Enough (ChenHyuck) Part. 2

221 23 0
                                    

Haechan terbangun dari tidurnya saat mendengar lonceng bel kos nya berbunyi, ia menggosok-gosok matanya dan bangkit dari tempat tidur. Dengan mata yang masih terpejam ia membuka pintu. Ketika ia membuka mata, ia terperanjat melihat banyaknya makanan di depan pintu kosnya.

Tatapan heran dan penasaran langsung menghiasi wajahnya. Ia menemukan beberapa keterangan pada masing-masing paket, namun tidak ada yang menunjukkan siapa pengirimnya.

Saat ia hampir putus asa, ia mendapati secarik kertas terlipat di antara bungkusan plastik. Haechan segera membukanya dan membaca dengan cepat.

Matanya membelalak dan wajahnya memerah saat ia menyadari siapa pengirimnya, Chenle.

Dengan geram, Haechan membawa masuk semua kiriman makanan ke dalam kosnya dan menelpon seseorang dengan cepat. "Chenle! What do you want from me!" desisnya, suaranya penuh dengan ketidakpercayaan dan frustasi.

Ia mendengar suara yang dulu mengasihinya di ujung telepon, "Haechan-ah.. makanannya sudah datang?" suara Chenle terdengar lembut di ujung telepon, mencoba meredakan kemarahan Haechan.

Haechan merenung sejenak. Ia tahu Chenle melakukan ini dengan niat baik. Tapi dia tidak bisa lupa bagaimana Chenle mengirim penguntit untuk mengawasi dirinya, dan kemungkinan bahwa Café Chouteau dibeli yang lebih muda itu sangatlah tinggi.

"Sialan, Chenle," kata-kata terakhir yang ia lontarkan sebelum menutup sambungan telpon dari Chenle.

***

Haechan kaget saat tangannya tiba-tiba ditahan oleh seseorang, saat menoleh ternyata yang menahan tangannya adalah Chenle, “Lepaskan,” ucapnya.

You have to hear me! Please…”

“Dengarkan apa lagi! Lepaskan tanganku.” ia berusaha menarik tangannya.

“Maaf, maafkan aku Haechan-ah…” Ucapnya memelas kepada sang lawan bicara, “Aku membawakanmu sesuatu..”

Chenle mengeluarkan hadiah yang ada di dalam saku celananya. Sebuah cincin berlian putih.

Alih-alih hadiah tersebut diterima, ia malah di tampar di depan umum. Sambil menahan tangisnya, Haechan berkata, “Kamu pikir aku orang macam apa hah?!”

Chenle diam disana mematung seraya melihat siluet Haechan jalan semakin jauh.

*

“Apa kau yakin nak?” Papa Zhong menatap haru anaknya. Anak bungsunya sudah dewasa, mungkin ini jalan yang terbaik bagi dirinya.

“Iya papa, aku yakin.”

Setelah menyerahkan semua kartu kreditnya di meja, Chenle berdiri tegak di tempat dengan raut wajah yang tegas namun penuh tekad, “Papa, aku permisi.” Dengan langkah mantap, ia meninggalkan kantor papanya itu.

Mulai hari ini ia akan mengejar Haechan dengan usahanya sendiri, tanpa meminta bantuan siapapun, termasuk orang tuanya.

Meskipun langkahnya terasa berat, tekadnya untuk memperbaiki kesalahannya kepada Haechan membuatnya semakin kuat dan mantap melangkah ke depan. Dengan setiap langkahnya, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menyerah hingga Haechan memaafkannya.

“Tunggu aku, Haechan-ah..”

Drrt Drrt

“Halo Papa, ada apa?”

Chenle, papa melihat riwayat kartu kreditmu... Kamu membeli Café dengan nama Café Chouteau ya?

“Benar, Papa. Aku membeli Café Chouteau.”

Baguslah. Papa sarankan agar kamu mulai bekerja di Café itu mulai dari sekarang. Supaya kamu tetap memiliki penghasilan. Tenang saja, papa tidak akan memberitahu manager Café itu.”

“Baik, Papa. Terimakasih atas sarannya.”

Setelah beberapa hari kedatangannya ke kantor milik papa, semua barang mahal Chenle sudah diambil atau diganti. Mobil yang biasa ia pakai sudah ditukar menjadi mobil biasa, bukan mobil mewah, dan sudah hampir seminggu ini ia bekerja paruh waktu sebagai Barista di Café Chouteau.

“Haaah…Jadi gini rasanya bekerja?” ucapnya saat kembali ke apartment nya, bisa Chenle akui kalau bekerja itu melelahkan. Ia jadi mengerti bagaimana perasaan Haechan tentang gelang yang ia buang.

Chenle jadi sedih, tidak seharusnya ia berbuat seperti. Seberapa kaya nya dia, sampai lupa kalau tidak semua barang bisa dibeli dengan uang. Cinta dan Kasih Sayang, contohnya.

Chenle memukul kepalanya pelan, “Bodoh bodoh bodoh!”

*

“Aku mau Iced Vanilla Latte nya satu”

Chenle seketika mengangkat kepalanya. Matanya bertemu dengan mata Haechan, “Oh, Haechan...”

Sedangkan yang ditatap langsung memutuskan tatapan matanya. Chenle memperhatikan ekspresi Haechan yang terlihat agak tertegun. Dengan lembut, ia mengajak Haechan keluar dari kafe untuk berbicara sebentar, "Haechan, ada yang ingin kubicarakan denganmu," ucap Chenle dengan nada lembut.

Haechan menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan, apakah itu Kecewa? Sarah? Sedih?

Mereka berjalan ke sudut yang lebih sepi di luar, dibawah teduhan payung mereka berbincang.

“Kamu ngapain disini," tanya Haechan,

"Aku kerja," jawab Chenle dengan jujur.

Haechan diam sejenak, kaget, seolah mempertimbangkan apa yang didengar itu salah, “Kamu...kerja di Café?”

Suara Haechan terdengar tidak yakin. Chenle hanya bisa mengangguk, ya memang benar, ia kerja disini, di Café yang dulu ia beli karena cemburu buta.

Chenle melihat ke arah Haechan dengan penuh keberanian. "Aku belajar dari seseorang, kalau tidak semuanya bisa dibeli dengan uang.." ucapnya dengan tenang sambil tersenyum.

Haechan menatap Chenle dengan campuran banyak emosi, antara keheranan atau kebanggaan yang tak terduga. "Benarkah?" gumamnya kecil, mencoba memahami alasan di balik keputusan Chenle.

Chenle mengangguk mantap, "Iya"

Haechan tersenyum kecil mendengar pengakuan Chenle. Syukurlah kalau pria yang lebih muda satu tahun darinya itu mau berubah.

Setelah percakapan mereka yang hangat di bawah sinar matahari, Haechan kembali masuk ke Café. Dia melirik sekeliling, mencari meja yang kosong.

Sesekali ia memperhatikan Chenle yang sedang melayani pembeli di balik meja kasir.

"Iced Vanilla Latte untuk Haechan!” teriak Chenle, yang dipanggil namanya itu berjalan mengambil kopinya, “Terima kasih sudah memesan, Haechan," senyum Chenle dengan hangat.

"Have a good day!" teriak Chenle ketika Haechan berjalan keluar dari Café itu.

Haechan menggeleng sambil tersenyum, "Dia benar-benar berusaha untuk berubah.."

Selama empat jam kedepan, Chenle masih bertugas sebagai kasir sebelum pergi ke rutinitas kuliahnya.

Chenle sadar kalau sikapnya selama ini dengan Haechan ternyata menyebalkan, ia tidak pernah menghargainya sebagai mestinya Dan sekarang ia sedang dalam misi untuk mengubah diri dan memperbaiki hubungannya dengan Haechan!

*****

Haechan HaremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang