1. It was written on my face or he was just too intuitive

2.5K 607 99
                                    

Kedekatanku dengan Dennis ternyata tidak berujung manis. Perasaanku padanya tak berkembang padahal kami sudah dekat hampir sebulan ditambah dengan sebuah fakta mencengangkan yang baru-baru ini kuterima.

Dennis sudah dijodohkan oleh orang tuanya dengan anak dari teman ayahnya. Kalau Dennis menolak perjodohan itu, ayahnya akan menarik semua fasilitas yang masih Dennis gunakan termasuk posisinya di perusahaan. Terdengar dramatis memang, tapi begitulah adanya.

Malas menjadi menambah masalah di kehidupan orang lain—masalah hidupku juga tidak kalah banyak—aku memilih memutuskan hubungan dengan Dennis. Berinteraksi sebagai teman pun aku tidak mau. Ini cuma salah satu tindakan preventifku dari hal-hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi.

Sekarang aku juga sudah tak terlalu banyak memikirkan Ryan yang berdasarkan informasi dari Anggun kini tengah dekat dengan seorang dokter hewan. Anggun dan kakak sepupunya itu punya misi mencari pasangan hidup yang harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu—semacam Fit and Proper Test—yang kadang sulit dicerna oleh akal mungilku.

Emang bisa dapat cowok yang baik, ganteng, mapan, punya social skill yang baik, considerate, punya pengetahuan umum yang luas, tidak touchy, dan...apa lagi? Entahlah. Aku lupa. Tapi aku malas ikut campur terlalu dalam. Aku percaya pada akhirnya cowok yang dipilih sahabatku adalah cowok yang bisa menyentuh hatinya terlepas dari kriteria-kriteria tak masuk akal yang dia tetapkan.

Kujalani hidup bersatus single and available ini dengan aman sentosa sampai akhirnya Anggun memberikan pengumuman yang mengejutkanku.

Ryan sudah resmi berpacaran dengan si dokter hewan. Pacaran serius yang mengarah ke jenjang yang lebih baik. Dokter hewan itu lolos Fit and Proper Test. Fit and Proper Test yang semula kuanggap tidak akan ditanggapi serius.

"Ra, beneran udah move on dari Mas Ryan, kan? Lo fine-fine aja sama berita dia udah jadian sama si dokter hewan, kan? Sori ya nggak ngasih tau lo lebih awal," kata Anggun memastikan lagi saat kami sudah berada di dalam lift untuk pulang ke rumah.

Anggun memberitahuku kabar itu saat kami akan makan siang dan masih membahasnya hingga sekarang. Ingin aku bilang pada Anggun bahwa dia tidak perlu meminta maaf untuk kesalahan yang tidak dia perbuat.

Siapapun sebenernya tidak perlu minta maaf karena tidak ada yang salah di sini. Wajar Ryan akhirnya move on dengan wanita pilihannya. Aku saja yang ternyata selama berbulan-bulan ini denial. Mulut mengatakan move on dan tidak peduli, ternyata hati meneriakkan sebaliknya.

"Pulangnya gue anter, ya?" tawar Anggun sembari melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.

Aku memasang senyum lebar, menggeleng, lalu perlahan melepaskan kedua tangan Anggun dari tubuhku. "Dan jadi nyamuk di antara lo dan Praha? Thanks but no."

"Gue nggak enak sama lo," Anggun memasang wajah sedih.

"Why would you? Gue nggak kenapa-napa kali, Nggun," balasku bohong. Aku adalah si ceria Mutiara Handayani. Tidak boleh ada yang tau kesedihanku. "Gue duluan, ya. Mau ngejar TJ. Takut ketinggalan."

Tanpa menunggu balasan Anggun, aku langsung berjalan cepat meninggalkan gedung kantor. Dengan hati yang berat, kunaiki satu persatu anak tangga JPO yang menghubungkan gedung kantorku dan halte TransJakarta untuk mengejar bus yang membawaku ke rumah.

Semesta sepertinya sedang berbaik hati padaku yang sedang kalut dalam kesedihan. Saat biasanya sulit bagiku untuk mendapat kursi yang membuatku harus berdiri sampai beberapa pemberhentian, kali ini aku langsung mendapatkan kursi di bus.

Biasanya aku akan langsung membuka Netflix dan mencari series atau drakor untuk kutonton. Namun tanganku malah mencari aplikasi Instagram, membuka blokir akun Ryan untuk mengecek kebenarannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HER BEST GOODBYETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang