00. A Rosier

31 1 0
                                    

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

...


Pertengahan Oktober 1981.

Angin malam menghampiri nya, pandanganya hanya bisa melihat rumput luas yang tak nampak warnanya. Tangisan bayi di pelukannya tak lagi ia dengar, reflek ia langsung melihat bayinya. Matanya yang sudah mengeluarkan air mata sedari tadi, menatap lembut bayinya, menyayangkan kenapa hal tersebut terjadi pada bayi yang ada di hadapannya. Sementara bayi yang di lihat, mulai menunjukkan mata kantuk nya, lelah menangis berjam-jam tanpa henti.

Kegaduhan yang mereka lihat dan dengar di gantikan dengan ketenangan di hamparan padang rumput malam itu. Juga angin yang menghilangkan rasa basah di tubuh mereka, bekas air mata terlihat di wajahnya.

Penampilannya berantakan, rambut coklat yang tak lagi tertata rapih, pakaian yang sudah terkena debu di rumahnya meninggalkan bekas coklat disana. Sesaat setelah mencerna dimana ia berada, ia menoleh, melihat sosok wanita lain yang membawanya ke tempatnya sekarang.

Wanita yang di balut pakaian hitam, rambut merah yang berayun terkena angin, juga beberapa noda kotor terlihat di wajahnya. Wanita tersebut tak kalah berantakan dengan dirinya sekarang.

Wanita tersebut menatapnya dan juga sang bayi secara bergantian. Terlihat wanita tersebut menghela nafasnya, merasa lega karena sudah berhasil membawanya dan juga sang bayi jauh dari tempat yang menghantui mereka.

"Hanya kesini aku bisa membawamu." Wanita berambut merah itu membuka suara, ia mendekat. "Aku harap dia bisa tertidur sejenak." Tangannya mengelus pipi sang bayi.

"Kau belum menjawab pertanyaan ku." Ibu dari bayi tersebut bertanya.

Entah yang ke berapa kali, wanita berambut merah kembali menghela nafas. "Evan memintaku untuk membawanya" ia berhenti berucap, terlihat memikirkan sebuah kalimat. "Tidak ada alasan pasti yang dia katakan padaku."

"Then i won't let her go with you." 

"No. Please. Just, let her go with me."

Makin erat sang bayi ia dekap. Sepertinya, ia tidak bisa berfikir jernih untuk sekarang. Nampaknya ada sedikit trauma di dalam dirinya.

Wanita berambut merah memegang kedua sisi pundaknya, terlihat mencoba menenangkan sang ibu. Untuk pertama kali wanita berambut merah merasa ia bukanlah dirinya, karena untuk pertama kali, ia bersikap seperti ini pada orang yang tidak begitu ia kenal.

"It's okay. Aku tahu, ada orang lain yang menunggu mu dan bayi ini sempat menjadi beban untukmu. Aku tidak menyangka kalian berdua bersikap sama. Tiba-tiba peduli padanya, padahal saat itu kalian sama sama tidak mengakuinya." Ucap wanita berambut merah, menyadarkan sang ibu.

Sang ibu melihat bayi yang ia dekap, "Memang. Aku sempat menolaknya, apalagi pria itu langsung menolaknya saat itu." Ia tersenyum, "Tapi aku sadar kalau aku menyayangi nya. Bahkan orang tua ku bahagia dengan kedatangannya."

Angin kembali berhembus, merinterupsi percakapan mereka. Rumput kembali bergoyang, cahaya bulan dan bintang yang mulai terlihat setelah awan gelap menghilang. Kedua wanita disana sama-sama terdiam, memikirkan bagaimana nasib bayi perempuan yang tidak mengetahui apapun, yang bahkan bayi kecil tersebut belum melihat dunia sepenuhnya.

Sang ibu mendangak, melihat wanita berambut merah. "Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan sehingga memohon mu untuk mengambilnya." Kali ini, wajahnya terlihat membaik. "Tapi, Giselle. Aku tahu kau sebenarnya baik, ucapanmu barusan langsung menyadarkan ku."

Giselle sedikit terkejut ketika sang ibu memberikan bayinya untuk ia gendong. "Tolong rawat dan besarkan dia dengan baik. Aku harap Rosier menganggapnya sebagaimana seorang Rosier."

Sang ibu masih menatap bayinya, "Walaupun aku menyayangi nya, belum tentu aku bisa membesarkan nya dengan baik. Dengan kedatangan mereka aku tidak tahu bisa menganggap nya ada atau tidak."

Giselle ikut menatap bayi yang ada di dekapannya, bayi tersebut tertidur dengan nyenyak, tidak tahu kalau sekarang nasibnya sedang dipertanyakan.

"Kalau begitu memang lebih baik bayi ini aku bawa. McKinnon juga sudah habis, hanya tersisa kau, Marlene." Giselle membenarkan posisi bayi tersebut, supaya semakin nyaman.

"Apa kau sudah memberinya nama?" Tanyanya.

Susana mereka sudah tidak lagi setegang saat mereka baru saja tiba. Meninggalkan medan perang dan juga kabur dari para Death Eater yang memburu McKinnon adalah hal paling nekat yang Giselle lakukan. Baru kali ini ia membangkang. Giselle tak ingin lagi melihat penderitaan. Sudah cukup melihat kakaknya meninggal di depan matanya, juga melihat keluarganya yang di siksa oleh Voldemort. Karena sempat gagal melakukan tugas. Untuk menghentikan penyiksaan tersebut, sang kakak lah yang berkorban dan juga membuktikan kesetiaannya pada Voldemort, kakaknya rela memberikan hidupnya untuk itu.

Setelah ini, Giselle akan membawa sang bayi kembali ke kediaman Rosier, membesarkan nya seperti yang kakaknya minta untuk terakhir kali. Pedih dan sakit yang ia rasa ketika mengingat bagaimana sang kakak memohon.

"Sudah."

Suara Marlene memecahkan lamunan Giselle yang kembali memikirkan realitanya di dunia sihir.

Tatapan Marlene tidak lepas dari bayinya, "Ivy Brooklyn..."

"Rosier." Sambung Giselle tegas.

Marlene tersenyum pada Giselle. "Aku harap setelah ini kehidupan nya akan jadi lebih baik dan dia bisa tumbuh menjadi gadis yang hebat."

"Akan ku pastikan hal tersebut." Rambutnya berterbangan, sedikit mengganggu pengelihatannya. "Terimakasih sudah mempercayakan nya padaku."

"Tidak. Akulah yang seharusnya berterimakasih kepadamu. Dan.." Marlene mendekatkan dirinya kemudian mengecup pipi dan kening sang bayi, "Maafkan ibu, Ivy."

Setelah ucapan Marlene barusan, terukir senyum di wajah Ivy kecil, seakan tahu bahwa lembaran hidupnya dimulai dari malam itu. Bersamaan dengan bintang-bintang yang mulai jatuh, juga angin yang kembali berhembus, seakan menyambut kedatangan Ivy.

Giselle dan Marlene melakukan sumpah tak terlanggar. Untuk menjaga kerahasian ini. Marlene tahu kemana ia akan pergi setelah ini, sama halnya dengan Giselle. Mereka berpisah di padang rumput yang luas malam itu. Padang rumput yang menjadi saksi bisu Ivy kembali lahir sebagai seorang Rosier.

Malam itu, adalah malam terakhir Ivy kecil dan Marlene ibunya bertemu, malam itu juga adalah malam terakhir Ivy kecil menyandang nama McKinnon sebagai nama keluarganya. Dan, dari malam itu Ivy kecil mulai menyandang nama Rosier sebagai nama keluarganya. Tidak tahu apakah itu akan berjalan baik untuk Ivy atau malah sebaliknya.

Dari malam itu juga, semua takdir dan nasib nya sudah di tentukan, termasuk takdirnya yang akan menjadi murid di sekolah Penyihir Hogwarts kelak. 

ᝰ.ᐟ



Full Moon. | Draco Malfoy जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें