#12. Ujung

135 22 5
                                    

Februari, 2001

"Den, atos kamari teh?" tanya Ambu.
Den, udah kemaren tuh?

"Atos, ke ceunah pami janteun mah ngabel deui ka Bapak." jawabku.
Udah, nanti katanya kalo jadi nelfon lagi ke Bapak.

Maksud percakapan aku dan Ambu adalah soal orang yang mau membeli mobil Jeep Bapak, bapak sekarang naksirnya mobil bentukan sedan.

"Atuh sedan mah moal tiasa diangge guyang, Pak." balas si Aa waktu itu mengingat bapak suka jalan-jalan ke jalan yang ekstrim tapi buatnya seru.
Sedan gak bisa dipake ngereog dong, Pak?

"Ah, keun weh. Ayeuna mah waktuna santai." jawab Bapak.
Ah, biar lah. Sekarang waktunya santai.

Hari ini hari minggu pagi dimana semua orang rumah ada di rumah, Bapak sekarang tertarik sama burung Beo dan aquarium isi ikan-ikan kecil yang dipasang di teras. Ambu awalnya gak suka karena katanya tetangga ada yang pernah liat tuyul depan aquarium di rumahnya. Aya-aya wae.

Tahun ini, 2001, aku berencana ingin ambil jenjang strata dua Kenotariatan. Aku gak pernah nyangka kalau Bapak pada akhirnya sangat mendukung aku di bidang ini. Ambu juga kelihatannya malah senang waktu kemarin-kemarin aku ngobrol hal yang sama aku obrolkan ke Bapak.

"Mbu, Aden bade ka Juni heula."
Mbu, Aden mau ke Juni dulu.

"Ibak heula atuh." kata Ambu.
Mandi dulu dong.

"Wios ngke deui weh, da ganteng." kataku sambil pakai sendal di teras.
Biar tar lagi aja, orang ganteng.

Aku berjalan menuju rumah Juni, yang gak sampai semenit, tapi aku berjalan santai. Tiga tahun ini lumayan banyak perubahan juga disini, warung tempat nongkrong juga kemarin dirombak sama Pak Amir (yang punyanya), Aril sekarang sudah jarang ke rumahku semenjak dia punya usaha bareng pacarnya, tiap minggu dia suka produksian atau jualan, teman-temanku yang lain juga ada yang merantau ke luar kota, ada yang menikah, kebanyakan mereka bekerja. Aku bersyukur bekerja di tempat yang hari minggunya libur hahaha! Karena minggu itu waktunya aku pacaran sama Juni.

"Den, aduh kasep kieu." sapa calon mertuaku.

"Juni nuju naon?" tanyaku.
Juni lagi apa?

"Nuju naon nya tadi teh ceunah nuju mariosan ulangan ceunah duka naon geura tinggal jug." jawab Bu Rita, ceriwis seperti biasa.
Lagi apa ya tadi tuh katanya lagi meriksa ulangan katanya gak tau apa liat aja gih.

Aku masuk kemudian ke rumah Juni setelah izin dan mengucap salam. Juni sedang di ruang tamu, duduk di lantai dengan kertas-kertas THB (test hasil belajar). Seperti biasa kalau minggu pagi sekarang penampilannya pakai daster, rambutnya pernah panjang sampai punggung tapi sekarang dipotong hingga sedagu. Katanya repot kalau lagi ngajar.

"Berapa kelas lagi itu?" tanyaku.

"A? Naha teu kadangu?" balasnya selewat, lalu dia lanjut membereskan kertas yang berantakan.
A? Kok gak kedengeran?

Maksud Juni gak kedengaran aku datang, ya orang dia fokus begitu kok masih nanya ya? Oh iya, jangan ikut-ikutan ledek aku kayak si Aril ya, gara-gara sejak tahun lalu Juni manggil aku pakai sebutan 'Aa' bukan 'Den' lagi. Juni bilang harusnya dari dulu dia panggil 'A' mengingat aku lebih tua setahun dari Juni (tapi sekolah Juni kecepetan makanya diawal kupikir seumuran). Padahal cuma setahun, mending Juni panggil seperti biasa saja daripada aku diledek Aril (tapi gak apa-apa juga karena aku suka).

"Aku bantuin ya."

"Gak usah da udah beres." jawabnya sambil menyiapkan map untuk hasil THB setiap kelas.

Aku gak bicara lagi, kubantu dia masukin hasil THB setiap kelas kedalam map yang sesuai.

Sesuai mimpinya, Juni sekarang sudah hampir 1 tahun jadi Guru Bahasa Sunda disalah satu Sekolah Dasar yang gak begitu jauh dari daerah kami tinggal. Baru mulai kuliah dua tahun lalu, Juni diizinkan kuliah sambil ngajar. Juni sampai nangis dan kupeluk tahun lalu waktu dia dapat kesempatan untuk ngajar. Kepala Sekolahnya mengenal Juni, aku gak aneh kalau Juni bisa bangun relasi dan bisa menunjukkan diri dengan baik sampai dia akhirnya dapat kesempatan yang dia inginkan.

Sudah kubilang dari dulu, Juni itu keren.

"Juni,"

"Hm?" dia belum menoleh.

"Nanti siang jalan-jalan, yuk."

"Mau kemana?" tanya Juni.

"Beli cincin." kataku.

"Buat apa?" tanya Juni bingung, tapi aku bisa melihat dari wajahnya kalau sedikitnya dia ini geer.

"Buat kamu. Modalnya belum ada semua sih hari ini mah, gak tau besok lusa."

Juni malah senyam-senyum.

"Eh... mau gak?"

"Ya udah sana pulang! Aku juga mau mandi." katanya, kayak orang ngambek tapi aku tau dia malu aja.

"Aku ngajaknya juga siang." balasku, aku jadi ikutan ketawa.

"Ya udah aku mau mandi sekarang-"

DUKK!!!

"-AW!"

"Ehh?!"

Kaget, Juni buru-buru berdiri niatnya tapi sikutnya malah nabrak mesin jahit.

"Nyetrum?" tanyaku sambil ketawa.

Juni cemberut tapi gak lama ikut ketawa juga.

"Kunaon, Teh?" tanya Bu Rita yang masuk sambil membawa ember setelah tadi menjemur pakaian.
Kenapa, Teh?

Juni menggeleng, melihat aku ngusap-ngusap sikut Juni Bu Rita malah ketawa, "Kabiasaan." katanya.
Kebiasaan.

Gak mulus untuk sampai disini, aku dan Juni dulu pernah berantem beberapa kali karena saling cemburu, marah kecil-kecilannya sangat sering, tapi kuajak pacaran pun Juni gak mau. Cewek aneh. Dulu aku pernah nekat deketin cewek dan kupepet terus karena niatnya ingin aku pacarin, aku kesal sama Juni, tapi semakin sini uangku habis dan ternyata pacarnya juga sudah tiga. Gelo.

Juni juga pernah dekat dengan dua cowok, tapi gak pacaran karena Juni bilang dia gak pernah suka-suka amat sama cowok lain selain aku (bangga). Ya iya lah, cowok lain gak mungkin seganteng aku.

Kami juga pernah berantem gede, bahkan sampai setengah tahun gak ngobrol, Juni nangis dan ngungkit masalah aku deketin cewek yang ngabisin uangku itu. Aku merasa bersalah. Aku selalu ingin bayar rasa bersalah itu. Juni bahkan sampai bilang gini waktu itu, "Lepasin aku, Den. Kamu cari aja perempuan lain. Lupain juga niat kita dulu".

Pulangnya, malamnya, aku gak bisa tidur, aku nangis sedikit dan baru terasa kalau aku ini takut kehilangan Juni. Aku gak bisa dan gak mau kehilangan Juni. Baru terasa kalau aku betulan sayang sama Juni, begitu juga aku merasa gak ada cewek yang beneran bikin aku merasa disayang selain Juni. Maka sekarang dan seterusnya, apapun soal Juni, gak akan kulepas lagi (kok kayak lirik lagu ya kedengarannya?).

Siapapun yang baca kisah aku dan Juni, semoga kamu juga dapat orang yang tepat dan sayang sama kamu. Pasti bahagia kok, kalau enggak berarti belum aja (harus dibarengi doa, ibadah, dan restu orang tua). Juga buat siapapun yang naksir si Aa/Akang, dia udah nikah, maaf ya.

Oh, juga, jangan naksir Juni.

Sekian.




















PANASEA 1997
TAMAT














Terima kasih kepada semua pembaca yang setia menunggu kisah Deden dan Juni. Mereka sudah bahagia. Teman-teman juga semoga lekas dan sering bahagia, ya!

Sekian. Bertemu saya lagi di buku-buku saya yang lain kalau kamu baca <3

bluehanabi

PANASEA 1997Where stories live. Discover now