🌸🌸🌸🌸🌸

Mulai dari awal
                                    

"Oh Jay!" seru paman Hansung saat mendapati bahwa santa claus itu adalah keponakannya yang telah lama menetap di Seattle. Mereka tampak berpelukan erat.

Jay membalas pelukan pamannya dengan senyum lebar. Bibi-bibinya yang lain termasuk sepupu-sepupu yang paling tua bergiliran memeluknya. Serindu itu mereka dengan sosok Jay yang memiliki kepribadian bertolakbelakang dari Sunghoon.

"Betah sekali di Amerika, huh? Kembali kesini kau sudah menjelma menjadi pria dewasa," komentar paman Hansung sambil menepuk-nepuk punggung Jay.

"Paman, kutebak kau juga akan betah sekalinya pergi kesana. Amerika itu keren tau," ujar Jay dengan jumawa yang bukannya membuat orang tak suka, tapi justru membuatnya terlihat seribu kali lebih keren.

"Jadi apa yang kau lakukan di sana? Party huh?"

"Eiy, meskipun penampilanku terlihat seperti itu tapi aku tidak begitu, Paman. Tidak mungkin aku kembali kesini kalau belum mendapatkan gelar master."

"Wah, ini sejarah baru keluarga kita memiliki seseorang lulusan kampus luar negeri. Kudengar kau mengambil jurusan hukum?"

Jay mengangguk bangga. "Ya. Sebenarnya bisa saja aku mengambil jenjang yang lebih tinggi atau bekerja di sana, tapi aku sudah terlalu merindukan tempat kelahiranku. Apalagi pamanku yang cerewet ini."

Tawa yang terdengar di ruangan itu sepertinya tidak menular pada Sunghoon. Sedari tadi pria itu hanya diam menatap Jay dengan tatapan sulit diartikan, sembari memegangi figura foto di tangannya.

"Jongseong-a, kau belum punya calon? Lihat, Sunghoon saja sudah hampir punya anak."

Ucapan bibi Aeri membuat Jay menoleh pada tempat Sunghoon dan Jaeyun duduk. Sunghoon masih menatapnya dengan cara yang sama, dan Jay balas menatapnya sekilas sebelum menatap Jaeyun sambil tersenyum lebar.

"Siapa tadi namanya? Sim Jaeyun ya? Cantik sekali."

Paman Hansung menepuk dan mendorong lengan Jay. "Jangan direbut, suaminya galak."

Gelak tawa terdengar lagi. Sunghoon benar-benar benci seolah tawa mereka sedang mengejeknya.

"Kalau kau belum punya calon, sama Wonyoung saja, Jay. Usia kalian tidak beda jauh kan."

Jay mendesis seolah sedang berpikir. "Bagaimana ya Bibi, sepertinya bakal kasihan kalau Wonyoung bersamaku, dia pasti akan kesulitan menghadapiku."

"Jay kalau tidur mengorok, Wonyoung-a. Kau pasti akan kesulitan tidur di malam hari gara-gara dia."

Gelak tawa terdengar lagi. Mereka benar-benar tidak memedulikan orang yang dibicarakan. Jaeyun menatap prihatin pada Wonyoung yang terlihat tidak nyaman dijodoh-jodohkan dengan sepupunya sendiri.

"Kasihan Wonyoung," gumam Jaeyun yang bisa didengar oleh Sunghoon.

"Orang-orang ini tidak akan berhenti sampai mereka mati nanti," ujar Sunghoon seraya memasukkan kembali figura foto itu ke dalam kotak, tidak ingin siapapun melihatnya.

Pagi hingga siang hari natal di kediaman Park berlangsung dengan semua orang mendengarkan cerita Jay tentang kehidupannya di Amerika. Mereka baru sibuk dengan urusan masing-masing saat sore hingga malam hari.

Jaeyun tengah mencuci piring bekasnya makan dan milik Sunghoon, sendirian, saat tiba-tiba Jay mendekat dan tanpa kata langsung membantunya mengeringkan piring.

"Hai, aku membuatmu terkejut?"

Jaeyun memang terkejut, tapi dia bisa menguasai dirinya dengan cepat. "Ah, Jay-ssi."

Jay tersenyum. Ia menaruh piring yang sudah kering lantas bersandar pada tempat cucian piring untuk menatap Jaeyun lebih dekat.

"Sunghoon punya selera yang bagus. Kau sangat cantik sebagai laki-laki."

He is my wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang