No. 4 : The Guest

Start from the beginning
                                    

Sosok Hanum yang melangkah perlahan di tengah lorong sepi bangunan itu membuat Kalila merinding.

" ... La, Lila," Kalila terlonjak kaget saat Ezekiel menyentuh lengannya. "Jangan bengong, ayo masuk." Laki-laki itu menuntun Kalila untuk masuk ke rumah baru mereka, lalu menutup pintu.

BLAM

Pintu yang sulit untuk dibuka itu kembali tertutup rapat.

***

"Kamu yakin Pak Frans gak salah alamat?" Kalila bertanya kepada Ezekiel sambil mengeringkan rambutnya yang basah sehabis keramas. "Perusahaan tempat kamu kerja benar-benar kasih kamu tempat seperti ini?"

Kalila melihat ke sekeliling ruang tamu tempat mereka berada sekarang. Selama perjalanan, Lila sudah membayangkan terlelap tidur di ranjang empuk saat tiba rumah baru mereka. Akan tetapi bayang-bayang itu hancur karena kamar di tempat ini sangat pengap. Baunya seperti ruangan yang sudah lama tidak terkena sinar matahari. Debu, dan sarang laba-laba yang menghiasi setiap sudut ruangan membuat ruangan itu tidak layak untuk ditinggali malam ini.

Kalila dan Ezekiel memutuskan untuk tidur di ruang tamu. Ruangan itu adalah satu-satunya tempat yang memiliki akses pada pintu, jendela dan balkon. Setelah bekerja bakti membersihkan ruang tamu, mereka menggelar selimut tebal dan bersih milik Kalila di lantai yang baru dipel dengan kaos Ezekiel. Jendela dibuka lebar agar sirkulasi udara berlangsung dengan baik, dan membawa pergi bau pengap yang ada di rumah ini.

"Bukannya aku marah atau bagaimana, aku hanya penasaran saja." Kalila menghampiri Ezekiel yang bersandar pada tembok. Sejak tadi laki-laki itu tidak banyak berbicara. Kalila khawatir ucapannya menyakiti perasaan Ezekiel. "Kamu pasti capek. Tidur yuk." Kalila ingin memeluk Ezekiel, namun ia menghindar.

"Aku ngerokok dulu, ya. Kamu tidur duluan." Ezekiel mencium pelipis Kalila, mengambil bungkus rokok yang ada di meja lalu pergi ke balkon.

Kalila melihat punggung Ezekiel dengan perasaan campur aduk. Ia ingin menghampiri, namun ia pikir mungkin saat ini yang Ezekiel butuhkan adalah waktu sendiri.

Terlalu lelah, Kalila merebahkan diri di atas selimut dengan rambut basah. Ia bahkan tidak memiliki tenaga untuk mengeringkannya dengan hair-dryer. Selimut ini adalah hasil dari negosiasi sengit dengan Ezekiel beberapa hari yang lalu. Kalau Kalila tidak bersikeras, mungkin selimut ini akan tetap ada di Jakarta dan mereka harus rela tidur di atas kasur bau berdebu atau lantai.

Kalila memutar tubuh ke kanan, ke kiri, bahkan tengkurap. Namun ia tak kunjung terlelap. Alas tidur yang keras, angin malam yang berhembus kencang melalui jendela, dan suasa asing membuat Kalila merasa tidak nyaman. Entah sudah berapa lama. Saat mata Kalila menerawang ke langit-langit yang dipenuhi bercak berwarna coklat, Ezekiel menyusul berbaring di sampingnya.

"Belum tidur?" tanya laki-laki itu.

"Gak bisa tidur," Kalila menoleh ke samping dan merapatkan diri ke badan Ezekiel yang dingin. Mungkin karena ia baru saja kembali dari luar. Namun Kalila tidak peduli.

"Hari ini kamu ngerokok dua batang."

Ezekiel tertawa, dan Kalila dapat merasakan getarannya di dada laki-laki itu.

"Sudah jauh lebih sedikit, kan."

"Iya, tapi intinya masih ngerokok." Kalila tidak mau kalah.

Ezekiel kali ini tidak mendebat lebih jauh. Ia menarik tubuh kalila semakin dekat. Berbagi kehangatan.

"Besok aku tanya pihak kantor soal rumah ini. Kamu bersabar sebentar, ya."

Mendengar itu, Kalila tersenyum kecil dan mengangguk. Ia mengeratkan pelukannya pada Ezekiel. Tidak ingin lepas.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 27 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Curse of The 13Where stories live. Discover now