BAB 9

45 7 2
                                    

Sohyun duduk di kursi belajar Hyunjae sembari mengawasi adiknya. Sementara yang diawasi tengah tiduran di salah satu kasur sambil mengotak-atik laptop Hyunjae dan sesekali tertawa. Sohyun menghela napas berat sambil memejamkan mata.

Tidak boleh penasaran, tidak boleh. Tidak boleh penasaran. Ratapnya dalam hati.

Sejak Sohyun masuk ke kamar Hyunjae, adiknya sudah bersikap defensif. Dia membuat larangan agar kakaknya tidak mengintip layar yang sedang dia tatap sekarang.

Hyunjae sendiri, si pemilik kamar, tengah sibuk membuat sesuatu di bartender kecil—fasilitas yang sama sekali berbeda dengan yang ada di kamar Sohyun. Di sini benar-benar selayaknya asrama sekolah, setiap kamar memuat beberapa kasur, meja belajar, satu bar kecil, dan satu kamar mandi tanpa bathtub. Namun, tampaknya khusus kamar ini hanya dihuni Hyunjae seorang apabila dilihat dari setiap barang yang memiliki nuansa serupa.

Tak. Hyunjae menaruh secangkir coklat panas di samping Sohyun. Asapnya mengepul banyak, dan saat Sohyun tidak sengaja menyentuh bibir cangkirnya, dia langsung tersentak kaget karena suhunya. Hyunjae yang juga terkejut, sontak menarik tangan Sohyun dan meniupnya.

"Apa perih?" tanya Hyunjae khawatir, tapi tak tampak begitu kentara di wajahnya yang datar.

Sohyun menatap Hyunjae dengan mata terbuka lebar. Dia merasakan hembusan napas hangat dari bibir Hyunjae yang membuat perihnya perlahan pudar.

Namun, ada hal lain yang justru meleleh. Hatinya.

Sohyun menunduk, "Tidak."

Jantungnya berdegup kencang. Sialnya kamar Hyunjae sangat sempit dan tidak seluas kamar Sohyun. Dia khawatir semua orang akan mendengar suara denyut jantungnya yang keras.

Dengan senyuman tipis di bibirnya, Hyunjae menatap Sohyun yang tampak membeku di hadapannya. Kilas balik akan perintah ayahnya tiba-tiba melintas, membuat perutnya terasa mual. Dengan canggung, dia menarik tangannya dan berbalik ke meja bar.

"Maaf, aku akan mengambilkanmu air biasa," ucap Hyunjae.

Sohyun menelan gumpalan ludah susah payah, matanya melirik adiknya yang balik menatapnya dengan tatapan geli. "Apa?" desisnya dengan nada tajam.

Jarang sekali dia marah pada Jimin, tapi hari ini adiknya benar-benar menyebalkan.

"Kakak suka Kak Hyunjae ya?" celetuk Jimin dengan nada konyol, membuat suasana yang sebelumnya canggung menjadi semakin hening.

Sohyun tidak memberikan jawaban. Sebaliknya, dia sibuk mencari reaksi dari Hyunjae. Namun, pria itu tetap seperti biasa, dengan wajah yang tak berubah dan sekarang berjalan ke arahnya sambil membawa segelas air putih.

"Ya, tentu saja. Siapa yang tidak suka Kak Hyunjae?" gumam Jimin sambil menutup laptop Hyunjae. Dia kemudian mengecek email masuk di ponselnya, lalu menunjukkannya ke Hyunjae. "Sudah aku kirimkan, terima kasih."

Sohyun memperhatikan keduanya dengan rasa bingung yang tak berkurang. Namun, saat dia merasa bahwa urusan Jimin sudah selesai, dia berdiri dan mengambil segelas air yang disodorkan Hyunjae. Dia meminumnya dengan pelan, merasakan tenggorokannya yang terasa terganggu sejak tadi seakan-akan dilepaskan dari belenggu yang mengganggu.

.
.
.

Sohyun merasa lega saat akhirnya kembali ke kamarnya setelah seharian yang melelahkan. Dia meletakkan tasnya di atas sofa dan menyetel penghangat ruangan untuk membuatnya merasa lebih hangat. Meskipun sebenarnya dia ingin langsung merebahkan diri di kasur, dia tidak suka tidur dengan seragam.

Sohyun menuju lemari pakaian dengan langkah ringan, memilih piyama favoritnya. Setelah berganti pakaian, Sohyun merebahkan diri di kasur, merenung sejenak, membiarkan pikirannya melayang bebas. Sayangnya keheningan itu tidak berlangsung lama. Sohyun tersentak ketika ponselnya bergetar, memotong keheningan yang baru saja dia nikmati. Dia mengambil ponselnya dan membaca pesan masuk.

NEVERENDING HEARTWhere stories live. Discover now