Kebenaran yang terulang kembali (3)

Mulai dari awal
                                    

Lin (Y/n) ingat ini, tapi dahulu dia tidak memberikan izin kepada Yang Ruwen. Padahal pemuda ini hanya ingin mengundang orang yang menolongnya di masa lampau, kejam sekali dahulu Lin (Y/n). Tapi setidaknya sekarang dia memiliki kesempatan kedua. "Diizikan, silahkan undang siapa yang ingin kamu undang."

Perkataan gadis itu jelas membuat kaget rekan-rekannya. Biasanya jika memakan waktu berpikir lebih dari 3 detik, maka jawaban Lin (Y/n) pasti adalah tidak. Untuk sesaat mereka melirik kearah Li Rushan, seolah-olah bertanya akan obat apa yang pria itu berikan pada ketua mereka. Mendapatkan tatapan dari ketiga rekannya, Li Rushan sendiri ekspreksinya lebih terkejut dari mereka.

Mengabaikan reaksi keempat orang disana, persetujuan dari Lin (Y/n) sukses membuat senyuman menghiasi wajah Yang Ruwen. "Terimakasih banyak ketua," ujarnya memberi hormat kepada Lin (Y/n).

.....

Hari berganti dan kini Lin (Y/n) tengah berjalan di sekitar puncak Lin Zhou. Dia sungguh merindukan tempat ini, kakinya melangkah melewati lantai batu yang disusun sedemikian rupa membuat tangga. Pohon-pohon menutupi panahasnya terik matahari yang hampir menyengat.

Sosoknya yang sekarang diketahui sebagai seorang pria oleh semua orang terkecuali Li Rushan. Dan ini akan terus berlanjut jika dia tidak menggeledah rumah kediaman keluarganya dahulu. Cepat atau lambat itu akan terjadi, tap isekarang dia harus fokus pada acara yang akan datang sebentar lagi.

"Xiao-Jun bisakah kau percaya ini!? Orang-orang bodoh itu, ah! lihat saja nanti aku akan menutup mulut mereka sendiri!" Seruan suara yang familiar membuat Lin (Y/n) mengendus geli. "Shh, A-Jin ini masih jam sekolah. Kita tidak bisa tertangkap oleh Hanna shijie atau Jiehong shixiong," ungkap suara yang merupakan kembaran dari  Lin Haojin.

"Tertangkap oleh siapa?"

"Fuqin!?"

Lin Haojin dan Lin Huajun yang tengah bermain dibawah sebuah air terjun langsung berlari kepinggir danau. Pakaian mereka basah dan wajah mereka pucat melihat keberadaan Lin (Y/n) dihadapan mereka. "Hormat kepada fuqin!" Seru keduanya serentak, mereka tidak berani menaikkan kepala mereka untuk melihat sosok ayah angkan mereka.

"Haojin, Huajun."

"Ya, Fuqin!?"

"Ikuti aku," ujar Lin (Y/n) mulai berjalan mendahului mereka. Tanpa membantah anak kembar bersurai merah itu langsung berjalan dibelakang Lin (Y/n). Saat itu mereka merasa pakaian serta tubuh mereka yang basah tadi langsung kering. Keduanya menatap satu sama lain, mereka tau ini pasti ulah sihir dari Lin (Y/n), tapi jelas nama mereka berani membantah. 

Jika Lin Hanna berusia 16 tahun maka anak-anak ini harusnya berusia 12 tahun. Setahun sebelum mereka pergi ke istana Huan Hua untuk mengikuti kompetisi. "Kalian, apa kalian penasaran dengan sosok ibu kalian?" Tanya Lin (Y/n) membuat kedua murid dibelakangnya terdiam. Ibu mereka yang mereka tau hanyalah adik dari Lin (Y/n).

"Kami tidak berani, Fuqin." Akan selalu begini jika tidak Lin (Y/n) beri tau secara langsung. "Hah... Baik, kemarilah." Lin (Y/n) Melayangkan tubuhnya dan mendudukan dirinya pada sebuah paviliun kecil didekat danau. Anak kembari itu segera mendekati ayah angkat mereka. Lin Huajun mengambil teko berisi teh disana dan mengisi gelas Lin (Y/n) duluan.

"Terimakasih A-Jun," ujar Lin (Y/n) lembut. Gadis yang menyamar jadi pemuda itu menatapi tehnya, dia memutar gelas tanah liat itu dengan lembut di tangannya. Pandangannya penuh arti menatapi teh yang bergerak didalam gelas. Sebelum akhirnya sang gadis meneguk tehnya sedikit demi sedikit.

Kedua remaja muda disana menatapi ayah angkat mereka dengan seksama. "Tunggu umur kalian 16 tahun, aku baru akan menceritakan tentang ibu kalian." Ucapan itu membuat keduanya Mengangguk setuju. "Baik, Fuqin!" Seru mereka serentak.

Lin (Y/n) sadar dia tidak boleh gegabah, ini belum waktunya. Meski Lin Haojin dan Lin Huajun masih anak-anak, mereka tidak pernah mempertanyakan tentang orang tua mereka. Malah mereka bertingkah lebih tua daripada umur mereka. Tapi setidaknya, mereka dapat menikmati kehidupan mereka sekarang, Lin (Y/n) tidak akan membuat kesalahan yang sama dua kali.

"Aiyah, Fuqin bagaimana jika bermain dengan kami?" Tanya Lin Haojin membuat Lin Huajun memukul kuat pundak saudaranya. "A-Jin jangan bercanda, Fuqin pasti memiliki hal yang ebih penting untuk dilakukan," ujar Lin Huajun menatap tajam saudaranya. Bukan apa, tapi Lin Huajun tidak ingin mengambil resiko dihukum.

"Boleh, ajarkan aku cara kalian bermain."

"Kan su... Apa!? Fuqin!?" Baru saja Lin Huajun akan berkata 'kan sudah ku bilang' tapi jawaban dari Lin (Y/n) membuat mereka terkejut. "Hm? Ada apa? Kalian yang mengajakku bermain, jadi kalian jugalah yang harus mengajariku cara bermain." Kedua mulut anak kembar itu menganga tidak percaya mendengar jawaban setuju dari sang ketua gunung Lin Zhou.

Senyuman besar menghiasi bibir Lin Haojin. "Asik nih! Wuahahahaha! Aku tidak siap menunggu fuqin dikalahkan oleh kami!" Seru Lin Haojin penuh dengan kesombongan. Disana Lin (Y/n) terkekeh sembari meletakan gelasnya. "Yakin? aku adalah orang yang cepat belajar," balas gadis berpakaian pria itu penuh percaya diri.

"Tamatlah sudah..." Gumam Lin Huajun menggelengkan kepalanya pelan.

𝑇ℎ𝑒 𝐶𝑟𝑜𝑠𝑠𝑑𝑟𝑒𝑠𝑠𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑖𝑧𝑢𝑛 𝑎𝑛𝑑 𝐻𝑒𝑟 𝐻𝑎𝑟𝑒𝑚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang