anfang
                                    

"Mama...?" Ucapnya setengah malas.

"Kamu tau ini sudah jam berapa..? Hah?!! Ini sudah jam 6 pagi, Muara...! Tapi kenapa adik-adik kamu belum ada yang bangun...!" Serunya.

"Muara udah bangunin mereka tapi mereka nggak mau bangun."

"Kalo kamu bangunin cuma lewat ponsel, Mama juga bisa....!"

"Muara, dengarin Mama baik-baik. Baju yang kamu pakai itu tidak gratis. Makanan yang kamu makan setiap hari juga kamu tau dari siapa. Biaya kuliah kamu yang mahal itu juga tidak turun dari langit. Paham...!"

"Muara udah tau jadi Mama nggak harus ngejelasin ulang setiap kali Muara salah."

"Mama cuma mau ngingetin kamu, karna mungkin saja kamu lupa."

"Muara ingat dan akan selalu ingat."

"Bagus. Jadi kerjakan tugas kamu dengan benar tanpa harus Mama ulang setiap saat." Wanita itu lalu Kembali menuju dapur tanpa menunggu jawaban dari remaja berusia 23 tahun tersebut yang ternyata adalah putra sulungnya.

Muara lalu bergegas keluar kamar menuju kamar berjejer yang terletak dilantai satu. Ia mengetuk dari satu pintu ke pintu lain dengan ucapan yang sama, "Bangun... Nyonya menir ngamuk. Banguunnnn....!!! Banguuunnnn....."

"Bangun woy... BANGUNNNNN....!!!"

Setelahnya satu persatu pintu terbuka disusul dengan enam anak lelaki menyembul dari setiap kamar. Mereka adalah Lintang, Janu, Jenggala, Lio, Buma dan Air. Mereka adalah saudara Muara beda Ayah yang tinggal bersama dengan Ibu mereka yang berprofesi sebagai penjual kosmetik.

"Lo bisa gak sih sekali doang gak gangguin kita...!!!" Seru Lio yang merasa keberatan pintu kamarnya digedor masih pagi.

Puk...

Toyoran mendarat dikepala Lio, "Kalo lo mau anteng, pulang sana ke Bokap lo." Balas Lintang yang punya postur paling kecil tetapi paling tua diantara mereka berenam.

"Kurcaci sial... Lo toel pala gue sekali lagi, gue gojekin lo ke pluto."

"Kalo lo masih nggak sopan sama Muara, gue yang gojekin lo ke neraka."

"Anjai... Pagi-pagi udah ngomongin neraka sama para penghuninya." Timpal Jenggala, "Tuhan... mereka sangat rindu dengan nerakamu, jadi hamba mohon jangan tolak permintaan mereka. Tolong jemput mereka secepatnya." Timpal Jenggala atau yang biasa di sapa Gala.

"Dasar sinting...!! Bersihin aja tu belek dimata lo. Jorok...!!" Sahut Buma yang berdiri diambang pintu menggunakan piyama merk Gucci edisi terbatas.

Buma adalah anak haram pemilik perusahaan Expor-Impor terbesar di Indonesia. Walau Buma anak yang tidak diharapkan tapi semua fasilitas bisa Buma dapat dengan mudah. Tentu saja dengan sokongan Ayah yang tidak mau mengakuinya sebagai anak namun tetap memberi hak materi yang Buma butuhkan.

"Buruan kalian mandi abis itu ke meja makan. Mama udah masak jadi jangan ada yang gak ikut makan."

"Siap Pak Muara."

"MUARAAAA....!!! KEKAMAR IBU SEKARANG...!!!" terdengar kembali teriakan dari kejauhan namun begitu jelas menelisik gendang telinga.

"Gue ke Ibu dulu. Ingat jangan ada yang molor lagi. Terutama lo Lio."

"Kena lagi deh gue."

"Kan emang lo yang paling bebal diantara kita." Cekikik Lintang.

Muara lalu berjalan malas menuju kamar yang terletak dipaling depan. Disana sudah menunggu Ibu mereka yang begitu santai dengan hot pans sembari menghisap seputung rokok dan segelas minuman ditangan. Muara masuk kedalam kamar besar itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Apr 02 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

Cerita Diujung TintaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt