Chapter 7

599 40 6
                                    

Syahma menunggu jawaban pasti dari temannya itu, Zaza ragu untuk menceritakan apa yang dirinya lakukan sebelum Syahma datang ke rumah.

"Woi Zaza," tegur Syahma.

"Hah," sahut Zaza yang terlihat bingung.

"Kenapa sih kamu," memasukan satu bulat tik tak kedalam mulutnya.

"Aku mau cerita sama kamu boleh," ucap Syahma ragu-ragu.

"Bolehlah, boleh banget setia nih nunggu kamu cerita," ucap Syahma sangat yakin.

"Hehe makasih yah Syahma," sahut Zaza.

"Iya sama-sama ya buruan," Syahma sangat menunggu-nunggu.

"Pertama aku ikut kayak kegiatan belajar itu di masjid," Zaza menahan tawa.

"Astaghfirullah jangan ketawa dulu Zaaa," ucap Syahma serius.

"Hehehe iya maaf," ucap Zaza.

"Hah terus apa lagi," Syahma terlihat serius mendengarkan cerita temannya itu.

"Terus aku duduki sandal," sambung Zaza.

"Hah terus apa hubungannya," Syahma semakin menikmati cemilan.

"Iya ada hubungannya soalnya yang aku duduki itu sandal milik ustadz yang isi kajian di masjid itu," jelas Zaza.

"Yang bener aja Zaa, ya ampun kok kamu bisa duduki sandal itu sih," menepuk kening.

"Iya namanya enggak sengaja, aku tu pakai sepatu loh," jelas Zaza lagi.

"Terus gimana ustadznya, kamu di marahin?" tanya Syahma penasaran.

"Emm aku enggak di marahin, tapi aku malu banget masak aku duduki sandal ustadz itu," ucap Zaza sedikit malu mengingat kejadian itu.

"Kamu ada-ada aja sih," sahut Syahma dengan senyuman.

"Tapi Syahma, beberapa hari ini aku jumpa muluk sama ustadz terus yaa aku buat gara-gara muluk," Zaza mengingat kejadian tadi.

"Gara-gara yang gimana?" tanya Syahma.

"Iyaaa tadi aku jumpa ustadz," ucap Zaza.

"Hah terus?" tanya Syahma.

"Terus aku enggak sengaja kakinya terinjak ban motorku," senyum tak bersalah.

"Wah aneh kamu Zaa jumpa cowok spek ustadz malah ninggalin kesan yang memalukan," ucap Syahma menepuk pundak Zaza.

"Suwer aku enggak sengaja loh, aku tadi itu udah lihat enggak ada siapa-siapa terus pas aku mundurin motor eh ada orang," jelas Zaza.

Setelah selesai membeli minuman dingin Ahkam kembali ke sekolah dimana dirinya mengajar, rasa nyilu dibalik sepatunya sangat terasa. Karena kantor sepi Ahkam membuka sepatunya melihat keadaan kakinya apakah baik-baik saja, ternyata ada warna sedikit ungu di kakinya.

"Astaghfirullah," ucap Ahkam sedikit keras membuat seseorang yang baru memasuki kantor mendengarnya.

"Kenapa ustadz?" tanya ustadz Sholeh.

"Enggak ada ustadz," jawab Ahkam yang menahan sakit di kakinya.

"Beneran ustadz," ucap ustadz Sholeh yang masih tidak percaya.

"Iyaa," sahut Ahkam yang sangat cool.

"Baik kalau ada apa-apa beri tahu aja, kalau gitu saya permisi dulu," Ustadz Sholeh kembali ke kelas.

"Iya ustadz," sahut Rayyan.

Bel istirahat sudah berbunyi para guru menuju ke kantor, Ahkam masih duduk di tempat yang sama. Ustadz Rasyid adalah teman Ahkam mengajar di tempat yang sama, ustadz Rasyid memperhatikan Ahkam seperti sedang merasa sakit. Ketika ustadz Rasyid menegurnya, Ahkam pun tersenyum membalas pertanyaan temannya itu.

Jam terus berputar tak terasa sudah masuk ke jadwal pulang, Ahkam membereskan semua peralatan mengajarnya dan bersiap-siap pulang ke rumah.

"Ahkam," panggil ustadz Rasyid.

"Iya kenapa us," sahut Ahkam.

"Us, apaaan," ucap ustadz Rasyid yang tidak enak disapa dengan sebutan ustadz dengan temannya sendiri.

