O1.

74 5 0
                                    

• Ajuy.

• Ajiz

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

• Ajiz.

•Rayhan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Rayhan.

•Rayhan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Juna.

•Juna

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.











Sore itu langit membentang indah dengan garis jingga dan keunguan. Ajiz yang berniat menutup jendela, diurungkannya. Netranya menangkap pemandangan indah itu dan dia berniat untuk menikmatinya sejenak. Kebetulan di tangan kirinya sedang memegang segelas teh hangat. Kamar kost Ajiz berada di lantai lima, pada dasarnya pemandangan indah di sore dan malam hari sangat mudah ia dapatkan. Itu lah alasan utama ketika ia menyewa kamar kost ini.

Dia menatap langit itu begitu seksama, gelas tehnya sudah menopang di bingkai jendela. Dia melamun, memikirkan segala hiruk pikuk yang ada di kepalanya. Sudah satu minggu ia kurang tidur karena menggarap dokumen yang akan memberi gelar untuk masa depannya. Lupa mandi, makan pun tidak tahu kapan terakhir ia makan dengan benar. Rambut hitamnya terlihat mengembang namun juga terlihat lengket di waktu bersamaan. Dia tidak punya waktu untuk itu, tapi sekarang dia punya waktu untuk melamun. Tapi demi apa pun, dia sangat mual sampai ingin muntah ketika membayangkan dirinya menatap layar laptop dengan pikiran yang berkecamuk tentang materi skripsinya.

Ajiz meremas pegangan gelas tehnya, matanya sudah berkilau siap menumpahkan air mata. Dia merasa tertekan dengan keadaan yang sedang ia hadapi ini. Hampir saja dia terisak, namun tiba-tiba pintu kamarnya terbuka lalu tertutup kembali dengan bantingan yang cukup keras.

Ajiz berbalik, melihat Ajuy melmparkan tasnya sembarangan. Hampir saja menimpa laptop Ajiz yang masih terbuka di bawah lantai sana.

“Capek banget aing, laporan praktikum laporan praktikum. Selesai satu laporan, tumbuh tumbuh lima laporan.”
Ajuy dengan tampang tak kalah mengenaskan dari Ajiz, rambut gondrong yang biasanya terlihat terawat kini terlihat mengerikan. Dia melemparkan tubuhnya sendiri ke atas tempat tidur tanpa melirik sang pemilik, bahkan sejak dia masuk sembarangan ke dalam kamar itu.

“Maneh dari kampus?” Ajiz bertanya. Air matanya sudah kering entah sejak kapan.

“Maneh gak liat urang selemas ini? Keliatan abis healing keliling bandung kah? Nya ti kampus atuh.” Ajuy menjawab dengan sensi. “Ya Allah, mendingan aku mah nikah we dari pada stres gini ku praktikum jeung laporan, can ke teh skoring.” Lanjut Ajuy berkeluh dengan dramatis.

“Atuh menta we dinikahin ku A Gunawan.” Ajiz menimpali setelah menyimpan gelas tehnya di meja. Gunawan adalah kekasih Ajuy.

"Embung ah. Siapa juga yang mau nikah sama dia." kata Ajuy.

"Si eta, terus maneh hayang dinikahin sama siapa anjir?" Ajiz hampir tak menyangka kalimat itu keluar dari mulut Ajuy. Padahal seminggu sebelumnya mereka sempat putus, dan Ajiz adalah saksi hidup yang melihat betapa depresinya Ajuy kala itu. “Bari jeung maneh kayak yang gak punya imah aja selalu ke kosan urang.”

“Maneh gak baca grup chat? Rayhan sama Juna mau ke sini. Katanya mau ngaliwet.”

“Heh, ngaliwet naon anjir. Maneh gak liat urang lagi jangar gini ngegarap skripsi yang bentar lagi deadline, kalah ngajakan ngaliwet.”

“Bongan saha gak baca gc.”

Ajiz merutuki dirinya sendiri, dia terlalu tenggelam dengan dunianya sampai lupa tidak mengecek ponsel seharian.
Karena tahu Rayhan dan Juna mungkin akan segera datang, Ajiz mulai bergerak untuk membereskan kamarnya. Mungkin sedikit bersantai untuk malam ini saja tidak apa-apa. Karena jujur, otaknya benar-benar buntu jika harus berhadapan dengan laptopnya lagi.

Barang-barang yang berserakan di lantai sudah ia bereskan, dia berniat menanyakan isi tas Ajuy yang diangkatnya terasa berat sekali. Tetapi ketika ia menoleh, Ajuy sudah memejamkan matanya.

“Si eta burit kalah sare, bjir.”
Ajiz bermonolog, dia menyimpan tas Ajuy di atas kursi tanpa berniat membangunkan. Tidak tega rasanya karena dia sendiri melihat raut yang begitu lelah di garis wajah Ajuy yang sudah menjadi sahabatnya sejak balita  itu. Jadi Ajiz lebih memilih mandi sebelum kedua teman lainnya datang.

Teman Tapi Menikah. [GAON - JOOYEON] ✓Where stories live. Discover now