28 - The End for Now

4 1 0
                                    


"Kegiatanku hari ini ditutup dengan segelas teh panas dan sepiring steak kadal, kalau itu yang ingin kau tanyakan," ucap Ducky

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kegiatanku hari ini ditutup dengan segelas teh panas dan sepiring steak kadal, kalau itu yang ingin kau tanyakan," ucap Ducky. Terdengar lesu dan sangat dongkol.

Lelaki menjelang usia paruh baya di hadapannya terpingkal-pingkal sambil berkomentar, "Setidaknya makan malammu cukup mewah. Dagingnya dimasak dengan baik, tidak liat. Daun-daun teh ini juga cukup bagus, bahkan untuk ukuran koloni ini."

"Jangan tertawa, Dok!" protes Ducky, menusukkan garpunya dengan penuh emosi ke irisan tebal daging paha kadal gurun. "Katanya Suster Tilia akan datang juga. Setelah sekian lama bertualang, akhirnya bisa bertemu lagi dan bisa melunasi semua tagihan di klinik ... Kenapa aku harus makan malam berdua dengan kakek-kakek iniii?"

"Ah, aku belum setua itu, kan?"

Ducky tak sengaja bertemu lagi dengan Dokter Jonas Auer di koloni yang menjadi tujuan Kereta Jip milik Pops

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ducky tak sengaja bertemu lagi dengan Dokter Jonas Auer di koloni yang menjadi tujuan Kereta Jip milik Pops. Dompetnya masih sangat tebal karena beberapa ekor monster gurun yang dikalahkan olehnya sepanjang perjalanan, menggantikan koin-koin yang rencananya akan dibayarkan atas pertolongan Pops dan dua orang keponakannya.

—mereka ternyata bukan ayah dan anak. Pops mengasuh mereka setelah ibu–yang adik kandung Pops, meninggal dunia. Tulis Ducky di jurnalnya kemudian.

Dokter Auer sedang berusaha menawar ongkos servis perlengkapan kliniknya, ketika Ducky datang ke mekanik yang sama untuk memeriksa gawai yang baru saja dibelinya.

Sepasang mata biru safir—yang jarang terlihat karena terlalu sering menunduk dan terhalang kacamata tebal, terbelalak melihat sosok lelaki berambut seperti ijuk kemerahan.

"Ducky?" gumam Dokter Auer. Lalu terlihat seperti menyesal karena sudah keceplosan menyapa lebih dulu.

Setidaknya begitulah yang dikatakan oleh mekanik langgananku. Aku tak sempat melihat reaksinya, karena fokus pada tablet elektronik yang kudapat dengan murah di pasar loak.

Reaksi Ducky sendiri awalnya hanya mengangkat alis karena tak menyangka ada orang lain yang mengenali namanya di situ. Kemudian segera mengenali jubah putih dan kacamata lelaki yang berbulan-bulan merundungnya dengan berbagai percobaan obat dan tes fisik di klinik Rogue dulu.

Ducky's Today MenuWhere stories live. Discover now