"Ustadz Rasyid," sahut Ahkam.

"Ente kenapa dari tadi kayak nahan sakit gitu?" tanya ustadz Rasyid.

"Iya sakit kaki ane," sahut Ahkam yang mulai tidak mampu menahan rasa sakit di kakinya.

"Sakit apa kaki ente enggak seperti biasanya, perasaan ane tadi pagi ente biasa aja tu jalannya.

"Tadi kaki ane di injak ban motor," jelas Ahkam.

"Astaghfirullah wah siapa yang berani injak kaki ente, bisa-bisanya," sahut Ustadz Rasyid.

"Iya mungkin enggak sengaja dia," ucap Ahkam.

"Sampai kayak gini loh kaki ente, kok enggak tanggung jawab dia," ustadz Rasyid memperhatikan kaki Ahkam.

"Iya ane tau dia enggak sengaja, tadi dia mau nolong ane tapi ane tolak," jelas Ahkam.

"Hah kok ente tolak," sahut ustadz Rasyid yang terlihat bingung.

"Iya bingung soalnya dia itu cewek," ucap Ahkam.

"Emangnya kenapa kalau cewek," ustadz Rasyid bertanya-tanya.

"Entar takut ane bahaya soalnya bukan mahram," sahut Ahkam memijat kakinya.

"Iya udah nikahin ajalah," ucap ustadz Rasyid ringan.

"Udah dua kali seingat ane jumpa cewek itu," Ahkam mengingat.

"Satu lagi ente jumpa dimana?" tanya ustadz Rasyid.

"Waktu ane siap isi kajian sandal ane dia duduki," jelas Ahkam.

"Yang bener aja, jangan-jangan dia jodoh ente," ucap ustadz Rasyid dengan semangat.

"Ente sama umma sama aja pingin banget liat ane punya istri," Ahkam mengendong tas miliknya.

"Wah iya dong, buruan dah kasian juga umma Rahma nunggu anaknya yang belum nikah," ledek ustadz Rasyid.

"Entar ane nikah mau kasih apa ente?" tanya Ahkam dengan senyuman.

"Aman ane kasih ente beberapa ekor sapi," jawab ustadz Rasyid dengan semangat.

"Yang bener aja ente kasih ane sapi," Ahkam mengerutkan dahinya.

"Iya bener, kata istri ane yang ada di rayco," sahut ustadz Rasyid penuh tawa.

"Ya astaghfirullah," ucap Ahkam.

Mereka berdua mengakhiri percakapan mereka dan pulang menuju rumah mereka masing-masing. Ahkam masuk ke dalam rumah diam-diam berharap umma Rahma tidak melihat cara jalan anaknya yang berbeda.

Ahkam berhasil masuk ke rumah dan menuju kamar, keadaan rumah sangat sepi mungkin umma Rahma sedang berada di kebun belakang rumah. Ahkam meletakan tasnya dan kembali menyusun benda yang dirinya bawa ke sekolah tadi.

Berapa menit kemudian terdengar suara keributan yang berasal dari dapur mungkin umma Rahma sudah berada di sana untuk meyiapkan makan malam, Ahkam mencoba mengintip dari celah pintu kamar yang ia buka untuk melihat umma Rahma.

Ahkam tersenyum kecil ternyata bukan hanya umma Rahma saja yang berada di dapur, aba Yusuf pun berada di sana menemani istrinya.

"Aba sama umma masih romantis gitu ya, aba belajar dimana ya kok bisa seromantis itu," bisik Ahkam dalam hatinya.

"Nak Ahkam," tegur aba Yusuf membuat Ahkam tersadar dari lamunannya.

"Iya aba," sahut Ahkam dengan senyuman.

"Ngapain di situ Ahkam?" tanya umma Rahma.

"E___ngak ada umma," jawab Ahkam yang terlihat gugup.

"Ya udah buruan ganti baju nanti bantu umma sini," pinta umma Rahma.

"Iya umma," sahut Ahkam.

Ahkam merapikan baju yang ia pakai, kakinya masih terlihat sangat memprihatinkan. Ahkam berjalan perlahan agar tidak terlihat kedua orang tuanya, kalau kakinya sedang sakit. Ahkam langsung melemparkan senyuman lebar kepada aba dan ummanya, sehingga kedua orang tuanya terlihat sangat heran oleh sikap anaknya itu.

"Ahkam kenapa nak?" tanya umma Rahma.

Masya Allah barakallah Fiik
Udah mau baca...

AhzaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu