"Semuanya tentang Ragustiro. Ga ada tentang keluarga Rinaldi? Khususnya putri tunggal mereka, Flora?"

Chika menggeleng. "Keluarga mereka begitu tertutup dan terjaga ketat, sulit bagi kami untuk—"

Chika menghentikan kalimatnya saat melihat Fiony mengeluarkan sebuah amplop tebal dari tasnya, dan menaruhnya di atas meja lalu menyodorkannya pada Chika.

"Dalam seminggu, bawakan saya semua informasi yang berkaitan dengan Faradisha Flora Rinaldi."

-

"Duh, Kak Eli kemana sih?"

Sudah sepuluh menit, Muthe terus berjalan mondar-mandir di depan teras sekolah. Tak henti-hentinya ia mencoba menghubungi Eli yang tak ada kabarnya sedari tadi. "Kemana sih dia?!"

Sekali lagi, ia mencoba menghubungi Eli lewat ponselnya. Namun nihil, sang empu tak menjawabnya. "Masa dia udah pulang duluan?" Monolog Muthe sedikit khawatir jika Eli benar-benar pulang duluan meninggalkan dirinya di sekolah.

"Permisi."

Muthe menoleh kebelakang saat seorang perempuan menepuk pundaknya. Mata Muthe langsung melotot, terkejut dengan orang yang berdiri di hadapannya.

"Mbak, kenal Ashel ga?"

Muthe menggeleng cepat, tangan nya terangkat mencoba menutupi sebagian wajah, berharap perempuan itu tidak mengenali dirinya.

"Ashelina kelas 12, mbak. Ga kenal?"

Muthe kembali menggeleng menjawabnya. "Duh, semoga ni orang ga kenal sama gue," batin Muthe dengan was-was.

Perempuan itu menghela napas, lalu mengeluarkan ponselnya. Sambil berkacak pinggang, mencoba menghubungi seseorang yang ia cari sedari tadi. Muthe yang masih berada disana dibuat mati kutu, berdiri canggung sekaligus dag-dig-dug khawatir. Dengan langkah pelan, Muthe mencoba melangkah mundur, menjauh dari hadapan perempuan itu.

"Eh, mbak."

Mampus, netra Muthe bertemu dengan netra Adel. Jantung Muthe mulai berdebar lebih cepat dan keringat dingin mulai mengucur membasahi keningnya. "Mm? Iya? Kenapa?" Tanya Muthe terbata-bata.

"Mbak ini—"

"MUTHEEEEEEEE!!"

Kedua perempuan itu menoleh ke belakang, seorang perempuan yang mereka kenali berlari menghampiri dan memeluk erat tubuh Muthe. "Hai," sapa nya sambil tersenyum.

Muthe melotot terkejut, kali ini jantungnya berpacu lebih cepat. Bagaimana tidak, seorang Ashel yang selama ini tak pernah akur dengan dirinya, tiba-tiba memeluknya dengan erat, seperti seseorang yang sudah akrab dari lama dengannya.

Kini manik Ashel beralih pada Adel, ia melempar cengir lalu melepaskan pelukannya dari Muthe. "Aku lama, ya?" Tanya Ashel seraya mencium pipi Adel.

Adel mendorong pelan tubuh Ashel, ia juga sama terkejutnya dengan Muthe atas perlakuan perempuan gila ini. "Shel, apa-apaan sih?!"

"Hehe." Ashel kembali melempar cengir kudanya pada Adel lalu beralih pada Muthe. Seraya menggandeng lengan Adel, ia melambai kecil pada perempuan yang masih berdiri mematung itu. "Kita duluan ya, Mut."

PENGASUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang