TIGA

12.5K 1.1K 3
                                    


MENGOBROL dengan Janina ternyata cukup menyenangkan. Walau berat mengakuinya, Emyr tak dapat menyangkal bahwa dia menikmati. Namun, Emyr sadar, tak seharusnya dia begitu menikmati kebersamaan dengan perempuan itu.

Dari sudut matanya, Emyr melirik mantan istrinya tersebut. Diam-diam mengawasi wajah Janina yang terkena cahaya samar lampu ponsel yang tengah diutak-atiknya. Mengamati tulang pipinya yang tinggi, hidung mungilnya, dan bibir merah mudanya yang basah. Hati Emyr berdesir di luar kehendaknya. Sialan! Dengan segera laki-laki itu mengalihkan pandangan ke luar jendela. Tak heran setiap pengunjung—yang kesemuanya adalah laki-laki, memandang dengan tatapan penuh minat ke meja mereka.

"Sori, sampai mana kita tadi?" pertanyaan Janina, membuat Emyr kembali mengalihkan pandangannya pada perempuan itu. Janina telah meletakkan kembali ponselnya ke atas meja, dan sepertinya telah siap berbincang kembali dengannya.

Yah, setelah terjebak dalam situasi cukup tegang akibat pertanyaan dari Janina berkaitan dengan kencan dan keberadaan mereka malam ini, keduanya memutuskan untuk menghindar. Tidak membahasnya lagi adalah keputusan yang paling tepat.

Awalnya, tentu saja terasa canggung. Terlebih dari pihak Janina, yang sepertinya masih cukup kesal karena Emyr mulai mencoba masuk dalam zona nyamannya. Tapi, dia kembali teringat ucapan Deny—sebelum keluar dari mobil dan menghampiri Emyr beberapa waktu lalu. "Cobalah berdamai, Jan. Jadilah dua orang dewasa yang nggak melulu mengikuti ego."

"Sampai pada pertanyaanmu; apa aku masih berkunjung ke makam Mama," Emyr mengingatkan. Laki-laki itu menghela napas, lalu menjawab, "Aku nggak pernah berkunjung ke makam Mama lagi setelah perpisahan kita. Bagaimana denganmu?"

"Masih selalu menjadi ritualku, Emyr. Nggak peduli kita sudah berpisah. Aku selalu mampir menengok Mama, setelah aku mengunjungi makam Bunda dan Ayah."

Emyr tersentuh mendapati Janina masih sangat menyayangi mantan ibu mertuanya itu. Berbanding terbalik dengan dirinya. Dia justru tak pernah melakukan hal tersebut. Jangankan pada mantan ibu mertuanya—Bunda Janina, pada ibu kandungnya pun tak pernah dia lakukan. Seketika, Emyr merasa jadi anak berdosa detik itu juga.

"Kamu tau, setiap kali aku mengunjungi mereka, setiap kali itu juga aku dihantam rasa bersalah," ucap Janina, yang sepertinya tak menyadari Emyr tengah berkutat dengan penyesalannya. "Emyr? Kamu masih di sini?" Perempuan itu melambaikan tangannya di depan wajah Emyr.

"Ah, ya?" Sedikit kikuk Emyr memperbaiki posisi duduknya, setelah lebih dulu mengusap bagian belakang kepalanya.

Janina tersenyum melihat itu. Sekalipun dia dan Emyr tak pernah melibatkan perasaan selama pernikahan mereka, sedikit banyak Janina menghafal kebiasaan mantan suaminya itu. Termasuk yang satu itu. Emyr hanya akan mengusap bagian belakang kepalanya bila dia berada pada situasi yang menurutnya tak nyaman.

"Kamu bilang apa tadi?"

"Aku merasa bersalah pada kedua orangtuaku dan juga orangtuamu."

Emyr tak langsung menanggapi. Dia memilih untuk mencerna lebih dulu kalimat Janina itu. Bagaimanapun, menurut Emyr, tak seharusnya perempuan itu merasa demikian. Karena seingatnya, Janina adalah anak dan menantu yang baik. Dia begitu menyayangi dan menghormati kedua orangtuanya, pun ibu kandung Emyr.

...

...

...

Keheningan mereka, perlahan diisi oleh sayup-sayup sebuah lagu yang berasal dari speaker. Lagu berjudul 'Look What You've Done' yang rilis pada tahun 2004 dan merupakan single  ketiga dari Jet—Australian Rock Band—itu terasa cukup akrab di telinga Janina.

LOOK WHAT YOU'VE DONEWhere stories live. Discover now