Bagian 1 : -Kebenaran Pahit-

1K 268 213
                                    


Saat usianya menginjak sepuluh tahun, Kristal sama sekali tidak menyangka kalau ia akan mengalami sesuatu yang membuat kehidupannya berubah arah. Lagi.

Kali ini penyebabnya adalah seorang lelaki bernama Sakti Senapati Negeri. Waktu itu Andara harus pergi cukup lama karena masalah pekerjaan sehingga menitipkan Kristal pada Indira.

Indira membawa Kristal ke rumah wanita itu. Sebuah mansion besar yang megah. Di sanalah ia bertemu Sakti, seorang pemuda gagah beraura gelap, bertampang sangar, dan berperawakan tinggi tegap dengan rambut gondrong lebat yang diikat asal-asalan.

"Kenalkan, ini teman kecilku, Kristal." Indira memperkenalkannya pada Sakti begitu saja, kemudian sibuk menerima panggilan sambil membuka-buka berkas yang menumpuk di ruang kerjanya.

Kristal diam-diam melirik Sakti yang kala itu mengenakan celana jins sobek, jaket kulit hitam yang sudah sangat sering dipakai, tato tribal yang mengintip di pergelangan tangan, serta beberapa tindikan di telinga, hidung, bibir, dan alis mata.

Kendati terlihat seperti gangster dan membuat Kristal nyaris pingsan karena tatapan tajamnya, tetapi wajah pemuda dua puluh tahun itu berubah seratus delapan puluh derajat saat berjongkok dan menyapa Kristal yang bersembunyi di balik meja kerja Indira.

"Halo, Manis," sapa Sakti ramah. "Katanya namamu Kristal. Benar?" Senyuman Sakti membuat Kristal terpana, tiba-tiba saja jantungnya mulai berdetak sangat cepat.

"A-a-apa k-kau orang jahat?" Kristal memperhatikan dengan gelisah mata yang sangat gelap hingga nyaris hitam itu balas menatapnya.

"Benar. Aku orang jahat." Sakti tersenyum miring. "Apa kau takut?"

Kristal menggeleng. Sungguh tidak adil, pikirnya. Bagaimana mungkin seorang penjahat memiliki senyuman seindah itu? Bahkan gigi-giginya sangat rapi dan bersih, meskipun tindikan di lidah pemuda itu tampak mengganggu.

"Apa kejahatanmu?"

"Entahlah." Sakti mengangkat bahu seraya mengulurkan tangan besarnya, lalu menunggu sampai Kristal mengulurkan tangannya sendiri. "Mungkin membuat gadis kecil sepertimu menyukaiku," ujar pemuda itu seraya meraih jemari kecil Kristal.

Untuk pertama kalinya setelah tiga tahun pasca kehilangan ibunya, Kristal merasakan sudut bibirnya terangkat. Ia bahkan tergelak geli saat bibir Sakti menciumi punggung tangannya bertubi-tubi. Kristal buru-buru menarik tangannya ketika melihat pemuda itu seolah-olah akan menjilat tangannya layaknya permen.

"Seberapa akurat tembakanmu?" tanya Kristal kemudian ketika sudut matanya menangkap sebentuk senjata api yang terselip di pinggang Sakti.

"Apa maksudmu?"

"Itu Kimber tactical pro, bukan?" Kristal menunjuk ke arah benda yang dimaksud.

"Wow," Sakti terbelalak takjub, "bagaimana mungkin gadis manis sepertimu bisa tahu? Kau sangat menakjubkan, Manis!"

Kristal tersenyum senang. "Aku suka senjata api. Terutama senjata khusus sniper. Jadi aku mencari tahu hal-hal semacam itu."

"Benarkah? Kau bahkan lebih menakjubkan lagi." Sakti semakin terbelalak. "Tapi apa kau tau kalau senjata itu bukan mainan? Benda-benda itu sangat berbahaya dan bisa membunuhmu."

"Aku tahu, kok." Kristal mengangguk antusias. "Aku hanya akan menggunakannya untuk membunuh penjahat yang membunuh ibuku."

Sejenak Sakti hanya terdiam sambil menatapnya tajam. "Ibumu? Andara?"

"Maksudku bukan Mama Andara, tapi ibu kandungku," jelas Kristal. "Sekarang aku belum tahu siapa pembunuhnya, tapi nanti Mama dan Tante Indira akan memberitahuku semuanya."

Cahaya NegeriWhere stories live. Discover now