Bagian 1

2.3K 191 13
                                    

Al Hadra, Al-Madinah al-Munawwarah 42368, Arab Saudi.

PEREMPUAN dengan khimar hitam duduk di kursi tunggu Madinah Station. Sebuah stasiun yang terletak di sekitar kawasan utara Madinah dan merupakan salah satu dari dua stasiun utama di jalur Haramain High-Speed Railway, yang menghubungkan Madinah dengan Makkah, Jeddah, dan Riyadh. Sheina tengah menunggu keretanya tiba untuk kembali ke Riyadh setelah urusan penyerahan berkas-berkas kelengkapan beasiswanya selesai. Tangannya sibuk berselancar di layar menyala, kembali membaca pesan yang sudah dia ketikan sebelumnya.

Kriteria calon suami:
1. Tidak berpikiran kuno dan menganggap perempuan tak harus sekolah tinggi-tinggi.
2. Tidak merokok.
3. Menguasai bahasa Inggris minimal C1 Advanced.
4. Tidak tertarik lawan jenis.
5. Bersedia menetap di Madinah selama dua tahun.

Sheina mempertimbangkan kira-kira aspek apa lagi yang dia butuhkan dari sosok laki-laki. Rasa-rasanya kriteria standar seperti salat berjamaah, memiliki adab dan tutur kata yang baik, bisa membaca Al-Quran, bertanggung jawab, hal-hal semacam itu pasti sudah diketahui oleh kakak laki-lakinya. Dia tidak mungkin mencarikan calon suami berkarakter Abu Lahab untuknya.

Akhirnya Sheina memilih tombol send tatkala lima kriteria itu sudah cukup baginya. Dia membutuhkan laki-laki yang egonya tidak akan terusik saat tahu Sheina membutuhkan kehadiranya untuk melanjutkan studi S2. Dia benci laki-laki perokok, sebab hampir dua kali masuk IGD karena matanya terkena abu rokok dari pengendara motor saat masih kuliah di Indonesia. Minimal menguasai bahasa Inggris, karena Sheina tahu agak mustahil bagi kakaknya untuk menemukan laki-laki yang fasih bahasa Arab, apalagi bahasa arab amiyah. Dia bisa mengambil kursus bahasa Arab saat menetap di Madinah nanti selama dia menguasai bahasa Inggris, dan syarat yang ke empat … sebentar, teleponnya berdering.

Assalamualaikum… Na, itu poin empat nggak salah? Kamu mau menikahi kaum sodom? Nyari di mana laki-laki yang nggak tertarik perempuan?” Sheina mengambil nafas sebelum menjawab salam dari kakak laki-lakinya, Athaya Khalil Adnan Adyatama.

“Nggak gitu juga maksudnya…. Maksud aku, laki-laki yang nggak mudah bergaul dan akrab dengan perempuan, laki-laki ghadul bashar, yang nggak tertarik untuk melirik perempuan lain sekalipun ada manusia secantik Amal Maher di sampingnya.” Kakaknya hanya ber-oh ria sambil tertawa kecil setelah mendengar penjelasannya.

“Kamu janji, ya? Setelah kakak menemukan laki-laki yang pantas dan cocok dengan kriteria kamu, kamu harus pulang ke Indonesia untuk ta'aruf dan nazor. Jangan sampai berubah pikiran. Kamu sudah hatam bahwa pernikahan bukan untuk main-main. Apalagi untuk perempuan, memutuskan menikah itu konsekuensinya besar.” 

Sheina memijat keningnya yang mulai terasa berputar setiap kali membahas ini dengan kakaknya, “Maka dari itu… karena pernikahan bagi perempuan adalah soal ketaatan, Kak Atha harus menemukan laki-laki yang layak dan pantas mendapatkan ketaatan dari aku sepenuhnya seumur hidup.”

Usai percakapan itu, Sheina mengakhiri panggilannya karena keretanya sudah tiba dan pengumuman keberangkatan sudah diumumkan kepada para penumpang melalui sistem tata suara di stasiun. Dia harus menemukan nomor kereta dan tempat duduknya sebelum jadwal keberangkatan. Bahagianya sesederhana bisa mendapat kursi kelas bisnis dengan berhemat 20 riyal karena memesan tiket jauh-jauh hari secara online dari HHR Train dibandingkan membeli tiket langsung di counter.

Sheina menaruh kopernya terlebih dahulu di bagian paling belakang gerbong. Biasanya tempat menaruh barang di kereta Haramain memang di bagian belakang dekat dengan toilet.

Sudah tiga hari ini dia berada di Madinah mengurus urusan administrasi kuliahnya dan berlibur sejenak setelah dinyatakan lulus dari Princess Nourah bint Abdulrahman University beberapa bulan lalu. Dia menatap kanan-kiri, mencari train attendant yang bisa dimintai tolong untuk mengangkat kopernya yang lumayan berat.

Shazil Medina (Karyakarsa Project)Where stories live. Discover now