Bab 6 : Cemburu (?)

736 123 16
                                    

Para pendeta menatap Jaemin kebingungan, kenapa Jaemin merendahkan mereka? Padahal mereka sama-sama manusia kecuali Jaemin adalah siluman, tetapi mereka sama sekali tidak merasakan aura siluman yang ada pada tubuh Jaemin.

Biasanya siluman itu memiliki bau yang hanya bisa dicium oleh para pendeta yang sudah dilatih untuk menghabisi nyawa para siluman.

Semakin tinggi tingkat sang siluman semakin menyengat pula baunya, tetapi Jaemin sama sekali tidak memiliki bau siluman sehingga praduga mereka langsung dibuang.

Mungkin saja Jaemin memang terlahir dengan sifat sombong seperti itu.

"Tuan, tidak seharusnya anda mengatakan hal jahat seperti itu. Kita semua sama di mata sang dewa," nasehat sang pendeta.

Jaemin hanya mengangguk, padahal jelas kasta mereka sangat berbeda. Jaemin adalah rajanya para siluman sedangkan mereka hanyalah manusia biasa yang dilatih menjadi pemburu siluman.

Sangat menyebalkan!

Jaemin mencium bau darah dari ratusan siluman yang sudah dibasmi oleh para pendeta ini. Jaemin mengeram marah rakyat-rakyatnya mati di tangan mereka.

Tidak semua siluman adalah penjahat, tetapi para pendeta selalu menyamaratakan hal tersebut. Mereka selalu berpegang pada prinsip kau siluman, maka kau harus dibunuh karena kau adalah seorang yang jahat.

Lihat saja setelah ini Jaemin akan menghabisi mereka, membalaskan kematian para rakyatnya.

"Jaem..."

"Panggil aku dengan sebutan suami," ucap Jaemin, dia masih marah hingga tak sadar emosinya juga menekan Jisung.

"Suami, apakah dirimu marah?" Tanya Jisung.

"Tidak, jika kamu mengusir mereka."

Jisung mengangguk paham, walaupun sebenarnya dia tidak menangkap alasan apa yang membuat Jaemin semarah itu.

"Maaf para tuan pendeta sebelumnya, ini sudah larut. Saya dan suami harus tidur," ucap Jisung.

"Iya, maaf telah mengganggu waktu kalian."

Jisung tersenyum manis, "Tidak masalah!"

Jaemin yang melihat senyum Jisung mendecih, istrinya itu memang harus selalu diperhatikan agar tidak memberikan senyum sembarangan.

Senyum manis itu hanya milik Jaemin, yang merupakan suami dari Jisung.

Jaemin langsung memeluk Jisung dari belakang, dia melingkarkan tangannya di pinggang ramping Jisung. Menyelusupkan wajahnya di area perpotongan leher Jisung, menghirup aroma Jisung agar emosinya sedikit reda.

"Eh, suami kamu kenapa? Apakah suami sakit?" Seru Jisung lugu, dia terkejut dengan pelukan tiba-tiba ini.

"Jangan tersenyum manis kepada orang lain selain aku," bisik Jaemin.

"Kenapa?"

"Aku tidak menyukainya, kau adalah milikku jadi cukup tersenyum padaku saja!" Jaemin berucap dengan pipi yang sedikit memerah.

Jaemin tidak pernah menyangka bahwa dia akan melakukan hal memalukan seperti ini hanya untuk seorang manusia dengan sedikit darah dewa.

"Baik, suami~" Jisung berucap dengan tenang, mengelus tangan Jaemin yang berada di pinggangnya.

Para pendeta melihat itu hanya tersenyum canggung. Sungguh mereka tak menyangka bahwa pasangan muda ini akan mengumbar kemesraan di hadapan mereka dengan cara seperti ini.

"Ehem,"

"Ah, iya tuan pendeta ada apa?" Tanya Jisung yang kembali sadar akan keberadaan para pendeta.

Jaemin mendecih, dia tidak terima perhatian Jisung direbut oleh para pembunuh seperti mereka.

Tidak sadarkah Jaemin bahwa dia juga seorang yang membunuh pengantinnya dengan cara memakan jantungnya?

"Kalian akan menikah esok hari bukan?" Tanya salah seorang pendeta.

Jisung mengangguk polos, "Iya, apakah tidak boleh?" Jisung memiringkan kepalanya, mata indahnya menatap dengan binar penasaran yang menggemaskan.

Lagi-lagi hal itu berhasil membuat Jaemin mendecih, dia tidak suka Jisung menampilkan wajah menggemaskan seperti itu pada orang lain.

Jaemin tidak cemburu, hanya saja dia tidak terima pengantinnya menunjukkan wajah menggemaskan seperti itu pada manusia yang telah membunuh bangsanya. Lagipula Jisung kan adalah istrinya jadi Jisung adalah ibu dari rakyat-rakyatnya, sehingga Jisung tidak boleh menunjukkan wajah seperti itu pada orang yang telah membunuh anak-anaknya.

"Jisung-ie, jangan pernah menunjukkan wajah kebingungan, wajah penuh harap, senyum manis kepada orang lain selain aku. Aku tidak suka hal itu," bisik Jaemin, sedikit mengeram marah.

Jisung yang mendengar itu tersentak, dia langsung mengubah raut wajahnya. Dia takut dengan Jaemin sekarang, tetapi mungkin Jaemin bermaksud untuk melindungi dirinya.

Para pendeta tersenyum kecil, saat merasakan bahwa Jaemin cemburu dengan keberadaan mereka.

Sepertinya cinta masa muda memang se-menggebu-gebu ini.

"Kalian boleh menikah, tidak akan ada yang melarang." Terang sang pendeta.

Jaemin kini menaruh wajahnya di bahu Jisung, menatap para pendeta dengan tatapan tajam seakan-akan menyuruh mereka untuk segera pergi.

Para pendeta hanya tersenyum, sepertinya Jisung memiliki pasangan yang sangat-sangat posesif terhadap dirinya.

"Lalu mengapa kalian tidak pergi dari sini sekarang?" Tanya Jaemin.

"Suami, kamu tidak boleh seperti itu. Bagaimanapun mereka adalah tamu, kita harus menghormati tamu," nasehat Jisung, dia mengelus tangan suaminya. Sedangkan tangan yang satu lagi dia gunakan untuk mengelus pipi suaminya agar tidak bersikap kasar seperti itu.

Jaemin mendengus, "Jangan membela mereka, kau hanya perlu fokus kepada diriku, hanya aku!"

Jaemin kembali menyembunyikan wajahnya ditempat yang sama, dia menghirupnya dan menyesap leher Jisung. Meninggalkan tanda kepemilikan di sana, dia melakukan itu agar seluruh orang tau bahwa Jisung adalah miliknya.

Tidak akan dia biarkan seorangpun untuk merebut perhatian termasuk hati Jisung dari dirinya.

"Baiklah, maafkan istrimu ini! Jadi bisakah tuan suami sedikit tenang? Lalu jangan gigit leher Jisung,"

Lagi-lagi para pendeta dilupakan, kedua pasangan ini memang sangat luar biasa.

"Kami ingin menawarkan sesuatu pada kalian,"

"Apa itu?" Tanya Jaemin galak, dia telah puas membuat tanda di leher Jisung jadi dia menjauhkan wajahnya dari perpotongan leher Jisung.

"Bisakah anda sedikit bersabar, tuan?"

"Tidak! Jadi katakan saja apa yang kalian inginkan!"

"Kami hanya ingin menjadi pendeta yang menikahkan kalian, anggap saja ini sebagai salah satu tanda penghormatan kami untuk anak yang memiliki darah seorang dewa,"

Jaemin menyeringai, dia suka gagasan para pendeta.

Kapan lagi ada seorang pendeta yang menikahkan anak dari seorang dewa dengan siluman yang mereka benci?
Bukankah ini awal yang bagus untuk menghancurkan mereka?

"Baiklah, aku menerima tawaran itu dengan senang hati. Jadi sekarang bisakah kalian pergi dari rumah kami!"

Jaemin mengusir para pendeta, dia dengan kejam membanting pintu. Kemudian dia kembali memeluk Jisung, pelukan Jisung membuat dia nyaman dan tidak perlu mengkhawatirkan apapun.

"Suami, mengapa melarang-larang Jisung melakukan sesuatu?" Tanya Jisung.

Jaemin diam, dia juga tidak punya alasan yang logis untuk mengatakan bahwa dia hanya tidak menyukai hal tersebut.

White Snake's WifeМесто, где живут истории. Откройте их для себя