Tenang, Bukan Sepi

59 7 3
                                    

Pagi, siang, dan sore tadi gue lewati begitu saja. Tak ada hal spesial. Bangun tidur, melakukan kegiatan manusia pada umumnya, lalu bekerja sampai agak malam–kira-kira pukul 20.00.

Kemudian sekarang pukul 20.30.

Gue sudah tiba di bar yang diberitahukan Radit, lokasi pesta ulang tahun Karin malam ini.

Seperti judulnya, pesta kecil-kecilan yang hanya akan mengundang orang terdekat, gue hampir mengenali semua-semua yang hadir. Ya, kebanyakan teman-teman Radit adalah teman-teman gue juga. Mulai dari teman SMA, teman perkuliahan, sampai teman satu tim baseball. Ada beberapa wajah yang asing juga, sih–yang kemungkinan besar adalah teman-teman Karin.

Gue disambut dengan hangat dan–selalu–heboh. Entah ini kebiasaan mereka sedari dulu yang terus terbawa sampai sekarang atau apa, tetapi gue lega hal ini tak berubah. Rasanya jadi seperti benar-benar pulang ke rumah dan dirindukan oleh mereka.

"Happy birthday, Rin."

"Thank you, Io! Sumpah aku seneng banget kamu ada di sini!"

Gue tersenyum. "Gue yang thank you karena udah diundang."

"Lama, kan, di Jakarta?"

"Tentatif."

"Hiiih. Ngapain coba buru-buru ke Tokyo? Kamu, kan, juga punya keluarga di sini! Emang gak kangen sama aku? Radit? Arata? Tar–eh."

"Ah, it's okay. You named it. Tara, right?"

"Sorry ...."

"Apaan, sih. It's totally okay."

"Ahhh, keceplosan. Jadi canggung, kannn."

Gue terkekeh.

Karin tahu terkait Emilly, mantan tunangan gue, yang memang akar mula peristiwa kelam 2 tahun lalu itu ada kaitannya dengan Tara.

"Aku masih ... tentang Emilly dan keluarga kamu ...."

"Gak layak bahas itu di momen bahagia lo gini, Rin."

"... Kamu udah kuat banget. Be gentle to yourself, ya."

Gue mengangguk. "Arata udah dateng?"

"Ada, lagi ke toilet kayaknya."

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Rangkuman sikat dari pesta ulang tahun Karin tadi malam.

Gue bertegur sapa dengan–hampir–semua teman-teman gue. Kami bertukar kabar, dan banyak bercerita. Bermacam kisah yang gue dengar dari masing-masing mereka, mulai dari pernikahan, kesuksesan, perpisahan, bahkan duka.

Zen Arata contohnya. Gue berbincang cukup lama dengannya.

Arata adalah kekasih Tara setelah gue, mantan tunangan lebih tepatnya. Dia dan Tara batal menikah karena gue. Bukan, bukan karena gue merebut, tetapi karena Arata tak bisa memerangi cemburunya atas sisa-sisa memori Tara tentang gue.

Tara sudah hilang ingatan. Peristiwa kecelakaan lalu lintas yang dulu telah merenggut core memorinya yang terkait gue. Bagi Tara, gue seasing teman. Tak ada satu pun memori romansa kami yang Tara ingat. Adalah sangat tepat jika gue ini dikata "mengenang sendirian" karena memang itulah yang terjadi. Hanya gue yang ingat cerita-cerita kebersamaan kami sewaktu masih bersama. Tara? None. Zero. Diingatan Tara, gue tak lebih dari salah satu teman laki-lakinya.

Pada akhirnya tak ada yang bisa bersama Tara di antara kami. Terlepas dari itu semua hubungan gue dan Arata tetap terjalin baik sampai sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Setelah TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang