Bagian 13 : -Ad Libitum-

932 192 48
                                    

Warning 21+
________________

Setelah melewati jalan terjal berbatu dan area hutan yang nyaris tidak berpenduduk, Kristal terkejut ketika Wolf memberhentikan mobilnya di depan sebuah pagar setinggi kurang lebih lima meter yang mengelilingi sebuah area privat. Dua orang penjaga berseragam dan berperawakan kekar tiba-tiba muncul dari dalam pos penjagaan mereka yang dilengkapi kamera keamanan.

"Siapa Anda dan apa urusan Anda datang kemari?" Kristal bahkan tidak terkejut ketika dua penjaga pintu itu menenteng senjata api di tangannya. Wolf membuka jendela mobil dan hanya menatap si penjaga pintu tanpa mengatakan apa-apa.

"Tuan S-s-sena. Maaf, kami akan membuka pintunya." Kedua penjaga itu lari terburu-buru untuk membuka pintu gerbang.

"Kenapa mereka takut padamu?" tanya Kristal ingin tahu.

"Karena mereka tidak bodoh."

"Aku tidak takut padamu."

"Karena kau bodoh."

Kristal berdecak sebal, kemudian membuang muka sambil mengagumi pemandangan lereng gunung hijau yang di lewatinya. Sebuah rumah bergaya Eropa klasik tampak dari kejauhan seperti sebuah istana megah. Jika dilihat dari jumlah kaca jendela yang terlihat, setidaknya bangunan itu memiliki puluhan kamar di dalamnya.

"Wow, Vasco benar-benar punya banyak uang ya?"

"Ini belum seberapa."

"Belum seberapa? Maksudmu dia masih punya banyak bangunan lain seperti ini?"

Wolf mengedik. "Standar Vasco soal properti sangat tinggi. Bajingan tua itu menyukai kemewahan."

Kristal kehabisan kata-kata melihat bangunan Villa yang semakin dekat semakin terlihat megah. "Bagaimana kau bisa berakhir dengan Vasco?"

"Ceritanya sangat panjang dan aku tidak punya waktu."

Kristal mendelik. "Tidak punya waktu atau tidak punya keberanian untuk mengungkap kebenaran? Kau sadar kan semua properti Vasco berasal dari mana? Dia mungkin sudah menghancurkan nasib ribuan orang setiap kali membeli properti seperti ini. Kalau kau tidak pernah menghentikannya, itu artinya kau sama busuknya dengan dia."

"Kau pikir aku tidak pernah menghentikannya?" erang Wolf jengkel.

"Kau pernah?" Wolf tidak menjawab, tetapi ekspresi lelaki itu menjelaskan segalanya.

"Kalau begitu, kenapa kau berhenti mencoba? Bukankah seharusnya kau terus mencoba sampai berhasil?" Wolf lagi-lagi tidak menjawab.

Suatu hari nanti, pikir Kristal penuh tekad. Suatu hari nanti kau tidak akan bisa menyembunyikan apa pun lagi dariku.

***

"Menurutmu, apa ayahku benar-benar datang?" tanya Kristal saat mereka berjalan melewati koridor demi koridor menuju tempat pesta penyambutan untuk para tamu digelar hanya beberapa jam setelah mereka tiba di vila Vasco.

"Jangan khawatir. Aku sudah mengurusnya."

Kristal melirik Wolf yang berjalan di sampingnya. Lelaki itu tampak luar biasa setelah merapikan rambutnya dan mengenakan kemeja sutra hitam yang membungkus bahu bidangnya.  Tiga kancing teratas kemeja itu terbuka dan memperlihatkan kalung rantai dengan hiasan liontin logam mulia berbentuk kompas true north. Celana kulit hitam dengan aksen mengkilat, melekat di kaki kokoh Wolf. Sepatu bot hitam tinggi yang terbuat dari kulit dan dilengkapi gesper perak membuat lelaki itu tampak semakin liar dan atraktif.

Saat pertama kali melihat Wolf muncul dengan penampilan seperti itu, Kristal hanya bisa terkesima sampai lupa caranya bernapas.

Berbeda dengan reaksi Kristal, Wolf tampaknya tidak terkesan dengan penampilan Kristal dalam gaun koktail berwarna merah. Gaun itu tanpa lengan dan menonjolkan setiap lekuk tubuhnya dengan akurat. Panjangnya yang sebatas paha cukup untuk memperlihatkan tungkai jenjangnya yang seksi.

Cahaya NegeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang