Prolog

90 10 1
                                    

"Ada baiknya kau pergi sekarang sebelum aku melempar botol wine ini!" seorang bartender di Angel's Share tavern yang memegang sebuah botol wine menaikkan suaranya lantaran kesal. Pemuda berambut biru yang membuatnya kesal hanya tertawa keras dan berlari keluar dari tavern.

Pemuda itu adalah Kaeya Alberich, seorang polisi yang bekerja di kepolisian Favonious di Mondstadt. Dia berpangkatkan calvary dan memimpin sebuah tim kepolisian. Bartender yang baru saja mengusirnya adalah Diluc Ragnvindr, pemilik Angel's Share tavern sekaligus penguasa bisnis wine di Modstadt. Dan merupakan sebuah kebetulan bahwa Diluc adalah anak dari teman ayahnya sekaligus teman masa kecilnya.

Kaeya bersenandung sambil berjalan. Sudah menjadi kebiasaannya untuk mengganggu Diluc setelah dia selesai dengan pekerjaannya. Kaeya tinggal di sebuah apartemen yang letaknya tidak terlalu jauh dari kantor kepolisian, membuatnya lebih sering berjalan ke tempat kerjanya. Dia lebih suka berjalan ketimbang menggunakan motornya.

Kaeya lebih suka menikmati suasana jalan pada saat pagi hari. Dia juga hanya perlu berjalan beberapa meter untuk mencapai Angel's Share tavern dari kantor kepolisian.

Kaeya tengah berjalan sambil memandang langit sore yang indah ketika sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Tuan Kaeya tunggu sebentar!"

Kaeya menoleh ke belakang untuk melihat seorang wanita muda melambai ke arahnya dari sebuah toko bunga.

"Ah Donna, sudah lama tidak berjumpa," sapa Kaeya. "Senang aku bisa memanggilmu," ucap Donna seraya menghampiri Kaeya. "Hm? Apakah kau butuh bantuan dengan sesuatu? Aku akan senang membantu," sang petugas menelengkan kepalanya sedikit. "Uhm.. begini..." Donna memainkan jemarinya, gugup.

Kaeya menaikan sebelah alisnya saat melihat wajah Donna memerah. "Ada apa?" tanyanya. "Kau... dekat dengan... Diluc kan?" ucap Donna pelan-pelan. Kaeya sedikit mengernyit, bingung dengan pertanyaan tiba-tiba itu.

"Ya kau bisa mengatakan aku cukup mengenal dia," Kaeya tidak bisa mengatakan mereka dekat, karena yang bisa dilihat selama ini adalah Diluc hanya menunggu kesempatan untuk melemparkan sebuah botol wine ke kepalanya. Mau bagaimana lagi, sudah menjadi kebiasaan untuk Kaeya mengganggu Diluc di setiap kesempatan yang dia punya. Selain karena dia tidak punya hal yang lebih baik untuk dikerjakan, ada alasan spesial tentang mengapa dia senang sekali mengganggu bartender satu itu.

"Uhm.. begini... aku... tertarik pada Diluc..." ucap Donna pelan. Kaeya mendengar setiap kata yang dilontarkan perempuan itu dengan sangat jelas. Mulutnya terbuka sedikit tapi dia dengan cepat bersikap seakan akan kata-kata Donna tidak mempengaruhi dirinya sama sekali.

"Oh iya? Wah ternyata aku harus bertemu salah satu penggemar Diluc lagi, beruntungnya aku," Kaeya menghela nafas dengan dramatis.

Walau apa yang dia katakan tidak sepenuhnya salah. Dari dulu memang pasti ada beberapa orang yang menyukai Diluc. Tidak terkecuali dirinya. Dan tidak sedikit dari mereka yang meminta Kaeya untuk mendekatkan mereka dengan Diluc.

"A-ah jangan katakan itu," wajah Donna memerah karena tersipu malu. "Jadi, apa yang bisa aku bantu?" tanya Kaeya. "Aku ingin tahu lebih banyak soal Diluc, jadi mungkin... kau bisa membantuku..." ucap Donna.

"Ah jadi kau mau mendekati Diluc, baiklah. Tapi aku harus peringatkan, dia bukan orang yang mudah didekati, apalagi dengan sikapnya yang begitu," Kaeya memperingatkan.

"Tapi paling tidak aku akan mencobanya dahulu," ujar Donna dengan penuh tekad. "Aku suka semangatmu, tentu saja akan aku bantu," Kaeya tersenyum lebar walau sebenarnya dia bisa merasakan hatinya hancur berkeping-keping. Menjanjikan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dia lakukan.

Liebe Am ValentinstagWo Geschichten leben. Entdecke jetzt