07 • Kastil di Selatan

Start from the beginning
                                    

"Dimana aku?" Kara beranjak perlahan. Kepalanya menoleh kesana-kemari melihat sekitarnya. Jelas sekali. Ia tau ini, pemandang familiar dengan desain bangunan yang amat ia ketahui.

Kara yakin sekali, ia sedang berada di satu kastil. Namun yang membedakan dengan kastil kediamannya adalah yang satu ini pijakan luarnya disambut dengan salju halus.

Spontan ia memeluk dirinya, bahkan hawa sejuk masih bisa menyerangnya. "Aku di wilayah Licoln? Uh.. dingin sekali."

Lalu bagaimana bisa ia berada disini?

Atensi Kara tertuju pada pintu besar menyerupai gerbang tinggi yang terlihatnya terbuat dari perak. Seakan kilauan perak itu memiliki pemikatnya, Kara berdiri perlahan dan mendekat kesana. Jemarinya hendak menyentuh untuk memastikan, lebih dulu Kara dibuat sedikit tersentak kala pintu itu terbuka dengan sendirinya.

Pandangannya seakan disambut dengan lorong yang jauh diujungnya ada cahaya asing yang pukau. Diri Kara amat terpikat pada cahaya di ujung sana, kakinya pun mulai melangkah penasaran. Derap langkahnya yang terkesan pelan pun terus berjalan kedepan seakan tengah melewati jalan gua gelap gulita.

Ia abaikan sekitarnya, hanya rasa penasaran yang menggebu hingga ia hampir sampai pada ujung lorong itu. Suara iringan musik pun yang awalnya samar terdengar, semakin Kara mendekat semakin jelas juga ia dengar.

Alunan yang familiar hampir membuat Kara menari dengan jiwanya yang sudah terbiasa.

Ia terbelenggu, mematung diam tepat di perbatasan lorong gelap dan ujung cahaya. Alunan musik masih mengitari rungunya, tepat dihadapannya banyak sekali sepasang penari yang terlihat tengah berdansa dengan wajah yang ditutupi topeng, tentu kehadirannya tak mengusik pesta menari itu.

Aula yang terlihat amat megah seakan sakral, segalanya membuat Kara tercengang takjub merasa kagum. Mereka semua tengah menari tanpa wajah mereka yang kelihatan, lantas Kara terburu merogoh pakaiannya mencari sesuatu.

"Ini dia," beonya saat menemukan topeng yang diberikan pria asing sebelumnya. Ia memakainya, sedikit mengendap untuk masuk lebih dalam lagi.

"Apa harus berpasangan?" Bingung Kara, ia pendatang baru, sama sekali tak mengerti apapun.

Ia melupakan tujuan awalnya.

Jiwanya bergelora melihat tarian indah yang ia lihat, rasa ingin menjadi salah satu yang indah pun memenuhi dirinya.

"Menari denganku?"

Baru saja Kara mengambil langkah lebih jauh kedalam kumpulan orang ramai itu, namun suara yg baru saja mengintrupsi membuatnya urung.

Kara memandang ragu pada tangan yang terulur untuk dirinya. Dibenaknya berpikir, "Begini cara mereka menari berpasangan?" Ragunya sejenak sebelum setengah tak yakin membalas uluran tangan itu.

Yang terlihat jelas hanya lekukan atas bibir serta bibir yang terlihat menggoda, bagian atas wajah seseorang yang mengajaknya menari itu terhalangi topeng, begitu juga dengan dirinya sendiri.

Tangan mereka bertaut, lawan Kara mulai mengambil langkah. Kara melupakan sesuatu, ia belum pernah menari berpasangan seperti ini, kecuali menarikan tari Pemuja Lunè.

Kara tampak kesusahan.

Kekehan geli pun terdengar membuat Kara menatap 'nya, "Lakukan, hanya majukan kakimu bergantian, setelahnya kau akan berputar dengan satu tanganmu masih ku genggam."

"Be-begitu kah?" Kara meneguk ludahnya payah ketika lagi-lagi seorang dihadapannya kembali terkekeh. 'Aku memalukan.' Ia rendah diri karena itu.

Kembali pada langkah tarian, telapak kaki yang memijak ubin lewah. Setiap pijakan yang mengikuti alunan musik, tangan yang bertaut, tanpa sadar mereka menari hingga ke tengah aula.

Odd El DestíWhere stories live. Discover now